3. TMSY

0 0 0
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak:)

Selamat Membaca ^^
.
.
.
.
.

Sampai di rumah, Avixa langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Secara spontan, otaknya terus memikirkan berbagai rencana untuk mencari rahasia seorang Afran. Beruntungnya, Avixa tadi berhasil menaruh pelacak di tas milik Afran saat jam olahraga. Dengan begitu, ia bisa mengetahui di manakah lelaki tersebut berada.

Avixa yang penuh dengan semangat segera membuka laptopnya untuk melacak di mana Afran sekarang. Kening gadis itu spontan berkerut ketika mengetahui lokasi Afran yang berada tepat di rumah Asyla.

"Kenapa Afran bisa ada di rumah Asyla? Apa mereka dekat? Aku harus bertanya kepada Asyla besok. Harus." Avixa berkata pelan.

Di malam hari, Avixa melanjutkan rutinitas seperti biasanya. Makan malam bersama keluarganya, kemudian memberikan obat kepada Alex dan menidurkan bocah tersebut. Namun, kali ini ada yang berbeda. Pikirannya Avixa terus saja tertuju kepada Afran yang entah mengapa membuatnya makin penasaran.

***

Mata Avixa melotot lebar. Melihat pukul berapa sekarang, ia tahu dirinya akan terlambat ke sekolah. Dengan begitu tergesa-gesa, dia langsung mengerjakan apa yang menjadi tugasnya. Mengurus Alex, menyiapkan sarapan, dan lain sebagainya. Semua itu dia lakukan dengan cepat, berharap ia akan sampai di sekolah tepat waktu. Namun, Tuhan sepertinya berkehendak lain.

Avixa ... terlambat.

"Kenapa kamu terlambat?" Belum sedetik gadis itu menginjakkan kaki di kelas, sang guru langsung menginterogasinya.

"Saya kesiangan, Bu. Maaf." Kepala Avixa menunduk dalam. Ia tahu dirinya melakukan kesalahan dan sudah sepatutnya mendapat hukuman.

"Baiklah, kamu bisa duduk."

Avixa bersorak dalam hati. Sepertinya dewi fortuna tengah berpihak kepadanya hari ini. "Terima kasih, Bu."

"Buka buku paket kalian!" Guru mulai berbicara, menerangkan pelajaran dengan sabar.

Ketika para murid mendengarkan penjelasan sang guru dengan saksama, Avixa justru tidak fokus. Pikirannya melayang entah ke mana. Alhasil, hari itu Avixa terlalu banyak pikiran. Ia bahkan sampai lupa bertanya kepada Asyla tentang Afran.

***

Keesokan harinya, Avixa segera bersiap diri untuk pergi ke sekolah. Kali ini ia tidak terlambat lagi seperti kemarin. Semua sudah ia persiapkan tepat waktu. Begitu sampai di sekolah, Avixa segera menemui Asyla. Bagaimanapun juga, ia butuh jawaban atas pertanyaan membingungkan akibat betapa misteriusnya Afran.

"Hai, Asyla! Apa aku boleh bertanya sesuatu?" Avixa mengusap tengkuknya dengan gugup.

Asyla tertawa pelan, lalu berkata, "Kamu seperti bertanya ke orang asing saja. Ayolah, Vixa, aku adalah temanmu."

Mendengar pernyataan Asyla, Avixa akhirnya menanyakan semua yang sudah membuat beban pikirannya bertambah. Bukannya mendapat jawaban yang memuaskan, gadis itu justru mendapat tawa bak geledek dari Asyla.

"Kamu naksir Afran, ya?" Asyla menaik-turunkan kedua alisnya berulang kali. Tatapan menggoda ia lemparkan ke Avixa.

Avixa menggeleng dengan cepat. "Mana mungkin! Aku tidak mungkin menyukai lelaki misterius seperti dia."

Melihat reaksi Avixa, Asyla kembali tertawa keras. Gadis itu memang suka sekali menggoda Avixa. "Benarkah? Lalu kenapa kamu bertanya, hmm? Aku mencium serbuk cinta di rambutmu."

"Aku hanya bertanya, oke? Tadinya aku khawatir jika kamu berpacaran dengan lelaki misterius seperti Afran." Avixa mendengkus kasar.

"Hah? Enggak mungkin, dong! Kan, kami saudara kembar."

"Hah! Serius? Tapi kalian terlihat sangat berbeda. Afran sangat misterius, sedangkan kamu adalah gadis yang ramah," ucap Avixa.

"Serius, Vixa. Kita memang saudara kembar, tapi kita berbeda. Kak Afran memang pendiam, susah untuk bergaul dengan orang lain. Tapi dia tidak seperti yang semua orang bayangkan. Kak Afran sebenarnya baik. Hanya saja ... ada sesuatu yang membuat dia seperti itu." Asyla menjelaskan panjang lebar.

"Ah, seperti itu. Jadi, apa yang membuat dia seperti it–"

Belum sempat avixa melanjutkan kalimatnya, bel masuk kelas lebih dulu berbunyi. Masih dengan rasa penasarannya, Avixa akhirnya Asyla untuk pergi ke kelas.

_Apa, sih, yang membuat Afran jadi begitu?_ Avixa bertanya-tanya dalam hati.

Avixa menatap Afran, memperhatikan lelaki itu dengan banyak pertanyaan yang melintas di pikirannya. Tidak sampai lima menit ia melamun, mejanya tiba-tiba digebrak oleh sesuatu.

"Eh ... bang Toyib!" Gelak tawa memenuhi ruangan, membuat rona merah menjalar di pipi Avixa.

"Apa-apaan kamu, hah?" bentak guru.

"Saya minta maaf, Pak." Avixa berkata pelan.

Sebagai hukuman, pak guru menyuruh Avixa untuk mengerjakan soal yang ada di papan tulis. Beruntungnya, Avixa memiliki otak genius sehingga ia bisa mengerjakan dengan benar.

Dua jam berikutnya, Avixa melalui kelas dengan lancar. Kini kelas sudah selesai dan waktunya untuk membereskan buku.

"Kamu tadi kenapa? Kok, tiba-tiba melamun begitu?" Dengan tingkat penasaran yang tinggi, Asyla bertanya kepada Avixa.

"Tidak apa-apa, kok." Avixa tersenyum tipis.

"Kamu pasti menyembunyikan sesuatu, 'kan? Atau jangan-jangan ada masalah di rumah?" tanya Asyla.

"Tidak ada yang aku sembunyikan, kok. Di rumah juga tidak ada masalah," jawab Avixa sambil memasukkan buku ke dalam tas.

***

Baru saja Avixa hendak mengganti seragam, dering telepon lebih dulu menginterupsi. Melihat itu panggilan dari nomor tidak dikenal, Avixa ragu untuk menerima. Namun, gadis itu sudah telanjur penasaran.

Sambil menimbang segela risiko, Avixa pun menerima panggilan tersebut. _"Halo. Apa ini benar dengan Nona Avixa?"_ Suara yang lantang terdengar, membuat Avixa spontan menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Iya, benar. Ini siapa, ya?" Avixa bertanya dengan suara pelan, berhati-hati.

_"Saya Indrawan, manajer dari kafe Tenggo. Apa kamu bisa datang untuk interview hari ini?"_ kata sebuah suara dari seberang telepon.

Avixa tersenyum lebar. "Bisa, Pak. Kalau boleh tahu, alamatnya di mana, ya?"

_"Akan saya kirim lewat pesan."_

"Baik, Pak." Tepat setelah Avixa mengatakan kata terakhir, telepon dimatikan.

Tidak sampai lima menit, ponsel Avixa berdering. Sebuah pesan masuk, memberitahukan alamat kafe Tenggo. Tanpa menunggu lebih lama, gadis itu langsung bersiap dan pergi menuju alamat yang tertera di pesan. Untuk pergi ke sana, Avixa beralasan akan belajar bersama karena tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir.

"Halo. Apa pak Indrawan ada?" tanya Avixa ketika sudah sampai di kafe Tenggo.

"Ada, kok. Mari, saya antarkan." Seorang pelayan kafe menjawab dengan ramah. Ia kemudian mengantarkan Avixa ke ruangan manajer.

Interview berjalan dengan lancar. Melihat kepintaran Avixa, sang manajer langsung menerima gadis itu tanpa pikir panjang. Sungguh hebat.

***

Tell Me Your Secret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang