1.1: peduli

25.2K 2.4K 187
                                    

22:10 PM

Heeseung berjalan memasuki ruang tamu, baru saja melangkah dia sudah di sambut dengan suhu ruangan yang dingin, di tambah Jiya yang duduk di bawah dengan kepala menelungkup di atas meja.

Heeseung menatap nanar, "apa dia tidak kedinginan?" Gumamnya, langsung menghampiri Jiya yang Tertidur dengan tangan kanan memegang bolpoin dan tangan kiri sebagai bantal.

Mata Heeseung tak lepas dari coretan di tangan jiya, efek gabut membuat jiya menulis nama Heeseung disana. Di tambah dua buku besar di dekatnya.

Bibir Heeseung tertarik membentuk senyuman. Sedikit merasa iba.

Ikut duduk, Heeseung merapikan buku-buku jiya, mengambil bolpen yang masih tertaut di tangganya.

Heeseung mengangkat tubuh Jiya, hendak membawanya ke kamar, sedikit tersentak saat menyentuh kulit Jiya yang dingin karena suhu ruangan.

"Lain kali kau tidak perlu sampai seperti ini" Lirih Heeseung.

Kebiasaan Jiya yang sangat suka dengan suhu dingin. Sampai tidak tahu diri kalau itu bisa membuatnya mati kedinginan.

Heeseung merebahkan tubuh Jiya di atas kasur, lalu menyelimuti nya sampai leher.

Heeseung lanjut ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Setalah itu dia ikut berbaring di sebelah Jiya.

Cahaya biru lurus menerpa wajah Heeseung saat menyalakan ponsel. Dia membuka notif chat disana. Yakin Jiya yang mengirimkan pesan.

Lee Jiya


Oppa belum pulang?
18:15

Apa oppa lembur?
18:20

Aku akan tunggu di bawah sampai oppa pulang~
18:20

Heeseung mematikan ponselnya, melirik sekilas Jiya. Oke! Dia merasa bersalah sekarang. Harunya dia menyempatkan untuk membuka ponsel tadi.

*****


Jiya menggeliat saat mendengar ringtone alarm, itu bukan alarm milik nya, tapi milik Heeseung yang tidur disebelah nya.

Jiya menatap Heeseung sedang meraih ponselnya lalu mematikan alarm, dan dia kembali tidur.

Sudahlah,

mentang-mentang hari minggu. Jiya juga tidak berniat membangunkan suaminya lagi.

Memilih bangun, Jiya melipat selimutnya di atas Heeseung, menjadikan dua lapis disana. Agar Heeseung merasa lebih hangat.

"Jiya-" Lirih Heeseung parau.

Mengurungkan langkahnya, Jiya menoleh "iya, ada apa oppa? "

"Bisa buatkan aku susu? "

"Tentu" Jiya tersenyum kecil, menolak lupa kalau Heeseung kadang bertingkah seperti bayi.

Seperti di kata Heeseung, Jiya membuat susu di dapur dan beberapa roti panggang. Sesegera membawa nya ke kamar.

Tapi tidak jadi saat mendapati heeseung yang menuruni tangga.
Jiya membelokkan kaki ke ruang tengah, heeseung mengikuti di belakang.

Heeseung meneguk segelas susu, mulutnya mengunyah roti pelan, di tambah mata yang setengah terpejam.

Jiya suka melihat heeseung saat makan.

"Semalam oppa pulang jam berapa? " Tanya jiya.

"Sebelas"

Mengangguk paham. Jiya mencoba mengingat kejadian semalam. Dia menunggu Heeseung disini sambil belajar kan? Tiba-tiba waktu bangun sudah di kamar.

"Semalam oppa menggendong ku ke kamar? "

"Iya"

"Oppa menyelimuti ku? "

"Iya"

"Oppa masih mengantuk? "

"Iya"

Jiya diam, Heeseung kalau mengantuk susah di ajak bicara. Jatuhnya malah menyebalkan. Memutar otak, jiya langsung berpindah duduk di sebelah Heeseung.

"Oppa? " Panggil jiya.

"hm? " Jawab Heeseung setengah sadar.

Cup~

Satu kecupan mendarat di pipi kiri Heeseung, membuat dirinya membelak tak percaya. Baru pertama kali jiya mencium dirinya.

"Jangan cuekin aku, aku tidak suka" Rengek Jiya, mengerucut kan bibirnya.

Heeseung speechless, masih mencerna yang baru saja terjadi.

••••

husband ; heeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang