Kembali

77 11 0
                                    

Mondy bersandar di tempat tidurnya, kepalanya terasa berat untuk memikirkan bagaimana caranya agar Raya mau kembali padanya.

bagaimana bisa aku melupakanmu jika semua hayalku tertuju padamu.

Jujur ku tak bisa menghindari bayangmu yg sudah begitu lama, mengitari sadarku

Lamunan Mondy, ia betul² lelah menunggu Raya selama ini. Namun ketika Raya telah hadir, semuanya berubah!

"aku harus gimana Ray.. aku takut ketemu kamu, aku takut kamu makin benci, aku takut kamu makin sakit, selama ini aku pikir aku yg tersakiti karna kamu pergi. Tapi ternyata aku salah! Kamu lebih sakit dari aku.. Maaf Ray, maafin aku." Lirih Mondy.

Sementara Boy dan Raya sedang membereskan kembali baju² Raya yg akan ia bawa lagi ke Jakarta, tapi bukannya beres² Raya malah melamun dan membuat Boy heran.

"Kenapa?" tanya Boy sambil merangkul Raya bersandar di bahunya.

"Dia datang lagi, dia datang lagi Boy!" ucap Raya tenang.

"dia? siapa maksudnya?" tanya Boy tak mengerti.

"Mondy! Mondy datang lagi." Raya.

Boy sudah menduganya, jika Raya ke Bandung maka sudah di pastikan Mondy akan menemuinya.

"terus? dia tau lo.." Boy. Raya mengangguk sebagai jawaban, Raya tau yg di maksud Boy.

"gue ga mau ketemu dia lagi Boy, makanya gue pengen balik lagi ke Jakarta." isaknya.

Boy hanya menghela nafasnya sebentar lalu menghapus setetes air mata yg keluar dari mata Raya.

"Lo yakin Ray, lo ga bisa maafin Mondy?" tanya Boy pelan.

"gue benci sama dia Boy, gue terlalu sakit. Kita kecelakaan bareng, tp dia dimana saat gue di rumah sakit? dia kemana saat dokter memvonis gue bahwa gue ga akan bisa melihat lagi? Dia kemana saat gue bener² terpuruk karna keadaan? gue fikir dia lebih parah dari gue karna dia ga ada nemuin gue, gue bener² terpuruk saat itu."

"Sampai akhirnya ada seseorang yg bilang bahwa Mondy baik² aja dan dia pergi saat tau gue buta! dan sejak saat itu, gue anggap Mondy udah mati!" Jelas Raya memutar kembali memori menyakitkan 3 tahun lalu.

Air matanya terus saja mengalir, ia tak kuasa mengingat kembali masa² kelamnya. Kini saat semuanya hampir baik² saja, Mondy datang lagi seolah mengorek luka lama yg hampir kering dan mencoba menyirami lagi dengan air garam.

**

Semuanya sudah siap, tinggal menunggu Raya mandi saja.
Boy menunggu di bawah, di teras rumah Raya.

Merasa ada yg mengawasi, Boy pun mencari tau siapa org yg sedang memperhatikannya.

Boy menepuk pundak org yg diam membelakanginya, ketika org itu menoleh pada Boy, keduanya sama² terkejut.

"Mondy!!" ucap Boy kaget.
Mondy mengisyaratkan tangannya ke bibir Boy agar Boy diam dan tidak berteriak.

"Boy, sstt.. bisa lo jangan berisik?" bisik Mondy.

"oke.. Lo ngapain disini?" tanya Boy.

"gue pengen Raya maafin gue, plis Boy bantu gue. Gue sayang banget sm dia, selama ini gue.."

Mondy tak melanjutkan kata²nya karna ia melihat Raya keluar dari rumahnya.

"kalian mau ke mana?" Tanya Mondy.

"kita mau balik ke Jakarta, sory Mon gue ga bisa bantu Lo." kata Boy lalu pergi meninggalkan Mondy.

Mondy menghampiri Raya yg sedang berjalan pelan menuju mobil Boy.

"Ray.." panggil Mondy lembut.
Raya tau siapa itu, tak menghiraukan panggilan Mondy.
Ia pura² tuli.

"Ray, plis.. dengerin aku!" Mondy menggenggam tangan Raya.

"Boy? Lo dimana?" teriak Raya mencari Boy. Boy hanya diam, ia memberi kesempatan pada Mondy untuk bicara dengan Raya.

"Ray,, aku tau kamu ga tuli, jadi plis dengerin aku." Mondy.

"gue emang ga tuli! gue itu buta! dan itu semua gara² Lo!" ucap Raya.

Hati Mondy bagai di sambar petir ketika pernyataan itu keluar dari mulut Raya, memang dia yg menyebabkan kecelakaan itu tapi demi apapun Mondy bukan sengaja.

"ya aku tau, maka dari itu aku mau tebus semua kesalahan aku. plis Ray, kasih aku kesempatan buat nebus semuanya." mohon Mondy.

"gue harus pergi! Boy, lo ada disini kan? kita harus pergi sekarang." Raya.

Boy dengan terpaksa membawa Raya pergi jauh dari Mondy, ia sebenarnya ingin membantu Mondy namun ia tak yakin Raya akan memaafkan Mondy setelah apa yg terjadi.

"sorry Mon, gue harus bawa Raya pergi." Pamit Boy sambil menepuk bahu Mondy.

Tak ada yg bisa Mondy lakukan sekarang, ia hanya bisa menyerah dan pasrah.

Aku menyerah. gumamnya.

"maaf Mon, aku ga bisa! aku ga bisa maafin kamu meskipun aku masih sangat mencintai kamu." batin Raya dalam tangisnya.

Boy melirik Raya yg terisak, ia mengelus lembut rambut panjang Raya.

**

Sesampai mereka di Jakarta, Raya langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengurung diri disana.

Tak menghiraukan Boy yg sedari tadi mengejarnya dan menceramahinya.

"Ray, lo kenapa sih.. keluar gga!" Boy.

"gue pengen sendiri Boy, lo pulang aja. Makasih udah jemput gue." teriak Raya dari dalam kamarnya.

Boy pun menyerah, toh Raya juga tidak akan melakukan hal yg aneh kan.

Sementara itu, setelah kepulangan Boy dr rumah Raya.

Terlihat seseorang turun dari mobil mewahnya, seorang laki² tampan. Siapa lagi kalo bukan Mondy? Dengan kacamata hitam yg di pakainya membuat Mondy terlihat semakin tampan saja, rupanya dia mengikuti mobil Boy sejak di Bandung tadi.

"ini rumah siapa? kenapa mobil Boy pergi lagi?" batin Mondy.

Kakinya ia langkahkan untuk mengetuk pintu rumah Raya, dengan perasaan aneh, deg degan, dan entahlah apalagi yg Mondy rasakan.

Tok Tok Tok

Pintu pun terbuka, seorang wanita paruh baya yg sangat di kenal Mondy datang membukakan pintu. Wanita itu sangat terkejut melihat Mondy.

"ah.. ko? haan.. hantu?" bi Ira gagap di depan Mondy.

"hantu? bi,, bibi masih ingat saya kan? ini saya pacarnya Raya yg dulu." jelas Mondy.

"tt.. taa.. tapi den Mondy kan sudah meninggal?" bi Ira. Mondy terhenyak dengan pernyataan bi Ira.

"jadi Raya bener² udah anggap gue mati? Sampai bi Ira pun bilang gue udah mati." batin Mondy.

Setelah Mondy menceritakan semuanya pada bi Ira, barulah bi Ira mempersilahkan Mondy masuk.

"den mau ketemu neng Raya?" bi Ira.
Mondy menggeleng sambil tersenyum miris.

"engga bi, aku ga mau bikin Raya nangis lagi. Aku kesini cuma mau titip ini aja buat Raya, tapi plis jangan bilang dari aku ya bi. Dan tolong bibi bacakan nanti suratnya di depan Raya, kapan² aku kesini lagi bi." jelas Mondy.

Bi Ira mengangguk mengiyakan.
"oya bi, bibi ada nomr hp? biar nanti kalo aku ada perlu aku bisa hubungi bibi." Mondy.

"ada den, ini nomor bibi." jawab bi Ira sambil mengutak atik hp nya mencari nomor.

Setelahnya Mondy pun pamit pulang.



Bersambung.

TAKDIR HIDUPKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang