Hidup tapi tak berdaya, mati tapi tak diterima.
Keadaan ini sama seperti melihat dua dimensi yang berbeda. Menilik bagaimana kehidupan bekerja, keseimbangan terbuktikan dan selayak perjuangan yang masih dipertanyakan. Yuhn Se Hwa mengira hidupnya akan baik-baik saja meski berkontemplasi dengan berbagai macam perkara. Ia juga menganggap mungkin kejadian ini bukan masalah yang perlu ia cemaskan lebih lanjut. Seharusnya begitu, tetapi kehidupan jauh lebih misteri di banding dalamnya lautan. Selalu ada yang di luar jangkauan.
Se Hwa meringis sesaat ia menemukan luka itu belum kering dari dahi yang terbaring tak berdaya. Memperjuangkan kehidupannya sendiri dalam tidur panjang yang tidak tahu kapan akan terbangun. Luka itu belum sepenuhnya kering sebab cukup dalam, mengiris hatinya untuk cepat bertindak atas apa yang menimpa saudaranya. Ruang putih dengan bau obat-obatan tersebut selalu jadi saksi di mana Se Hwa menangis ketika hilang kendali. Mempertanyakan mengapa takdir begitu brutal menjajah hidup kakak perempuannya.
Yuhn Haru sudah berada di rumah sakit sejak tiga minggu lalu, tetapi goresan di kepalanya belum benar-benar mengering. Mengingat bagaimana mobil itu terbalik hingga bagian depan mobil mengalami rusak sangat parah. Se Hwa bahkan mengucap syukur ketika kakaknya selamat dari kecelakaan tunggal maut tersebut. Terakhir kali, Haru mengatakan bahwa ia akan selalu ada di sampingnya, tidak peduli bagaimana kehidupan mencemooh mereka. Saat itu pula, ketika Se Hwa mendapat kabar bahwa Haru akan pergi ke Busan atas panggilan seseorang, kecelakaan pun terjadi begitu saja. Jalanan Busan yang terhubung di pinggiran laut serta merta hujan petir yang Haru lewati, membuatnya tak terkendali. Se Hwa menyayangkan mengapa keras kepala kakaknya itu berakhir fatal seperti ini. Sebenarnya apa yang Yuhn Haru cari hingga memutuskan untuk pergi ke Busan seorang diri.
Se Hwa tidak pernah bosan mendengar rentetan bunyi alat jantung di sampingnya, menikmati setiap detik bagaimana alat itu menopang hidup Haru.
“Ayah pernah berkata kalau kematian bukan sesuatu yang dapat ditawar. Kecelakaan bukan sesuatu yang dapat diramal, tapi kenapa setiap melihat Kak Haru di sini aku merasakan hal yang ganjil dalam kecelakaan tersebut? Apa yang sebenarnya Kak Haru sembunyikan?” lirihnya.
Menggenggam tangan Haru dengan erat, Se Hwa menitikkan air matanya bersama hujan yang mengguyur kota di luar sana. Berharap bahwa Se Hwa akan mendapati tangan itu bergerak samar. Merespon setiap ucapannya yang kelewat banyak. Se Hwa menginginkan keajaiban yang orang-orang dambakan hadir di hidupnya, setidaknya sampai ia melihat manik itu terbuka dan menyambutnya dengan hangat.
Sebagai seseorang yang hanya tinggal berdua bersama sang kaka, Se Hwa tidak bisa melihat lebih banyak apa yang harus ia prioritaskan kecuali dirinya sendiri dan Haru. Kesempatan berbaur jadi mulai berkurang karena sebuah dinding yang mulai menutupi mereka. Ayah memang sosok yang bisa Se Hwa rasakan kehadirannya, tetapi pria itu pula yang membuat keputusan untuk memilih meninggalkan kedua putrinya di usia memasuki kedewasaan. Tidak berkata apa pun selain surat yang disimpan di dekat satu mangkuk berisi sundubu jjigae terakhir buatan ayah. Dan kini Haru seolah ingin mengikuti jejak ayah, seperti ucapannya ketika wanita dengan bibir yang memucat berumur dua belas tahun kala itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST RYU
Fanfic[ft. kim seokjin and kim taehyung] Yuhn Se Hwa terperangkap di keluarga terpandang; The Ryu untuk mengusut keganjilan yang membawanya ke sana. Dan ternyata, Ryu Taehyung justru membantunya dengan imbalan Yuhn Se Hwa pun harus menuruti keinginan Tae...