DH-3

128 27 5
                                    

Suara mesin mobil terdengar berhenti dipekarangan rumah sederhana milik Lana. Iya, memang rumah Lana bukan rumah kedua orang tuanya. Lana memutuskan untuk menggelar acara lamaran dirumahnya saja, karena bagaimanapun rumah kedua orang tuanya sangat jauh.

Sepertinya semenjak berjumpa dengan Gama, hidup Lana dirundung dengan rasa cemas dan gugup dalam waktu yang bersamaan. Lana sudah anggun dengan baju kebayanya yang senada dengan sang ibu. Sedang ayah dan adiknya memakai baju batik.

Zayna dan Junia juga datang untuk membantu menyiapkan makanan yang tidak terlalu banyak namun cukup melelahkan jika hanya dikerjakan seorang diri. Saat sedang dilanda kegugupan, Lana dapat melihat tangan sang ibu yang terurulur padanya. "Udah datang kayanya, ayo, kita sambut dulu" Lana tersenyum, ia kemudian menyambut tangan sang ibu yang sepertinya sama dinginnya dengan tangan Lana.

Lana, ayah, adiknya yang masih berusia 13 tahun serta sang ibu sudah berada di depan pintu, mereka membukanya dengan perlahan. Tampaklah keluarga Gama yang dihadiri sang ibu, dua kakak perempuan Gama yang saatu lagi, Lana ketahui bernama Sofi juga satu adik laki-laki Gama, Ali.

Lana tersenyum, lalu mempersilahkan 'tamunya' untuk masuk, Lana melirik kedua sahabatnya yang ada diambang pintu dapur. Keduanya kemudian berjalan kearah Lana dan membantu mengangkat seserahan yang dibawa Gama dan meletakannya di ruang tamu, lalu keduanya duduk tidak jauh darisana, sekalian menguping.

Gama dan sang ibu mulai duduk dan berbasa basi, Lana menatap Gama untuk waktu yang lumayan lama. Ia kagum dengan kelugasan Gama berbicara, bahkan lelaki itu dengan mudahnya berbaur dengan ibu, ayah serta adik Lana.

"Ntar Lan, liatinnya entar pas udah nikah biar puas" goda sang ibu, Lana mengerucutkan bibirnya tanda protes pada sang ibu yang membuat gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Termasuk Zayna dan Junia, mereka tidak menyangka bahwa Lana yang akan melepas masa lajangnya. Padahal gadis itu tidak pernah terlibat asmara dengan siapapun.

Zayna dan Junia bangkit dari tempatnya, mereka akan menghidangkan minuman untum tamu-tamu sang sahabat. Biarlah hari ini mereka menjadi pembokat Lana, sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat saat masih menginjak kelas dua SMA dulu. Bahwa siapapun yang menikah lebih dulu, maka yang dua lagi harus menjadi pembokat selama acara berlangsung.

Setelah cukup berbasa-basi, tiba akhirnya kalimat yang memang dinantikan oleh semua orang terutama Lana. "Saya datang kemari bukan hanya ingin bersilaturahmi pak, bu" ujar Gama memulai percakapan seriusnya, Gama menatap Lana yang gugup.

Jujur saja, ia juga sangat gugup. Gugup yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, gugup yang tidak bisa ia deskripsikan bagaimana rasanya.

"Saya berniat baik untuk meminang anak gadis bapak dan ibu, mungkin Lana sudah memberitahu sebelumnya" lanjut Gama dengan menatap mantap pada kedua orang tua Lana.

"Lana sudah memberitahu kami, nak. Kami juga sudah tahu tentang nak Gama dari cerita Lana. Kalau ibu dan bapak sih menerima, namun yang akan menjalankan hubungan adalah Lana dan nak Gama. Jadi ibu serahkan ke Lana"

"Gimana Lana?" tanya Gama dengan suaranya yang khas.

Lana menggigit bibir bawahnya dan berpikir, kenapa sang ibu tidak langsung saja mengatakan bahwa Lana menerima! Kenapa harus dilempar lagi?!

Lana tersenyum, masih mengigiti bibir bawahnya lalu mengangguk mengisyaratkan bahwa ia menerima lamaran Gama. Membuat kedua keluarga tersebut semringah begitupula dengan kedua sahabat Lana yang sedari tadi menguping.

"Gue kapan coba?!" pekik tertahan Junia, Zayna terkekeh, namun matanya tidak lepas dari raut wajah Gama yang tampak lesu lalu berubah semringah kembali saat sang ibu menggodanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang