Bab 3: Short Morning

107 14 0
                                    

Kaila

Hari ini adalah hari Minggu. Dan waktunya malas-malasn. Aku membuka mata dan melihat Johnny sudah terbangun dan perlahan tersenyum ke arahku. Aku tersenyum lebar dan memeluk lehernya lalu menciumnya beberapa kali. Sebelum aku menarik badanku, tangannya memegang punggungku dan memelukku erat lalu balas menciumku. Kami tertawa kecil di tengah ciuman. Aku membelai rambut panjangnya dan meremasnya lembut, membuatnya sedikit mengerang dan aku tahu dia menyukainya.

Sekarang dia ada di atasku, mengunci badanku yang ada di bawahnya dengan kedua tangannya yang ada di kedua sisi kepalaku, masih menciumku. Aku memiringkan kepala dan mengeluh pelan ketika bibirnya mencium leherku dengan lembut. Tanganku hendak membelai rambutnya tapi dia langsung memegangnya dan mengunci tanganku di atas kasur. Aku menatapnya dengan kening beraut sedangkan dia menunjukkan smirk-nya sebelum dia mengecup bibirku lagi.

Dia mencium rahangku dan aku tiba-tiba merasa nervous ketika dia berbisik,

"Morning sex?"

Tanpa pikir panjang, aku menganggukkan kepala. Dia tersenyum kemudian melepas kausku dengan cepat sebelum dia melepas miliknya. Dia mendekat dan menciumku lagi, dia tetap menciumku dengan tangannya yang sekarang sudah di belakangku dan melepas kancing bra-ku dengan lihainya. Dia melepas bra-ku dan aku tersenyum ketika dia membelai payudaraku dengan ibu jarinya. Tanganku akhirnya memegang lehernya ketika dia mencium belahan dadaku, membuatku sedikit mengerang dan aku akhirnya mendesah lembut ketika mulutnya mencium putingku dan menyesapnya lembut. Dia melakukannya berulang kali dan membuatku terus mendesah.

"Suka?" tanyanya halus.

Aku mengangguk dan dia menatapku.

"Suka?" nadanya ssedikit tegas.

"I-iya, suka," jawabku dengan lemah.

Dia tersenyum tipis kemudian melakukannya beberapa kali.

Pipiku memanas, mataku terpejam dan aku terus menerus mengeluh pelan ketika mulutnya bermain-main dengan putingku. Jemariku menyeka lembut rambutnya dan meremasnya sedikit ketika dia menghisap putingku sedikit keras.

Akhirnya dia berhenti dan menciumku lembut. Ciumannya lembut di awal dan liar di akhir. Kemudian dia berhenti untuk melepas celananya sebelum dia melepas celanaku juga. Sekarang tidak ada sehelai benang pun di kulit kami. Aku sudah lama tinggal dengannya tapi tetap saja aku merasa malu ketika dia benar-benar telanjang seperti ini.

Dia tersenyum ketika aku mulai terlihat gugup, dia berbisik di telingaku, memberitahu kalau dia akan masuk ke dalamku. Aku mengangguk sambil memeluk lehernya. Nafasku tertahan, dan dia mengeluh ketika dia mulai memasukkan kejantanannya ke dalamku. Setelah masuk, dia menarik badannya dan tersenyum ke arahku.

"Besar, ya?"

Kami sama-sama tertawa sebelum dia memegang pinggangku dan mulai menggoyangkan pinggangnya. Aku menghela nafas sebelum akhirnya mendesah lembut sambil berpegangan pada lengan besarnya. Aku menatapnya dan tatapannya membuatku semakin jatuh cinta padanya... lagi, lagi dan lagi. Aku menariknya pelan dan menciumnya.

Aku mendesah di tengah ciuman dan aku tahu dia menyuakinya.

Pinggulnya bergerak sedikit lebih cepat sebelum akhirnya dia bermain kasar. Kedua tangannya memeluk badanku, membuat badan kami menyatu dan dia mulai menghujamku lebih cepat. Aku mendesah lebih keras, mengeluh lebih tepatnya dan dia menggeram di telingaku. Dia membisikkan kata-kata dirty di telingaku dan membuatku terangsang lagi. Aku merengek kesakitan sekaligus menikmati hujaman demi hujaman yang dia berikan. Dia mencium leherku berkali kali, membuatku merengek dan mengeluh manja lagi.

Kamar kami dipenuhi erangan, desahan dan kalimat pujian yang kami lontarkan satu sama lain.

Beberapa saat berlalu dan hujamannya semakin cepat, dia menjadi sangat kasar dan aku tahu kalau dia akan mencapai klimaks, begitu juga aku. Dia mengunci kedua tanganku di atas kepalaku, kedua matanya yang tajam menatapku, membuatku berdebar tapi semakin jatuh hati padanya.

"Di dalam?" bisiknya.

Aku mengangguk.

Dan tepat bebarapa saat setelah itu, dia menarikku dan memelukku sangat kencang. Kami akhirnya mencapai klimaks bersamaan. Dia menggeram tepat di telingaku sambil memelukku lebih erat dan aku mendesah keras di sebelah telingannya.

Kami terengah-engah, aku meletakkan kepala di bahunya dan dia menyandarkan pipinya di atas kepalaku. Dia akhirnya menidurkanku, dia mencium keningku, pipiku dan bibirku. Aku mengeluh lagi ketika dia menggoyangkan pinggangnya lagi, membuat kejantanannya menghujamku lagi.

"Stop," pintaku.

Bukan Johnny namanya kalau hanya bermain satu kali.


***


The Best HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang