BAB 6 TUGAS UNTUK TRIO

80 17 0
                                    

HANS cepat-cepat disuruh ke telepon umum di pinggir jalan raya untuk memanggil polisi. Dan sepuluh menit kemudian polisi sudah datang. Seluruh rumah diperiksa, dari ruang loteng sampai ke ruang bawah tanah. Tapi tidak ada sesuatu pun yang ditemukan - kecuali ketiga jejak kaki yang hangus di lantai dapur.

Officer Haines mengendus bau jejak-jejak itu. Ia juga melakukan pengukuran. Dicongkelnya sedikit linoleum yang

hangus terbakar, lalu dimasukkannya ke dalam sebuah sampul. Petugas polisi itu menatap Jupiter dengan pandangan dingin. "Jika ada sesuatu tentang urusan ini yang kauketahui, tapi tidak kaukatakan pada kami -" katanya dengan sikap curiga.

Tapi Bibi Mathilda langsung memotong.

"Omong kosong!" tukasnya. "Mana mungkin Jupiter bisa mengetahui sesuatu yang tidak kami ketahui? Sepanjang hari ia ada bersamaku, dan tadi ia baru saja turun untuk membantu.

Mrs. Dobson memasukkan belanjaan, ketika tahu-tahu muncul anu - eh, jejak-jejak itu."

"Oke, oke," kata petugas polisi itu. "Cuma ia selalu saja kebetulan hadir, jika ada suatu kejadian, Mrs. Jones." Haines memasukkan sampul berisi cukilan linoleum hangus ke dalam kantungnya.

"Jika saya ini Anda, Mrs. Dobson," katanya, "saya akan keluar dari sini, dan kembali ke hotel."

Eloise Dobson duduk terhenyak, lalu menangis. Sedang Bibi Mathilda menggeratak dengan geram. Diisinya sebuah cerek dengan air, untuk membuat teh panas. Ia yakin, tidak banyak kesulitan dalam hidup ini yang tidak bisa diperingan dengan secangkir teh panas.

Polisi kembali ke markas besar mereka. Tom dan Jupiter pergi ke halaman depan yang luas, lalu duduk di jenjang tangga, di antara kedua guci besar.

"Aku cenderung berpendapat bahwa kata Hans tadi benar," kata Tom. "Bisa saja kakekku sudah meninggal dunia, lalu..." "Aku tidak percaya pada hantu," kata Jupiter tegas. "Bukan itu saja - aku pun tidak percaya bahwa kau percaya hantu itu ada. Lagi pula, Potter kan sudah begitu repot bersiap-siap

menyambut kedatangan kalian. Untuk apa ia kini kembali dan menakut-nakuti ibumu dengan cara seperti tadi?"

"Aku juga takut," kata Tom terus terang. "Jika kakekku masih hidup, di mana ia sekarang?"

"Paling akhir kita ketahui, ia ada di bukit," kata Jupiter. "Tapi kenapa?" tanya Tom.

"Alasannya tergantung dari banyak hal," kata Jupiter. "Berapa banyak sebenarnya yang kauketahui tentang kakekmu?" "Tidak banyak," kata Tom dengan jujur. "Cuma yang kudengar dari ibuku saja. Sedang ia sendiri juga tidak banyak tahu tentang Kakek. Salah satu di antaranya ialah bahwa dulu namanya bukan Potter."

"Ah!" kata Jupiter. "Aku pun sudah sering bertanya-tanya dalam hati tentang itu, karena rasanya terlalu kebetulan - pembuat tembikar bernama Potter."

"Kakek sebenarnya berasal dari Ukraina, di sebelah timur Eropa. Tapi ia sudah lama pindah ke Amerika Serikat," kata Tom. "Datangnya kemari kalau tidak salah tahun 1931. Nama sebenarnya banyak huruf 'c' dan 'z', sehingga orang sini tidak mampu menyebutnya. Ia bertemu dengan nenekku ketika ia sedang mengikuti kursus kerajinan tembikar di sebuah sekolah malam di New York. Nenekku tidak ingin menjadi Mrs.... Mrs....

ah entah siapa nama sebenarnya, dan karena itu Kakek lantas mengganti namanya dengan Potter."

"Nenekmu orang New York?" tanya Jupiter.

"Kalau aslinya, bukan," kata Tom. "Ia dilahirkan di Belleview, seperti kami juga. Ia pergi ke New York, dengan maksud hendak menjadi perancang busana - atau semacam itulah!

Kemudian Nenek berjumpa dengan pria bernama Alexander

Anu itu lalu menikah dengannya. Kurasa waktu itu Kakek belum punya kebiasaan mengenakan jubah panjang berwarna putih.

(15) TRIO DETEKTIF: MISTERI JEJAK MENYALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang