Someone Opens Up

614 127 3
                                    

"Sayaaang, ayoook ... dari tadi aku panggilin loh ..." Wira kembali masuk ke rumah setelah menunggu Revi sekitar tujuh menit di dalam mobil.

"Maaf Wir, Reyna nitip dibeliin frozen french fries sebungkus. Nanti mampir dulu ya," jawab Revi yang abru keluar kamar sambil meletakkan ponselnya ke dalam tas.

"Dia japri? Ngga ada di grup nih chat-nya ..."

"Telepon kok," Revi memeluk lengan Wira yang menganggur sementara Wira menatapnya hangat. Dasar pengantin baru, masih selalu ingin menempel saja rasanya.

Keduanya keluar rumah dan mengendarai mobil mereka menuju apartemen Sani, tapi sebelum itu mereka harus berhenti di supermarket untuk membeli pesanan Reyna.

"Rev, aku nanya dong ..." tanya Wira dengan nada yang agak ragu-ragu. Revi menengok dan memperhatikan suaminya itu.

"Kamu kan deket banget sama Reyna. Pernah ngga nanya pendapatnya tentang aku?"

Jantung Revi langsung berdebar kencang mendengar Wira menanyakan Reyna secara tiba-tiba.

"Dalam rangka apa nanyain Reyna?" Ucap Revi dengan nada penasaran. Senyumnya masih tersungging meskipun degupan jantungnya sudah terasa berantakan.

"Ngga dalam rangka apa-apa, sayang ... cuma, hmm ..." Wira nampak berpikir sejenak. Revi memutuskan untuk menggenggam tangan Wira yang menganggur.

"Ada yang ngeganjel tentang Reyna di pikiran kamu?" Tanya Revi lembut. Revi sangat berhati-hati tentang hal ini, atau semuanya bisa berantakan.

"Aku bingung ... gimana ya? Aku ngerasa dia tuh kayak ngga suka sama aku," jawab Wira. Ada nyeri yang timbul ketika Revi mendengar pernyataan suaminya tersebut. Tapi ekspresi wajahnya tidak berubah sedikitpun. Wira memutuskan untuk melanjutkan menjelaskan perasaannya.

"Dia tuh kayak ngebangun tembok ke aku. Kita udah mau sembilan tahun kan temenan? Tapi kadang kalo aku liat kamu, liat Sani, gimana kalian berinteraksi sama Reyna ... aku suka mikir kenapa ya, aku kok ngga berani kayak gitu ke Reyna? Kayak segan gitu, takut dia marah ke aku. Padahal kalo diinget-inget dulu pas SMA kayaknya kita deket-deket aja, asik-asik aja ..."

"Kamu baru ngerasa kayak gini akhir-akhir ini apa gimana?"

"Sebenernya udah lama. Tadinya kupikir cuma perasaan aku aja. Tapi kemaren pas dia ngobrol sama Ivan soal kerjaan aku baru ngeh aja, aku ngga inget kapan aku sama dia terakhir kali ngobrol. Kayaknya kita ngga pernah ngobrol di luar pas lagi ngumpul. Jadi obrolan kita tuh ya obrolan forum. Aku jadi penasaran aja, kenapa ya aku sama dia kayak gini ... dan sejak kapan? Rasanya aneh punya relasi yang kayak gini sama orang yang udah kita consider sahabat, bahkan saudara sendiri. Iya kan, Rev?"

Revi menarik nafas sebelum memaksakan senyumnya pada Wira.

"Kayaknya kamu kebanyakan mikir deh, Wir. Gini aja, nanti aku coba ngomong sama Reyna kalo emang ini penting buat kamu," kata Revi.

"Ini penting buat aku. Kita bukan sekadar temen haha-hihi doang, Rev. Apalagi kamu sama dia deketnya deket banget. Aku ngga mau jadi outsider," kata Wira. Ya, begitulah memang laki-laki ini. Tipe konformis sejati. Kalau ada ganjalan lama dipendam, sensitif terhadap orang dan tidak betah kalau ada yang merasa tidak senang kepadanya.

The SomeoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang