Kondisinya masih kritis walaupun operasi sudah berjalan lancar. Risa hanya bisa duduk di sampingnya dengan masih menangis dan menatap tengil Marvin yang kini tak berdaya.
Theo masuk ke dalam ruangan dengan membawa makan malam, ia melihat Risa terus bersedih karena Marvin tak kunjung sadar. Ia di minta untuk makan tapi menolak.
"Aku tidak bisa makan di saat Marvin belum sadar juga," ucap Risa yang dengan lemah menemani Marvin.
"Dokter bilang dia akan sadar beberapa jam lagi. Kamu makan dulu," ucap Theo dengan menarik pelan tangan gadis itu untuk makan terlebih dahulu.
Risa hanya diam menatap makanan yang di beli Theo, pemuda itu membuka kotak makanan. Gadis itu terdiam ketika Theo akan menyuapinya.
"Aku-"
"Makanlah walaupun sedikit." Sela Theo membuat gadis itu akhirnya makan juga.
Makanan enak pun terasa sangat hambar dalam situasi seperti ini. Jika tidak ia suapi mungkin gadis itu tidak akan menyentuh makanan itu dan hanya menatap makanan itu sampai dingin.
Risa sampai pagi tidak tidur menunggu pemuda itu sadar. Meskipun, Theo memintanya untuk tidur dan biarkan dia yang menjaga Marvin. Jelas sekali Risa menolak dan tidak mau tidur.
"Kenapa kamu lama sekali sadarnya hah!" Teriak Risa saat Marvin akhirnya sadar.
Saat, kesadarannya belum sepenuhnya sadar dia dapat mendengar jelas teriakan Risa. Ia menatap jelas kakak iparnya yang menangis di depannya.
"Aku tidak mati kenapa menangis seperti itu," ucap Marvin yang sadar sepenuhnya walaupun masih merasakan sakit di seluruh tubuhnya.
"Memangnya aku harus menunggumu mati baru aku menangis," ucap Risa menangis histeris membuat Marvin menghela nafas berat.
"Aku baik-baik saja. Hentikan tangisanmu itu," ucap Marvin dengan menghapus air matanya Risa yang sangat deras membasahi pipinya.
Theo baru datang melihat adiknya sudah sadar dan melihat bagaimana dia memenangkan Risa yang terus menangis. Apakah perasaannya wajar melihat kedekatan mereka membuat sedikit ada rasa cemburu.
Adiknya yang sudah tumbuh besar bahkan bukan anak kecil lagi. Tapi, pemuda tampan yang semakin tumbuh dewasa dan melihatnya bersikap baik pada Risa membuatnya sedikit tak suka.
.
.
."Bukankah kamu takut suntikan bagaimana caranya kamu mendonorkan darahnya padaku? Pasti kamu berbohong padaku," ucap Marvin dengan entengnya membuat Risa kesal.
"Matamu. Nih buktinya," ucap Risa dengan memperlihatkan bekas pengambilan darah pada pemuda itu.
"Serius kamu melakukannya." Kata Marvin dengan wajah tengilnya.
"Setelah ini, aku akan menyita motormu. Sudah bagus Kakakmu menyitanya, ngapain aku memberikannya padamu lagi." Celetuk Risa membuat pemuda itu tersentak kaget.
"Janganlah. Itu motor kesayanganku, aku tidak bisa hidup tanpanya." Kata Marvin yang terlalu dramatis itu.
"Jika tidak mau di sita. Kamu harus dengar apa yang ku katakan," ucap Risa yang kesal dengan kecerobohannya.
"Baik, siap tuan putri." Kata Marvin yang takut sekali jika motornya di sita.
Theo yang hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka. Ternyata sedekat itu hubungan adiknya dengan Risa, sampai dia merasa jika adiknya adalah saingannya. Memangnya boleh dia berpikir seperti itu pikir Theo.
"Apa kamu tidak senang aku sadar? Sejak tadi, kamu hanya diam saja di pojokan." Celetuk Marvin melihat kakaknya yang hanya diam.
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi," ucap Theo membuat adiknya naik darah.
Perasaan Theo yang sedang tidak baik-baik saja, dia beranjak berdiri memilih keluar dari ruangan. Marvin ingin sekali menghajarnya, karena kakaknya sama sekali tidak terlihat khawatir dengan kondisinya.
Langkah kaki Theo berhenti saat melihat seseorang di koridor rumah sakit. Dia yang berharap sejak kejadian itu jika dia tidak mau bertemu dengannya dalam kebetulan manapun. Kini, Tuhan mempertemukannya kembali dengan Salsa mantan istrinya.
"Theo," ucap gadis yang berdiri tak jauh dari Theo.
Salsa menatap pemuda yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya dan menjadi warna di kehidupannya. Orang yang menjadi alasan dia semangat pergi ke sekolah dan menjadi salah satu dari sekian banyak gadis yang beruntung bisa mendapatkan Theo.
"Ternyata benar itu kamu Theo," ucap Salsa ketika perlahan mendekat ke arah pemuda itu dan berdiri di hadapannya.
Sepasang mata Salsa berkaca-kaca bisa di pertemukan kembali dengan mantan suaminya yang masih dia cintai itu. Ada alasan yang membuat dia harus terpaksa meninggalkan Theo.
Theo yang sudah terlanjur sakit hati ia memilih untuk pergi di bandingkan harus bicara dengannya. Salsa menahannya dengan memegang lengannya, ketika pas Risa mencari keberadaan Theo lalu menemukannya.
"Kamu benar-benar melakukannya," ucap Salsa yang tidak di mengerti oleh Theo sendiri.
"Maksudmu?" tanya Theo dengan nada datarnya.
"Jika kita berpisah kamu tidak akan memotong rambutmu." Mendengar jawaban Salsa membuat gadis yang menatap mereka tertegun.
Orang yang bersamanya saat ini adalah mantan istrinya, sehancur apakah Risa ketika melihatnya. Dia dapat melihat dan mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Kenapa harus di situasi seperti ini mereka di pertemukan.
Saat, mereka berpacaran ketika SMA pernah Theo mengatakan, jika sampai hubungan mereka berakhir ia akan memanjangkan rambutnya. Risa hanya bisa terdiam tahu alasan di balik rambut panjang suaminya.
"Begitupun sebaliknya. Aku akan memotong rambutku jika kita berpisah," ucap Salsa dengan menjatuhkan air matanya.
Perkataan mereka beberapa tahun lalu seperti menjadi kenyataan. Sama-sama memiliki janji pada akhirnya terbukti, keduanya menepati janji itu.
"Jika kita memilih berjanji tidak akan meninggalkan satu sama lain waktu itu. Apakah kita akan menepatinya?" tanya Salsa menambah kesedihan dalam diri Risa.
Risa menjatuhkan air matanya ketika harus menyaksikan pertemuan kembali Theo dengan masa lalunya. Dia berjalan pergi meninggalkan mereka dan tak mau mengganggu.
Hatinya seperti jatuh sejatuhnya ketika harus mendengar perkataan Salsa. Ternyata selama ini Theo masih bersama masa lalunya. Mungkin, saat ini Theo hanya mencoba melanjutkan hidupnya bukan mencintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In The Past
Teen FictionAku hanya punya cinta untuk mempertahankan rumah tangga kita. Mungkinkah, cinta yang ku miliki dapat mengubahmu untuk mencintaiku balik. ~Risa Adrianii