Junkyu merenung, duduk di ruang kerjanya dengan tangan berlapis sarung tangan anti bahan kimia tengah meremat selusin kertas ukuran 10 cm × 16 cm. Pikirannya melayang pada kejadian pagi tadi dimana Haruto yang melewatkan sarapan hanya karena sandwich buatannya memakai irisan tomat.
Tidak biasanya, bahkan tidak pernah sekalipun Haruto menolak masakan Junkyu. Haruto bukan tipe orang pemilih untuk perihal makanan, ia percaya pada tangan ahli Junkyu yang biasa meracik obat untuk menyiapkan makanan sehat untuknya setiap hari. Tapi akhir-akhir ini Haruto sering membesar-besarkan hal kecil yang bahkan tidak bisa dihitung sebagai kesalahan sama sekali.
"...sei! Sensei! Junkyu-sensei!"
Sensei = panggilan hormat kepada orang bergelar. (Guru, dokter, penulis, dll.)
Junkyu tersadar, menoleh pada pria yang sedari tadi memanggilnya. "Ya?"
Hamada Asahi, menatap Junkyu jengah dengan tangan yang terlipat di depan dada. "Kau belum mengerjakan semua resepnya?" Asahi menuduh. Junkyu menatap resep-resep di tangannya tanpa rasa bersalah. "Ayolah, pasien menunggu di depan." Keluh Asahi.
Junkyu nyengir dan menatap Asahi memohon. Asahi tersenyum pasrah, mengambil alih resep dari tangan Junkyu.
"Biar aku yang kerjakan karena kebetulan aku sudah selesai dengan pekerjaanku. Dan kebetulan lagi suamimu datang dan dia sudah ada di depan." Jelas Asahi membuat Junkyu terperangah. Kenapa Haruto ada di sini? Begitulah pikirnya.
Dengan cepat, Junkyu melepas sarung tangannya sertamerta jas putih yang dikenakannya, meletakkannya di sandaran kursi, kemudian keluar ruangan untuk menemui Haruto jikasaja Asahi tidak mencegatnya. "Apa?" Tanya Junkyu bingung.
"Tolong jernihkan pikiranmu, Sensei. Aku bertaruh kalian akan baikan hari ini, traktir aku udon jika itu terjadi." Kata Asahi seraya melepas pegangannya di tangan Junkyu kemudian mendorong punggung atasannya itu pelan. "Pergilah!"
Mata Junkyu mengerling, tidak mendapati sosok Haruto dimanapun. "Junghwan-ah!" Panggilnya pada seorang pemuda yang tengah melayani seorang pasien di meja kasir. Sang empunya nama menoleh. "Nde, ssaem?"
Ssaem = Sensei
"Apa kau me-"
"Ah! Watanabe Haruto-nim? Dia menunggumu di luar." Ujarnya dengan telunjuk yang mengarah pada seseorang yang tengah bersandar di badan mobil. Junkyu tersenyum, setelah mengucapkan terima kasih pada Junghwan -mahasiswa yang sebulan lalu memulai magang di apoteknya- pria berkulit seputih susu itu keluar dari apotek tempat ia bekerja, menghampiri sang suami dengan satu tangan menutupi wajahnya dari silau matahari petang.
"Haru?" Panggil Junkyu sesampainya ia di hadapan Haruto. "Kenapa tidak masuk ke dalam?"
Haruto menegakkan tubuhnya. "Tidak papa, di dalam cukup ramai." Jawab Haruto. "Nanti pulang jam berapa?"
Junkyu menggeleng lemah. "Entahlah, seperti yang kau katakan, hari ini cukup ramai. Memangnya kenapa?"
"Kalau bisa jangan pulang lewat dari jam tujuh malam. Kita akan makan malam bersama." Mata Junkyu membola, senyumnya merekah, Junkyu sama sekali tidak bisa menyembunyikan kesenangannya. Pikirannya melayang pada Asahi yang bertaruh kalau hari ini Junkyu dan Haruto akan berbaikan. "B-baiklah! Aku usahakan!" Serunya semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Still Love Me? || HaruKyu
FanfictionSok di baca aja atuh ^^ . . ©Firlanyachi_2021 Pict on Twitter