23. Jujur ✔

6.1K 304 14
                                    

Saat Bara baru pulang ke rumah, Abel berpura-pura untuk tidak tahu dengan kehadirannya.

Ia sengaja tidak mengacuhkan Bara karena perang dingin akibat semalam yang masih berlangsung.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," dan mau tidak mau Abel harus menjawab dan menyalami tangan suaminya.

Abel kembali duduk dan beranjak sedikit jauh dari jangkuan Bara.

"Kamu udah makan, Bel ?"

Abel mengernyit. Tumben sekali dia bertanya soal itu ?

"Belum."

"Kenapa nggak makan ?"

Abel mendecih. Dia tidak tahu saja jika dirinya itu sangat tidak bisa mencium aroma-aroma menyengat dari rempah-rempahan.

Dan ya Abel lupa jika Bara memang belum mengetahui kehamilannya.

Dan mau tidak mau ia harus menunda rasa laparnya hingga mual di perutnya sedikit reda.

"Nggak laper," bohongnya.

"Yaudah kalau laper cepet makan," lanjut Bara sebelum ia pergi ke kamar mandi.

Sedangkan Abel menatapnya malas.

Ia pikir Bara akan membujuk atau memaksanya untuk makan. Tapi nyatanya, ia malah biasa saja.

Memang benar kata orang, jangan suka berharap terlalu tinggi. Jika realita tak sama dengan ekspektasimu, itu akan sangat menyakitkan.

Ia memilih untuk melanjutkan aktifitasnya bersama buku-buku yang ada di meja belajarnya.

Sedangkan Bara sendiri tengah sibuk dengan ponselnya setelah selesai mandi di jam-jam seperti ini.

Tiba-tiba Abel kepikiran akan suatu hal.

Ia belum sempat menceritakan pada Bara bahwa dirinya tengah mengandung anaknya.

Namun, ketika mengingat kejadian semalam membuatnya enggan untuk bercerita.

Apalagi tahu bahwa Bara tidak ada niatan untuk meminta maaf ataupun membujuknya.

"Revisimu sudah selesai, Bel ?"

Abel langsung gelagapan kala Bara tiba-tiba menatapnya.

"Eh-ehm itu, tinggal setengah jalan," jawabnya.

Ia salah tingkah. Akan memalukan sekali jika sampai ketahuan tengah memandangnya dengan lekat.

Bara mengangguk lantas berjalan menuju kursi di samping tempat Abel berada.

Abel membelalakkan matanya, Bara berjalan mendekat. Dan itu tandanya ia harus siap-siap untuk menahan rasa berdebar dan juga salah tingkahnya.

Karena jika tidak, Bara akan dengan senang hati untuk selalu meledeknya.

"Sampai mana ? Perlu saya bantu ?"

Abel menghela napas lega. Ternyata Bara menghampirinya karena ingin membahas skripsinya.

"Nggak usah," jawab Abel ketus berusaha untuk mengalihkan rasa gugupnya.

"Yaudah. Kalau kesusahan bisa minta tolong sama saya."

"Nggak perlu."

Bara mengernyit. Melihat sikap Abel yang masih saja jutek membuatnya canggung kembali.

Apa ia masih marah mengenai lipstik semalam ?

"Kamu kenapa ?"

"Nggak apa-apa," jawab Abel yang kini mulai menyibukkan diri dan tak menghiraukan keberadaan Bara di sana.

Nightmare Dosen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang