Part 03. Kecelakaan

2 0 0
                                    

"Ana! Aku ingin gelangmu. Untukku ya?"  tanya Shanaya.

Anaya menarik lengannya, "untuk ini aku tidak bisa memberikannya Shana."

"Kenapa? Aku sangat menginginkannya, Ana," ujar Shanaya.

"Ini pemberian ayah. Dan ayah bilang, aku tidak boleh memberikannya pada siapa pun. Termasuk kamu, Shana," jawab Anaya.

Matanya mulai berkaca-kaca. Sekali saja berkedip, maka air matanya akan tumpah ruah membasahi pipinya.

"Kamu jahat, Ana! Kamu jahat!" Sedetik kemudian, ia berlari pergi dari kamar Anaya.

"Shana, tunggu! Maksudku bukan seperti itu!" teriak Anaya, ia terus mengejar Shanaya hingga berada di atas tangga.

Dapat. Anaya berhasil mencekal pergelangan tangan Shanaya, membuat gadis itu terpaksa harus menghentikan langkahnya.

"Lepasin Shana! Ana jahat!" teriak Shanaya.

"Shana, kamu boleh minta apa pun barang Ana, tapi jangan gelang ini," ujar Anaya.

"Diam! Lepasin Shana!" teriak Shanaya. Ia menarik tangannya dari cekalan Anaya dengan sangat kuat. Hingga, Shanaya kehilangan keseimbangan, kakinya terpeleset dan jatuh dari tangga.

"Shanaya!" teriak Anaya.

"Ana! Tolong Shana!" Jeritan penuh ketakutan keluar dari bibir Shanaya. Ia tidak mampu berhenti, tubuhnya terguling dari atas tangga hingga tergeletak di ujung tangga. Shanaya terbaring, tidak sadarkan diri, kepalanya mengeluarkan darah merah yang segar.

Anaya masih mematung di atas tangga, ia menutup mulutnya sendiri, matanya mengeluarkan tetes demi tetes air mata.

"Shanaya!" teriak Anaya. Kedua tungkainya mendadak lemas, hingga tubuhnya ambruk ke lantai.

"Ana! Kenapa teriak-teriak—" Ucapan Rafa terpotong kala kedua netra hitamnya menangkap tubuh Shanaya yang terbaring tak sadarkan diri dengan darah di sekelilingnya.

"Shanaya!" Rafa langsung menghampiri tubuh Shanaya, ia mencoba membangunkan puterinya. Namun, nihil, Shanaya tetap tidak membuka matanya.

"Marline! Ginno!" teriak Rafa. Kedua orang yang merasa terpanggil itu, lantas menghampiri Rafa, dengan sangat terkejut tentunya.

"Shanaya! Sayang kamu kenapa?! Shana, bangun! Ini bunda," ujar Marline, ia mendekap tubuh Shanaya, tak peduli bau anyir dari darah.

"Mending kita bawa Shana ke rumah sakit, yah, bun," sahut Ginno.

Rafa, Marline, dan Ginno pun membawa Shanaya ke rumah sakit. Mereka melupakan sesuatu, mereka melupakan Anaya.

"Shana … kamu harus baik-baik aja," lirih Anaya di sela tangisannya.

***

Suara deruman mobil membuat Anaya membuka pintu rumahnya dengan antusias. Rafa, Marline, Ginno, dan Shanaya telah kembali. Hanya saja, ada sebuah lilitan perban di bagian kening hingga melingkari kepala Shanaya.

"Shanaya, kamu enggak papa?" tanya Anaya. Bukannya menjawab, Shanaya malah menjauh dari Anaya.

Mereka pun duduk bersama di ruang keluarga, ekspresi semua orang sangat membingungkan. Anaya pun ikut duduk di sana.

"Kenapa Shana bisa jatuh?" tanya Rafa, pertanyaan itu tentu tertuju pada Anaya.

"Tadi Shanaya pen—"

"Tadi Anaya mau rebut kalung Shana. Shana udah bilang kalo Shana enggak mau ngasih kalung ini ke Ana. Tapi Ana maksa, Shana pun lari, tapi pas di atas tangga, Ana narik tangan Shana. Shana kesakitan, dan Ana dorong Shana sampe Shana jatuh," jelas Shanaya.

Kenapa dia menyahut begitu saja? Bukankah yang ditanya adalah Anaya?

Kening Anaya berkerut, ia menatap tak percaya pada kembarannya itu. Ceritanya tidak seperti itu. Anaya tidak menginginkan kalungnya, Anaya tidak mendorong Shanaya.

"A—apa? Shanaya, kenapa kamu berbohong? Ayah, bunda, itu tidak benar. Ana enggak—" penjelasannya belum tuntas, namun Shanaya lagi-lagi memotong ucapannya.

"Ana? Kenapa Ana ngelakuin hal itu sama Shana? Kenapa Ana bilang kalo Shana berbohong? Ayah, bunda, Shana enggak bohong!" rengek Shanaya.

"Kamu keterlaluan Anaya! Dari mana kamu belajar semua itu hah? Ayah enggak pernah ngajarin kamu buat nyakitin orang! Kamu bukan anak ayah!" teriak Rafa, ia langsung berlalu menuju ruang kerjanya.

Tanpa di sadari semua orang, Shanaya mengangkat bibirnya, hingga membentuk sebuah senyuman licik.

"Kamu keterlaluan Anaya! Kamu mau celakain kembaran kamu sendiri?! Untung saja Shanaya cuma terluka," ujar Marline.

"B—unda. Enggak gitu bunda, Ana enggak mau nyakitin Shana. Percaya sama Ana, bunda," lirih Anaya.

Marline tidak menanggapi ucapan Anaya. Baginya, Anaya sudah berbuat sesuatu yang tidak termaafkan karena sudah mencelakai puteri kesayangannya.

"Shana. Ayo sayang, kamu harus istirahat," ujar Marline, ia menuntun Shanaya berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan Anaya yang tengah menangis sesegukkan.

Ginno tentu merasa iba, melihat adiknya menangis sendirian dan disalahkan oleh kedua orang tuanya. Lantas, Ginno berjalan menghampiri Anaya, dan duduk di sampingnya.

"Anaya, sayang … udah, jangan nangis lagi ya," ujar Ginno, ia mengusap pelan rambut Anaya.

"Kak. Kakak harus percaya, Ana enggak ngelakuin semua itu. Ana enggak dorong Shana, Ana juga enggak mau kalung Shana. Justru Shana jatuh sendiri. Dia mau ambil gelang Ana," ujar Anaya, matanya masih belum berhenti mengeluarkan tetes demi tetes air mata.

"Iya, kakak percaya sama Ana. Ana mana bisa, nyelakain Shana, kan? Orang Ana sayang sama Shana," ujar Ginno.

"Iya, Ana sayang sama Shana. Tapi kenapa Shana bohong sama ayah, bunda. Kenapa Shana nuduh Ana?" tanya Anaya.

Ginno terdiam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan adiknya itu.

"Enggak papa. Nanti ayah sama bunda bakal reda kok marahnya. Kamu jangan nangis lagi ya?" ucap Ginno.

"Iya kak," ujar Anaya. Ia tenggelam dalam pelukan hangat dari Ginno. Hingga tanpa disadari, tangisnya berhenti, dan dia terlelap dengan sisa-sisa air mata yang masih berada di pelupuk mata dan pipinya.

Satu hal yang masih membuat Anaya kebingungan. Kenapa Shanaya melakukan hal itu pada dirinya. Apa salah Anaya padanya? Bukankah selama ini Anaya selalu mengalah untuk Shanaya? Anaya selalu membuat Shanaya bahagia.

Tapi hari ini … Shanaya menuduhnya, Shanaya membuat hati kecil Anaya sangat terluka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dua Sisi BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang