02| The Smell Of Rain

11 0 0
                                    

Aroma tanah yang bersentuhan dengan rintik hujan tercium jelas meski kesadarannya sudah diambang batas. Hyera berusaha sekuat mungkin untuk tetap sadar.

Pandangannya mulai buram ketika Hyera mengarahkan atensinya ke bawah. Melihat kepingan kaca dari bingkai foto keluarganya yang telah hancur berserakan. Jemarinya bergerak lemah, hendak meraihnya dengan sisa kekuatan yang ia miliki.

Sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya, sekelebat memori melintas dalam kepala, mengingatkan Hyera pada kejadian di masa lalu.

"Hyera-ya, pergilah! Pergi dari sini!" Menjadi kalimat yang terngiang-ngiang tepat sebelum kedua maniknya terpejam.

[Flashback]

Juni 2003

Jalanan tampak sepi ketika mobil yang dikendarai Hyera dan kedua orang tuanya memasuki sebuah terowongan jalan. Kendati hari belum petang sepenuhnya, tak adanya lampu penerangan saat itu membuat keadaan sekitar terbilang cukup gelap.

Senyum Hyera masih terukir manis sejak terakhir ia bertemu dengan pemuda di ladang dandelion beberapa saat lalu.

Hyera bercerita penuh semangat pada ayah dan ibunya. Cerita mengenai pertemuan singkat yang sungguh berkesan baginya.

"Begini, Bu ...," kata Hyera seraya memeragakan bagaimana cara pemuda itu tersenyum, "Punya lesung pipi sama seperti ku, ahh ... tubuhnya juga tinggi, tinggi sekali," lanjutnya antusias.

Belum sempat sang ibu merespon, ayahnya telah lebih dulu menyela pembicaraan, "Apa dia tampan? Aigoo ... putri ayah sudah besar rupanya."

Tawa bahagia mengiringi sepanjang perjalanan mereka. Kebersamaan yang tercipta memperlihatkan betapa harmonis keluarga kecil Hyera kala itu. Sungguh keberuntungan yang mungkin tak dimiliki oleh semua anak.

"Ayah, kapan kita ke sini lagi? Aku sudah bilang padanya akan kembali," tanya Hyera sembari memiringkan kepala, melihat wajah sang ayah dari kursi belakang tempat duduknya.

"Kapanpun kau mau. Untuk putri kesayangan ayah, apa yang tidak akan ayah lakukan?" jawab ayahnya sembari menoleh sejenak ke arah sang putri. Tentu saja dengan senyum hangat terulas sempurna. Sebuah senyuman yang selalu mampu menenangkan Hyera dalam segala situasi.

Hyera terlampau senang hingga spontan memeluk sang ayah yang sedang menyetir dari belakang. Ia memeluk sayang sosok pria berkaca mata itu seraya tersenyum bahagia.

"Sepertinya hanya ayah yang disayang," ucap sang ibu cemberut.

"Mana mungkin begitu," sangkal Hyera cepat, kemudian merangkul sang ibu dengan sebelah tangannya.

Kebahagiaan terpancar jelas pada raut mereka. Sebuah kebahagiaan yang tak ada satu pun menyangka akan berakhir begitu cepat.

Beberapa detik berlalu. Saat ketiganya sedang asyik berbincang, sebuah cahaya menyilaukan dari lampu kendaraan di depan menyorot ke arah mereka.

Sebuah truk yang berasal dari arah berlawanan mendadak hilang kendali melewati batas jalan, hingga melaju tepat di depan mobil keluarga Hyera.

"Appa!!" pekik Hyera sebelum tabrakan antar dua kendaraan itu tak lagi dapat dihindari.

Dentuman keras terdengar ketika truk bermuatan besar itu menghantam mobil yang ditumpangi Hyera dan orang tuanya.

.

.

.

"Hyera-ya ... Hyera ...." Suara sang ibu terdengar lirih ketika berusaha membangunkan Hyera yang tak sadarkan diri di kursi belakang.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang