Hari ini berbeda dari hari-hari biasanya, terutama di ruangan divisi desain grafis. Hampir semuanya memakai baju yang necis. Mbak Seulgi bahkan datang ke kantor dengan satu set kebaya kutu baru dan rok jarit dengan rambutnya yang disanggul membuat penampilannya benar-benar terlihat seperti ibu anak satu, nggak seperti biasanya yang terlihat seperti anak kuliahan.
Jenandra juga datang dengan setelan kemeja dan jas hitam membuat dari tadi banyak karyawan dari divisi lain bisik-bisik karena laki-laki itu tentu tidak terlihat seperti anak kuliahan yang masih magang.
"Heh, cakep amat Jen," tegur Adisa langsung tanpa memakai bisik-bisik.
Jenandra tersenyum sampai matanya tinggal segaris, "Kak Adisa juga cakep."
Mendengar itu Adisa tertawa garing. Dia memakai baju yang seminggu lalu dibelinya bersama Daffa. Sebuah dress berbahan tule dengan warna navy, terlihat cocok di badannya.
"Bisa aja."
"By the way, jadi berangkat bareng mas Daffa?" tanya Jenandra ke Adisa yang sedang memberesi meja kerjanya.
Adisa mengangguk, "Jadi. Kamu mau bareng sekalian?"
"Nggak lah Kak, males jadi obat nyamuk."
Adisa hanya tertawa menanggapi jawaban Jenandra barusan. Nggak butuh waktu lama setelah itu sampai Daffa mengabari kalau dia sudah menunggu di parkiran.
"Jen, duluan ya," pamit Adisa.
"Iya Kak, hati-hati, salam buat mas Daffa."
Setelah melemparkan acungan jempol buat Jenandra, Adisa bergegas turun menuju parkiran dan mencari Brio putih milik Daffa.
"Hai," sapanya begitu memasuki mobil tersebut.
Daffa yang tadi lagi main hape langsung mengalihkan pandangannya ke perempuan yang baru saja masuk ke mobilnya itu. Sebuah hal yang salah karena jantungnya langsung berdebar-debar saking cantiknya Adisa siang itu.
Adisa pun sama, begitu sapaannya tidak dibalas, dia langsung menoleh ke arah Daffa dan dilihatnya pria itu sedang memandanginya. Daffa menggunakan kemeja warna navy yang senada dengan dressnya, dua kancingnya dengan sengaja atau tidak, Adisa tidak tau, dibiarkan terbuka. Rambutnya yang sedikit diangkat sampai memperlihatkan jidatnya membuat Adisa menahan nafas karena pria itu terlihat super duper tampan.
"Tadi macet?" tanya Adisa sambil mengalihkan pandangan dan memasang seatbelt, buat menghindari kecanggungan di antara mereka berdua.
"Nggak kok, lumayan lenggang."
Usai percakapan singkat barusan, keduanya sama-sama terdiam. Adisa masih berusaha menenangkan debar jantungnya yang berantakan karena parfum Daffa yang tercium lebih kuat dari hari-hari biasanya. Beruntung sekali laki-laki itu menata rambutnya sehingga Adisa tidak akan melihat adegan menyugar rambut, setidaknya untuk siang ini.
"Lo cocok Dis, pake baju itu," ucap Daffa membuat Adisa hampir jantungan.
"Hah—iya, lo juga," balas Adisa, melirik ke arah Daffa yang masih fokus menyetir menuju gedung resepsi Joy.
Diluar dugaan, Daffa malah ketawa, "Apanya? Gue juga cocok kalo pake baju itu maksud lo?"
"Nggak! Maksud gue—lo juga cakep—hah, maksudnya itu baju lo, bagus."
"Iya, iya, paham."
Dalam hati Adisa merutuki dirinya sendiri yang ketahuan salah tingkah sementara Daffa mati-matian berusaha buat menahan tawanya.
Benar seperti kata Daffa tadi, jalanan siang ini lumayan lenggang sehingga tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai di hotel tempat resepsi Joy dan Teo.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ON GOING] Ventisei // Kim Doyoung
Short StoryAdj. ventisei m or f (invariable) means twenty-six. "Jadi, bagaimana kalau keduanya dipertemukan saja?" A short fiction of Kim Doyoung written by kiwi. ©2020