Somehow The Become One

1K 159 11
                                    

Malam itu lagi-lagi harus dihabiskan Sani dengan bekerja. Mungkin lebih baik daripada harus dihabiskan dengan memikirkan Reyna. Tidak kunjung ada kabar dari Reyna, apakah ia masih harus meneruskan penyiksaan ini?

Lamunannya terpecah oleh suara getar ponselnya di atas meja yang tidak berhenti. Sesaat ia kira itu adalah telepon, tapi ternyata group chat Avengers-nya sedang ramai. Ia memeriksa notifikasi puluhan pesan yang sudah masuk.

Tidak ada yang dapat membayangkan syok-nya Sani ketika melihat percakapan penuh godaan kepada Reyna yang saat ini juga tengah berkencan dengan manajernya di suatu restoran. Letupan itu muncul lagi di dada Sani. Kali ini jumlahnya ribuan, membentuk riak panas yang tak bisa lagi Sani tahan.

Apakah permintaan Sani di mobil saat itu kurang jelas? Atau memang Reyna sebingung itu dengan perasaannya? Atau memang Sani segitu tak ada harganya bagi Reyna???

Sani segera memeriksa apakah Reyna menyebutkan lokasi kencannya atau tidak. Ada. Sani tahu tempat itu. Tanpa pikir panjang, Sani langsung beranjak.

"San, mau kemana lo?!" Sahut temannya yang sudah beberapa hari ini menjadi partner lemburnya.

"Bentar," kata Sani cepat. Sani sendiri sudah tidak berkonsentrasi dengan apapun dan kepada siapapun.

Saat ini ia hanya ingin kejelasan. Ia hanya ingin berada di hadapan Reyna.

***

Reyna makan sesuap makanannya ketika mengernyit ketika melihat Fajri terkekeh.

"Kenapa lo, Mas?" Tanya Reyna bingung.

"Ngga, gue baru ngerasain ada yang ngajak gue nge-date kayak tetangga ngajakin ngerujak," balas Fajri. Senyum Reyna mengembang.

"Ya kan biar cepet aja," kata Reyna. Dia tidak bisa membalas senyum Fajri. Dadanya masih panas mengingat Elsa dan kalung sialan itu.

Sialan gue kena dikerjain Sani! Brengsek!!

Begitulah Reyna membatin berulang-ulang dua hari ini. Reyna betul-betul merasa dibodohi Sani. Setelah mendengar Elsa kemarin, Reyna langsung memikirkan betapa tidak mungkinnya Sani memiliki perasaan yang lebih dari sahavat terhadapnya. Bukankah Sani yang paling sering mencela Reyna? Sani juga yang suka bicara kasar dan mengerjai Reyna ...

Apa salah Reyna sampai Sani tega mengerjainya separah ini? Mengapa semua laki-laki yang ia pedulikan bersikap jahat padanya?? Reyna bingung ...

"Rey, lo tuh suka bengong ya?" Tanya Fajri membuyarkan lamunan Reyna.

"Lumayan," jawab Reyna singkat.

"Apanya yang lumayan? Jalan ama gue?" Tanya Fajri. Reyna mendesah.

"Mas, gue udah punya cowo," kata Reyna entah mengapa.

"Kalo udah punya cowo kenapa mau jalan ama gue?" Tanya Fajri menahan geli.

"Soalnya gue lagi berantem," jawab Reyna lagi, semakin membingungkan dirinya. Fajri tertawa.

"Oohh ... jadi lo sama 'cowo' lo berantem?" Kata Fajri sambil mengangkat kedua tangannya dan mengayunkan jari tengah dan telunjuknya ketika berkata "cowo".

Reyna tidak suka melihatnya. Bagi Reyna gerakan itu seperti memvalidasi keraguannya terhadap perasaan Sani dan kemungkinan mereka bersama. Bahkan Fajri juga tahu hubungan yang lebih dengan Sani terdengar sangat fiktif ...

Reyna hanya diam, sibuk mengatai dirinya dalam hati. Malu pada siapapun dan tidak berselera bicara lagi.

"Reyna," sebuah suara tiba-tiba terdengar di dekat meja Reyna dan Fajri. Reyna mengadah dan di sanalah Sani. Terengah-engah, seperti habis mengejar bis.

The SomeoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang