Someone Dear

940 130 5
                                    

Malam sebelum jam delapan adalah sore hari bagi para pekerja urban. Jam pulang kerja bagi karyawan kantoran dan eksekutif muda adalah waktu yang tidak kalah ditunggunya dari bel pulang sekolah bagi para anak-anak SMA.

Tidak terkecuali bagi enam orang sahabat ini. Sani, Reyna, Revi, Wira, Ivan dan Aldo memiliki semacam ritual untuk berkumpul di malam Sabtu. Biasanya mereka bertemu di kafe langganan yang kebetulan lokasinya di tengah-tengah dari kantor mereka masing-masing. Tapi kalau mereka sedang ingin santai sampai selonjoran dan tidur-tiduran, apartemen Sani lah yang menjadi alternatif tempat ngumpul mereka.

Malam ini pun seperti malam Sabtu pada umumnya. Group chat bernama “Avengers Assemble” yang sudah demikian adanya dari zaman mereka SMA penuh dengan konfirmasi waktu pulang kerja masing-masing anggotanya. Saat ini Reyna baru saja sampai di apartemen Sani yang disambut oleh pemiliknya dengan seadanya. Padahal si pemilik apartemen sudah deg-degan setengah mati karena membayangkan apa yang akan terjadi, terjebak berdua dengan sahabatnya yang ia sukai diam-diam. Mana minggu lalu Sani juga baru mengakui pada Reyna bahwa dia menyukai seseorang dan mencium pipi perempuan itu. apalagi itu namanya kalau bukan kode keras.

Reyna pun tidak kalah gugup mengawasi Sani yang nampak santai-santai saja. Seperti tidak pernah melakukan apa-apa padanya. Seperti tidak ada yang terjadi. Reyna merasa hal itu sangat menyebalkan.

“Sariawan!” panggil Reyna kasar. Maklum, sedang emosi.

“Apaan sih teriak-teriak? Gue ngga budek kali,” jawab Sani risih sambil mengorek telinganya.

Who’s that girl?” Reyna tidak membuang-buang waktu meladeni Sani.

What girl?

“Lo tau maksud gue, jangan pura-pura bego deh, San.”

“Ya gue bego beneran kali?”

“Sani, gue ngga bercanda. Cewe yang lo sayang, Siapa?”

“Bukan urusan lo.”

“Oh ya? Gue mau tau reaksi anak-anak pas tau ada cewe yang lo taksir selama ini.”

Hey, you keep this between us, you hear me?

“Ya kasih tau makanya.”

“Kan udah gue bilang bukan urusan lo, Nyet.”

“ … bukan gue kan?”

“Hah?! Elo?!?! Hahahahaa … !!” dan Sani pun melanjutkan tawanya yang terbahak-bahak sehingga membuat Reyna merasa bodoh sudah menanyakannya. Sedikit yang Reyna tahu bahwa Sani tertawa seperti itu demi menutupi perasaannya yang gugup luar biasa. Badannya juga terasa meriang, panas-dingin. Dalam hati Sani berharap semoga dia masih dapat menyembunyikan perasaannya lebih lama lagi.

“Ya kan gue make sure! Abisnya …”

“Abisnya apaan?”

“Malem itu lo …” Reyna langsung memegang tulang pipinya tepat di bagian dimana Sani menciumnya malam itu. dia masih malu mengingat lagi dirinya yang tak berkutik saat itu.

“Nyet, lo …” Sani mendekati Reyna, “ … ngga pernah dihibur cowo ya? Kasian deh lo …” lalu Sani melewatinya sambil menepuk-nepuk kepala Reyna, bergaya sok dewasa.

“DASAR KUNYUK! OTAK DIKIT NGESELIN!! Nyesel gue udah ngekhawatirin lo!!!” Emosi Reyna langsung memuncak. Dia mengejar Sani dan memukul-mukulnya. Sani menangkis ringan sambil tertawa puas.

“Eh, ngomong kasar parah banget! Gue bilangin bokap lo nih!” kata Sani jahil sehingga menyulut emosi Reyna lebih lanjut.

“Berisik lo!”

“Om Sofyan! Reyna nih ngomong kasar! Aduh, ampun!”

“Minta maaf! Jangan ketawa!” kata Reyna sambil memukul-mukuli Sani dengan bantal sofa.

Kedengarannya manis ya? Bantal sofa Sani itu jauh dari kata empuk, jadi kalau dipukul dengan benda itu yang kena pukulan pastinya kesakitan.

“Iya Maaf!! Ampuunn …” kata Sani mengaduh. Iya, dia kesakitan betulan. Tidak berapa lama terdengar ketukan pintu. Reyna membuka pintu, Revi dan Wira sudah berdiri tepat di baliknya.

“Buset, ngapain sih lo berdua? Suara lo kedengeran sampe ujung lorong tau, San,” kata Wira sambil masuk tanpa disuruh.

“Nih, si Monyet mukul-mukul. Harusnya gue katain Babon kali ya,” jawab Sani sambil waspada terhadap serangan Reyna.

“Sani kasar banget sih …” kata Revi risih.

“Emang, Rev! Ngeselin dasar!” kata Reyna mencari pendukung.


“Bro! Udah rame aja tempat lo!” Tiba-tiba Aldo muncul dari luar pintu yang belum sempat ditutup.

“PS udah dinyalain belom?” tanya Ivan yang nampak datang bersama Aldo tanpa basa-basi.

Setelah itu percakapan mereka mulai ramai. Semua orang selain Reyna berebutan main PS sementara Reyna menyiapkan camilan untuk mereka. Setelah camilan Reyna selesai, mereka pun mencari film untuk ditonton bersama sambil sesekali mengomentari. Dengan itu, dimulailah malam Sabtu mereka. 

The SomeoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang