"Kak awan, bangun kak!"
"Bintang tolong kaka"
"Bintang tolong"
"Bintang"
"Bintang"
"Tolong.."
"Bintang..."
"Kak Awan" Bintang terbangun dari tidurnya dengan nafas yang terengah engah, mimpi itu datang lagi dan terus datang setiap malamnya membuat Bintang terus terus terusan merasa bersalah.
Setelah bergelut sejenak dengan pikiranya, kemudian Bintang mengecek jam yang ada di dinding kamarnya, ini baru jam 03.04 pagi.
Ia memilih menghabiskan waktunya untuk belajar sambil menunggu sang matahari terbit.
Tiba tiba Bintang meremat perutnya yang tiba tiba seperti tersengat arus listrik
"Ini kenapa perut gw sakit banget? Gw gaada uang buat beli makanan"padahal waktu Maghrib tadi ia sudah makan, namun mengapa perutnya keroncongan lagi di sertai rasa nyeri yang berlebihan.
Saking sakitnya Bintang kemudian nekad keluar rumah lewat balkon dan turun merayap seperti Spiderman, beruntung temboknya tak terlalu tinggi jadi sedikit mudah untuk Bintang turun ke bawah.
"Sabar ya cacing, papa nyari makan dulu" dengan mengelus Elus perutnya bak ibu hamil yang sedang mengelus jabang bayinya.
Setelah berjalan di sekitar rumahnya selama hampir 20 menit Bintang tak menemukan penjual apapun. Lagian mana ada penjual jam setengah empat.
"Kok belum ada yah?" Setelah menunggu lama akhirnya Bintang menyerah, lebih baik ia pulang ke rumah sebelum papanya bangun.
Karena perutnya yang sangat sakit dan lebih susah juga manjat dinding ketimbang menuruni dinding seperti tadi akhirnya ia terpaksa lewat depan, tepatnya lewat pintu masuk depan.
Dengan menghembuskan nafas pelan dan berharap semoga papanya belum bangun, akhirnya Bintang membuka pintu itu dengan perlahan.
"Huft kayaknya papa masih tidur deh" sedikit lega karna melihat ruangan tengah yang masih petang karna setiap malam lampu di matiin dan rumah tampaknya masih sangat sepi.
Bintang bergegas menuju tangga namun suara deep dari belakang mengagetkanya.
"Abis keluyuran dimana kamu?"
Bintang berbalik perlahan dan menemukan papanya yang sedang berdiri tepat di belakangnya. Jadi papa udah bangun?
"A-aku gak keluyuran pa"
"Terus apa? Nongkrong sama temen sampe lupa waktu iya?"
Bintang tak menjawab ia hanya menundukan kepala sambil menggigit bibir bawahnya untuk sedikit mengurangi rasa takut.
"Kurang ajar, setelah menjadi pembunuh kamu juga mau jadi berandalan?Liat Langit dia anaknya nurut gak kaya kamu" Vano-papanya Bintang. Mendekat kemudian memberi satu tinjuan di perut Bintang. Jangan di tanya rasanya seperti apa, yang pasti sangat sakit.
Diam diam seseorang mengintip dari tangga sambil menyeringai. Mampus mati aja sekalian.
"Pa... Bintang ga-gak keluyuran" Bintang menjawab sambil terbata-bata karna merasa perutnya yang sangat nyeri dan kepalanya yang sedikit pusing.
"Terus apa? Jam segini baru pulang ke rumah" Vano meninju Bintang dengan membabi buta, ia tak menghiraukan Bintang yang sedang mengerang kesakitan di lantai.
Bintang pasrah. Percuma saja ia membela diri pasti papanya tidak akan percaya.
"Satu kali lagi saya melihat kamu pulang jam segini" Vano memberi jena sejenak sambil menatap Bintang dengan mata nyalangnya "Mendingan gausah pulang kerumah" sedetik kemudian Vano berjalan munuju kamarnya yang ada di samping tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Tak Bercahaya
Teen Fiction"gw bukan pembunuh"-Bintang Damian Delvano Sejak dua tahun lalu Bintang tidak mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya karna dituduh telah membunuh awan-kakak perempuanya. Kerja paruh waktu untuk membiayai kehidupanya sendiri, untuk makan, bayar S...