Mayang memandang nanar Bu Fatma. Ada pengertian samar yang perlahan masuk dalam benaknya. Hal pertama yang ingin ia lakukannya segera adalah kabur! Mayang berlari ke arah pintu. Herannya tidak ada seorang pun yang menahannya. Mereka semua malah tertawa. Padahal tidak ada hal lucu yang perlu mereka tertawakan. Dengan tangan gemetaran, Mayang memutar gagang pintu. Terkunci! Pantas saja mereka semua tertawa. Karena mereka sudah tau kalau perbuatannya itu sia-sia belaka.
"Sudahlah, Mayang. Terima saja takdirmu. Mulai hari ini, pintar-pintarlah kamu membawa diri. Bahagia atau sengsaramu di sini, kamulah yang menentukannya. Ibu pergi dulu." Bu Fatma melenggang pergi begitu saja, setelah salah seorang pengawal si ibu menor mengeluarkan serenceng kunci. Saat pintu dibuka dan Bu Fatma keluar, Mayang ikut menghambur ke arah pintu. Namun usahanya sia-sia. Secepat pintu dibuka, secepat itu pula pintu ditutup. Kini hanya tinggal lima orang saja di dalam ruangan. Si ibu menor pemiliknya. Empat orang pengawal si ibu menor, dan dirinya sendiri. Mayang mengkeret saat si ibu menor mendekatinya.
"Kamu tidak usah ketakutan begitu, Mayang. Nama kamu Mayang 'kan? Santai saja. Seperti yang telah kamu dengar tadi, saya adalah pemilikmu. Bahasa gampangnya adalah mucikarimu. Panggil saja saya dengan sebutan Mami Elsye." Wanita menor yang bernama Elsye tersebut, menghampiri Mayang. Mata tajamnya yang diberi celak hitam, memandang Mayang dingin.
"Mulai hari ini, apartemen ini adalah rumahmu. Di sini, kamu akan tinggal dengan tujuh orang wanita penghibur lainnya. Khusus hari ini kamu boleh libur. Karena hari ini kamu akan ditatar khusus oleh para seniormu tentang tata cara memuaskan tamu. Tetapi besok kamu sudah harus bekerja. Mengerti?"
"Tidak mau! Saya ingin pulang! Saya bukan milik siapa-siapa. Buka pintunya. Buka!" Mayang panik. Ia memutar-mutar gagang pintu sekuat tenaga. Ia tidak mempedulikan kata-kata Mami Elsye. Mami Elsye itu bukan siapa-siapanya. Ia tidak harus mendengarkan perkataannya.
"Jaya, Abdul, beri anak ini sedikit pelajaran. Kalau setelahnya ia masih membangkang, kurung dia di ruang khusus sampai dia menyerah. Ingat, jangan beri dia apapun sampai besok pagi. Saya ingin melihat. Sampai berapa lama ia sanggup membangkang."
Mami Elsye mendekati pintu. Seperti saat Bu Fatma keluar tadi, salah seorang pengawal dengan segera membuka pintu. Dengan cepat Mayang bergerak. Ia ingin ikut keluar. Namun seorang pengawal yang dipanggil Jaya, menahan laju tubuhnya. Mayang tidak mau menyerah. Dengan beringas ia berusaha melepaskan diri dari sang pengawal. Sang pengawal yang marah, membopongnya di punggung seperti sekarung beras. Mayang yang tidak mau menyerah, memukuli punggung si pengawal. Ia berteriak, memukul sembarang, hingga menggigit keras tangan si pengawal. Si pengawal yang kesakitan menurunkan Mayang dari punggungnya. Sebagai balasan atas kenekadannya, sang pengawal menamparnya keras bolak balik. Mayang terbatuk. Ia merasa kedua pipinya nyeri dan panas. Selain itu, ia mencecap rasa asin darah. Namun Mayang masih belum mau menyerah. Ia kembali menerjang ke depan, saat bayangan Mami Elsye berkelebat melewati ambang pintu.
"Tunggu! Jangan tinggalkan saya di sini! Saya mau pulang!" Mayang kembali berteriak histeris. Ia ketakutan. Bagaimana nasibnya jika ia terkurung di sini? Lebih dari itu, ia sedang hamil. Akan jadi apa kandungannya nanti saat ia harus bekerja? Senaif-naifnya dirinya, ia tahu akan dijadikan apa ia di sini. Namun teriakannya sia-sia. Mami Elsye dan dua orang pengawalnya telah pergi. Meninggalkannya di apartemen dengan Jaya dan Abdul yang sadis. Ketakutan memikirkan nasibnya, Mayang kembali menjerit-jerit histeris seraya menggedor-gedor daun pintu. Ia putus asa dan tidak tahu harus mencari bantuan ke mana.
"Lo bisa diem nggak hah?" Sebuah tamparan keras kembali melayang ke pipi Mayang. Kali ini kuatnya tamparan, menghempaskan kepala Mayang hingga ke sisi kanan. Seketika Mayang merasa kepalanya mendadak ringan. Detik berikutnya ia seperti tersedot ke dalam pusaran hitam yang menggulungnya kejam. Ia sudah tidak ingat apa-apa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu Kupu Kertas(tamat)
RomanceNotes. Untuk pembelian PDF Original hubungi 082165503008 Admin Nana. Mayang Kania Putri, kehilangan masa depannya pada usia 17 tahun. Ia hamil dan ditinggalkan Mahesa Heryanto, mahasiswa yang tengah magang di kampungnya. Di hari yang sama, Nawasena...