░░۟⃟🌹⸻ O2

42 4 0
                                    

"Bollocks." Sembari berjalan hilir mudik, mulut tiada henti menghardik, entah pada siapa tujuannya. Sedang di pojok ruang megah tak jauh seorang pria berdiri, mengenakan pakaian serba orange yang muncul ketika menjentikkan jari. Mengistirahatkan punggung, dijadikan dinding sebagai sandaran. Matanya yang semula tertutup, membuka berbarengan dengan terangkatnya kepala, memperhatikan orang yang kakinya mustahil berhenti untuk sedetik saja.

"Mon dieu, kita hanya perlu menikah, maka selesailah masalah ini." Yang berbicara itu barangkali telah bosan hidup. Ialah amfibi yang diawal dengan sangat lancang merubah teh sebagai kolam mandi. Kini telah menjelma sebagai pria dewasa, berkata hal tak masuk akal pula.

Langsung berhenti, kepala ditolehkan secara horor; perlahan diikuti tatapan tajam. "Beg your pardon, kau minta dibunuh?" Raja alis tebal itu mengernyit, menguar hawa membunuh disetiap irama bicara.

Pria berwajah sumringah terbilang mesum itu masih mengembangkan cengiran. Aura suram yang hampir mengisi seluruh penjuru ruang seolah tak mempan, entengnya ia bisa membuka mulut meski tahu tatapan yang Arthur beri merupakan pertanda benci. "Ikutlah denganku untuk melihat beberapa masalahnya."

Terdiam di tempat, memudarkan wajah waspada namun tetap menyisakan intimidasi. Banyak hal yang Arthur mau tanyakan, namun kebingungan yang melanda hingga memenuhi atmosfer ruangan membuat bibirnya bungkam. Menghela sekali. "Baiklah, apa boleh buat." Ujarnya, lawan bicara makin melebarkan seringai.

Keluar dari ruang kerja, Arthur mengekori arah jalan pria misterius seolah ialah raja di istana. "Kawasanmu terbilang sepi." Francis namanya atau siapapun itu, ia yang menyebutkan panggilan terlebih dahulu hanya untuk Arthur berhenti memanggil dengan sebutan 'kau'. "Tetapi masalah utamanya bukan terletak di sini. Rumor bilang, kau seharian penuh hanya menikmati teh." Francis- si pria dengan janggut tipis membuka obrolan.

"Aku hanya mengedepankan rakyatku. Di luar sana hanya ada sihir-sihir jahat." Arthur menjawab, melirik Francis yang tidak menoleh. "Katakan, apa ada kaitannya dengan kemunculan makhluk magis akhir-akhir ini?"

Merekahlah senyuman berbeda, Francis menghentikan laju langkah, berbalik cuma untuk menyaksikan wajah bingung pria satunya. "Sejak kau keluar dari Asosiasi, ada yang masuk lalu membuat kegaduhan." Santai berucap padahal informasi yang ia berikan termasuk kabar buruk. "Ya, ada hubungannya." Alis bertingkat di kening perlahan naik ke atas sebagai bentuk rasa kejut.

"Begitu, kah ...? Namun aku belum pernah melihatmu di Asosiasi."

"Aku masuk asosiasi menggantikan raja terdahulu. Saat kau pergi, aku baru bergabung."

Nampak makin kalut suasana, atau hanya Arthur yang merasa demikian, pasalnya pria di hadapan tidak sekalipun memperlihatkan wajah bingung pun cemas meski sekali. Setelah beberapa detik dilalui sepi, Arthur kembali bertanya, "Lantas apa yang membuatmu bisa sampai ke wilayah Spade?"

Perbincangan keduanya terpotong akibat bunyi nyaring suatu dentuman. Melenyapkan sunyi dan tenangnya kediaman, jika tak salah asalnya tidak jauh dari kamar pangeran. Makin panik apabila suara ledakkan bergemuruh muncul, beruntun dan kali ini berasal dari balik dinding yang artinya dari luar. Disusul kedatangan dua prajurit penuh luka, tanpa membawa senjata, tertatih-tatih membopong satu prajurit lainnya.

"Ya-Yang Mulia! Tuan muda baru saja diserang-"

Salah seorang prajurit maju menghadap sesudah membaringkan kawannya yang terluka parah, zirah yang menutupi tubuhnya penuh luka dan darah, ia sampaikan berita masih dengan napas terengah. Perihal ledakkan tadi, memang berasal dari kamar pangeran, kamar dari penerus tahta kerajaan. Tanpa berpikir panjang, Arthur berniat mendatangi, sebelum sempat ia langkahkan kaki, Francis cepat-cepat menahan.

RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang