°°°°°
"Seharusnya kamu tidak melakukannya! Sudah aku peringatkan!"
°
"Sekarang siapa yang akan bertanggung jawab?"
°
"Kamu pembunuh!"
°
"Ini akan beresiko tinggi, Ra. Aku tidak mau kalau sampai kamu gagal. Begitu pun aku,"
°
"Sekarang sudah tidak bisa diubah!"
°
"Semua ini kamu penyebabnya!"
°
"Apa yang sudah kamu lakukan terhadap mereka?!"
°
"Aku akan bantu kamu, terlepas dari apa pun itu konsekuensinya."
°
"KAMU PEMBUNUH!!"
°
"Selamat, sekarang kamu telah sampai pada situasi yang harus kamu terima."
°°°°°
Rara terisak di sudut kamarnya dengan berbalut pakaian basah, yang kini ikut membasahi karpet di bawahnya. Ia sengaja menggigit keras tangannya agar suara teriakan yang dihasilkan terredam, tapi ia tidak merasakan sakit sama sekali padahal tangannya sudah berdarah akibat gigitan tersebut.
"Rara, buka pintunya," ucap Mika dari luar ruangan sambil terus menerus mengetuk pintu. "Dengarkan penjelasan aku."
Tangisan Rara semakin menjadi akibat bujukan Mika sedari tadi.
"Rara, please, jangan menangis. Jangan lukai diri kamu sendiri. Aku akan dobrak pintunya kalau kamu tidak keluar."
°°°°
"La, aku baru saja beli suki kesukaan kamu. Ada di atas meja makan, kalau kamu mau," Rara menutup pintu rumah ketika Lala baru saja masuk.
Dengan gerakan malas, Lala melepaskan sepatunya dan kembali melangkah tanpa membalas ucapan Rara.
"La, makan dulu, ya. Kamu baru saja pulang kerja, pasti capai. Nanti sukinya dingin," ucap Rara mengikuti langkah Lala menuju ke kamarnya.
Lala membalikkan posisinya menghadap Rara. "Aku rasa, aku akan pindah dari rumah ini."
Bak sebuah petir menamparnya, terkejut, mimik wajah Rara berubah menjadi sendu. Seperti melontarkan pertanyaan "kenapa?" kepada Lala, ia tidak bisa menahan air matanya yang tiba-tiba jatuh.
"Aku tidak mau bersama kamu dan Ayah. Urus saja hidup kalian sendiri. Biar ku susul Bunda dan menemaninya," jawab Lala dengan ketus tanpa perasaan. Ia kembali berbalik dan masuk ke dalam kamarnya sambil menutup pintu dengan keras.
°°°°°
Rara menahan tawanya ketika Rio baru saja menjelaskan presentasi ala-alanya kepada Rara, tentang mesin waktu yang ia ciptakan -meski belum seratus persen terbuat.
"Apa ada yang lucu? Ada yang salah?" tanya Rio dengan suara nyaris tidak terdengar.
"Serius? Kamu akan ciptakan mesin waktu?" tanya Rara kembali sambil tertawa. Namun, karena Rio kini memasang wajah tersinggungnya, maka Rara segera menghentikannya. "Oke, oke. Sorry, karena sudah menertawakan gagasan kamu.
Rio, listen to me. Aku tahu kamu seorang fisikawan laboratorium tergengsi di kota ini, di negeri ini. Aku juga tahu prestasi kamu saat di universitas, aku hargai, tak aku ragui juga. Aku percaya kamu hebat. Kamu punya isi otak yang tidak dimiliki orang banyak. Tapi, Rio. Nyatanya, manusia berjalan dalam segaris waktu dari waktu sekarang ke masa depan. Akan terus seperti itu, sampai kapan pun."
Kali ini Rio yang menahan tawanya karena pendapat yang Rara katakan. Dan itu berhasil membuat Rara kembali diam dan memasang wajah bertanyanya.
"Aku tahu. Tapi, tidak banyak pula orang berpikir, bagaimana jadinya jika menciptakan garis baru."
Rara lebih memilih untuk tidak mendebatnya.
"Untuk apa kamu menciptakan mesin waktu?"
Rio terlihat sedikit berpikir. "Eksperimenku."
°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME REMNANT
Science FictionSephora Coba aku ingin bertanya, apakah semua orang berhak untuk memperbaiki kesalahannya di masa lalu? Masa depanku sudah hancur, tidak beraturan, retak. Dan itu semua akan ku perbaiki apa pun caranya. Karena semua orang berhak untuk menerima masa...