Takdir yang tak di inginkan

223 18 1
                                    

Takdir??
Raya sama sekali tidak percaya akan sebuah takdir di hidupnya, takdir yg membawanya ke sebuah lembah kehidupan kelam yg terlalu dalam. Saat ia masih hidup di dunia yg penuh warna, ia selalu terlihat ceria, penuh cinta, penuh kasih sayang.. Tapi semuanya berubah!

Takdir mengatakan ia sudah tak bisa lagi merasakan indahnya warna² kehidupan, bahkan di saat ia seharusnya menikmati harinya bersama sang kekasih! Warna itu menjadi hitam kelam sekarang, tak ada yg bisa ia lihat lagi.

Ya! Raya gadis cantik, bertubuh hampir sempurna ini sudah tidak dapat melihat warna dunia lagi. Ia buta!

Seakan tak menerima takdir, ia terus menerus menyalahkan kejadian beberapa tahun lalu saat ia kecelakaan dan kedua matanya sudah tak bisa berfungsi lagi.

"Ray.. makan yuk, kamu belum makan dari pagi!" ajak Rama, ayah Raya yg akrab di panggil abah yg juga mengurus Raya selama ini.

"aku ga laper bah!" jawab Raya sembari terus menatap keluar jendela, meskipun ia tak dapat melihat pemandangan di luar sana, namun ia masih bisa menghirup udara segar disana.

"Neng, kamu belum makan apa² dari pagi. nanti kamu sakit." Rama.

"biarin bah, toh ga ada gunanya aku hidup dalam kebutaan gini kan? yg ada nyusahin abah terus." Raya menyeringai seolah meledek pada dirinya sendiri.

Rama masuk ke kamar Raya lalu mengelus lembut rambut Raya yg tergerai panjang.

"neng, kamu ga boleh bicara begitu. abah sayang sm kamu, mama kamu juga pasti sedih kalo tau kamu begini. neng itu semangat hidup abah, abah sama siapa lagi kalo neng ga ada?" Bujuk Rama.

Raya meraba wajah abahnya, seolah ia rindu ingin menatap wajah yg semakin hari semakin tua itu.

"Maafin aku bah, tp aku cape.. aku cape begini terus!" Raya.

"abah akan berikan mata abah untuk kamu." ucap Rama, tak tega dengan keadaan putrinya itu.

"ngga! aku lebih baik mati daripada abah harus ngasih mata abah buat aku. cukup bah! aku ga mau denger kata² itu keluar dr mulut abah lagi." isak Raya.

Sudah beberapa kali Rama mencoba membujuk Raya untuk menerima matanya, namun Raya selalu marah & pergi jika Rama sudah bicara seperti itu.

Meskipun secara diam² memberikan matanya, Raya tidak akan pernah mau terima.

**

Setiap sore, Raya selalu berjalan jalan di sekitar rumahnya dengan bantuan tongkat yg sudah akrab dengannya sejak 3 tahun lalu.

Meskipun buta, namun dia hafal dengan jalanan di area rumahnya. Ia tau berapa langkah menuju taman, berapa langkah menuju jalan raya dan berapa langkah untuk kembali ke rumahnya melalui jalan yg berbeda.

Sedang khusyu menghitung langkahnya tiba² Raya di kejutkan dengan tepukan tangan di bahunya. Tepukan yg sudah sangat di hafalnya, Boy!

Tepukan tiga kali di bahunya itu sudah pasti Boy, sahabat satu² nya yg selalu ada untuk Raya. Meskipun punya banyak sahabat, namun hanya Boy satu² nya sahabat yg paling dekat dengan Raya.

"Hey Boy! ngagetin aja lo. mau ke mana??" tanya Raya sambil menghadap ke Boy.

"mau ke rumah lo, tp kata abah lo lg jalan². yaudah gue nyusul.." jelas Boy. Raya hanya manggut² dengar Boy.

"ahh lo sih ngagetin, gue jd lupa udah brpa langkah ni tadi." Raya.

"ah sory.. yaudah gue anterin, lo mau ke mana emangnya?" Boy.

"gue pengen mie ayam depan komplek, td abah ngasih gue uang 20rb." Raya sambiil meraba uangnya.

"buset ni anak! ga bisa liat dunia, tp lo bisa ngeliat duit ya!" iseng Boy.

"ah elahh,, gue bisa bedain mana duit merah sm mana duit ijo!" Raya.
Boy geleng² doang liatnya.

Sampai di komplek depan, Raya memesan mie ayam kesukaannya. Sambil menunggu, Raya dan Boy duduk sambil ngobrol di bangku.

"Ray.. gue mau ngomong sesuatu." ucap Boy.

"apa? lo ga akan ninggalin gue kan Boy?" tanya Raya khawatir.

Boy diam, ia menatap mata Raya yg teduh. Sebenarnya ia ingin memberitahu keberangkatannya untuk melanjutkan kuliah di Sidney, namun ia tak tega meninggalkan Raya.

"emm engga Ray, gue cuma mau bilang.. baju lo kebalik tuh!" Ucap Boy.

Raya langsung meraba bajunya yg rupanya benar kebalik.

"ah ya ampun Boy, gue malu banget.. gimana dong?" Raya panik.

Boy lalu membuka jaketnya dan memakaikannya pada Raya.

"apaan sih lo!" tolak Raya.

"oh, lo mau balikin baju disini emang? yaudah cepetan, gue liatin!" Boy.

"enak aja lo!" Raya menjitak kepala Boy.

"Ray, Lo jngn² pura² buta ya! letak kepala gue lo tau, duit lo tau! aneh." Boy geleng² kepala. Sekali lagi kepalanya kena jitakan Raya.

**

Pagi ini Raya tengah menatap kosong keluar jendela kamarnya, ia memang tak bisa melihat dunia, tapi ia bisa merasakan bagaimana indahnya dunia. Ia tengah merindukan keadaannya yg dulu, keadaan yg membuat ia bisa melihat dunia yg luas dan penuh warna ini.

"seandainya kejadian itu ngga pernah terjadi." isak Raya.

Setiap hari selama 3 tahun ini ia selalu menyesali takdirnya, bahkan tak jarang ia menyalahkan Tuhan atas apa yg menimpanya. Ia tau, Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambaNya.

Tapi kenapa? Kenapa Tuhan kasih cobaan ini untuknya? Apa Raya termasuk manusia luar biasa sehingga ia di berikan cobaan seberat ini?

"Tuhan ga adil!" teriak Raya tiba².

Boy yg memang sudah berada di ambang pintu kamar Raya sedari tadi langsung masuk saat Raya berteriak seperti tadi. Ia langsung menarik Raya ke dalam pelukannya.

"Ray! lo apa apaan sih? mau sampai kapan lo kaya gini? Lo beruntung masih di kasih kesempatan hidup sm Tuhan. Lo ga nyadar hah? di luar sana masih banyak yg kurg beruntung drpd Lo Ray! Lo ga boleh kaya gini terus, kasian abah!" ucap Boy menenangkan.

"Lo ga pernah ngerasain jadi gue Boy, sakit, perih, gelap! Semuanya gue tanggung sendiri!" Raya histeris.

"gue kehilangan orang tua gue, kehilangan adik gue, gue kehilangan semangat hidup gue saat keluarga gue meninggal dalam kecelakaan pesawat. Apa gue masih beruntung dari Lo? engga Ray! kalo gue di kasih pilihan, gue lebih baik kehilangan mata gue daripada kehilangan keluarga gue." Ucap Boy dengan air mata yg tak bisa di bendung lagi.

Raya diam, mereka sama² terdiam dalam pelukan. Semuanya terasa begitu menyakitkan saat mengingat takdir perih yg harus mereka terima. Namun, di balik itu semua pasti ada hikmah baik yg bisa di petik.

"Lo udah tenang?" tanya Boy lembut.

"Maaf Boy, gue ga bermaksud buat.."

"ssttt.. udah! Lo duduk dulu, gue ambilin minum." Boy.

Boy sudah membawa koper besar miliknya yg akan ia bawa ke Sidney hari ini, rencana untuk berpamitan pada Raya pun ia batalkan. Karna tidak mungkin ia pergi dalam keadaan sahabatnya seperti itu.
Sahabat yg baik!

Bersambung..

TAKDIR HIDUPKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang