7.

18.3K 2.3K 304
                                    

#Fino Pov

Aaarghh hancur. Semuanya hancur...

Pagi ini gue mandi dengan baik seperti yang selalu Bunda nasihatkan. Gue sarapan dengan berdoa terlebih dahulu, bersyukur karena gue masih bisa merasakan nikmatnya makan. Gue menyiapkan tas juga memakai sepatu sendiri, tanpa dibantu sedikitpun oleh Bunda yang masih saja khawatir soal sindrom sialan ini.

Awalnya senyuman ini masih bertahan saat gue menekan bel rumah si Reka. Berniat untuk berangkat sekolah bersama dengannya, seperti biasanya.

"Eh kak Fino... Bang Reka dah berangkat pagi-pagi sekali. Katanya sih harus jemput kak Ririn."

Tapi senyuman itu luntur ketika Varo, adiknya Reka yang malah gue temuin. Menjelaskan hal yang sama sekali tak pernah terlintas dipikiran gue.

"Siapa Ririn?"

"Loh... Kak Fino belom tau?"

"Memangnya kenapa?"

"Eum..lebih baik bang Reka saja yang jelaskan."

Gue yang sedikit merasa aneh pun hanya mengangguk lalu berangkat sekolah seorang diri. Jika kalian pikir gue akan balik lagi kerumah dan meminta Ayah buat mengantarkan gue, jawabannya salah. Sebisa mungkin gue berjalan cepat menuju halte lalu menunggu bus umum.

Gue...sudah cukup merepotkan karena sindrom itu, gue gak bisa bergantung terus sama mereka.

Gue merasa bersalah karena mendengar Bunda selalu berdoa ingin memiliki satu lagi keturunan yang 'sehat'. Gue sungguh tahu diri.

Bus datang saat jam sudah menunjukan pukul 07.15 WIB. Hari yang sangat sial, gue dihukum waktu datang kesekolah karena kesiangan.

Berlari mengitari lapangan outdoor yang lumayan luas. Jika ada Reka, mungkin gue gak akan kesiangan dan cape seperti ini. Tapi mengeluh seperti ini juga rasanya percuma.




"Sudah cukup. Karena kondisi kamu, bapak maklumi dan diringankan hukumannya. Sana segera ke kelas dan minta maaf kepada guru yang sedang mengajar."

"Baik...terima kasih, pak."

Banyak pasang mata yang mengernyitkan dahi ketika gue masuk kelas dengan keadaan yang super duper lesu. Itu karena keringat efek berlari tadi sudah membanjiri seragam gue.

Gue meminta maaf lalu duduk tenang seperti yang lainnya. Berusaha memperhatikan materi yang sedang dijelaskan, padahal kini penglihatan gue sudah memburam dan kepala gue sakit.

Tidak! Tolong jangan dulu berubah... Ini disekolah dan gue sama sekali gak bisa bertemu dengan Reka.


Syukurnya kelas sudah berakhir dan gue segera pergi ke kelas Reka. Gue butuh Reka. Tapi ketika gue sampai disana, dia sedang asik bercengkrama dengan seorang gadis asing. Gue mengernyit karena baru pertama kali melihat siswi itu.

"Lho, kenapa disini? Lo mau nyamperin si Reka kan?"

Gue menoleh kearah siswa ber-name tag Arya. Dia menarik lengan seragam gue lalu kami beriringan mendekati mejanya Reka.

"Ka, oy..ini anak lo."

Reka dan siswi itu menoleh, dia berdiri lalu nyamperin gue. Sungguh, entah kenapa tapi kali ini wajah Reka nampak menyebalkan dimata gue.

"Kenapa lo ninggalin gue?---"

"Lo pasti Fino kan? Gue sering denger tentang lo dari Reka. Kenalin gue Ririn."


Sekali lihat pun gue tau kalau siswi bernama Ririn itu pasti berhubungan dengan Reka. Dari caranya melihat Reka, gestur tubuhnya yang sama sekali tak membiarkan Reka mendekat kearah gue, gue cukup paham siapa sosok Ririn ini.


My Boyfriend has a Little Space [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang