••• Korban Ketiga •••

28 8 2
                                    

Di sebuah pengadilan negeri sedang berlangsung dua sidang dari berita yang menggemparkan warga belakangan ini. Sebuah kasus penyerangan masal dan kasus pembunuhan berantai yang hanya beberapa bulan sudah menghabiskan belasan korban. Kedua kasus ini memiliki banyak kekurangan dalam penyelidikannya sehingga kejaksaan mengutus jaksa-jaksa paling kompeten untuk menyelesaikannya.

Jaksa yang menangani salah satu kasusnya adalah Shandy dan satu lagi bernama Fajri. Shandy dan Fajri sama-sama jaksa yang sangat kompeten di usia mereka kini, yaitu 28 tahun. Namun, hubungan keduanya tidaklah baik. Mereka sudah bersaing saat masih berada di bangku kuliah dan tidak pernah akur, entah apa alasannya.

Kedua persidangan yang sangat ditunggu-tunggu kabarnya oleh para jurnalis itu akhirnya selesai. Shandy dan Fajri bersamaan keluar dari ruang sidang yang berhadapan dan langsung menghadap para jurnalis yang sudah menunggu sejak pagi tadi. Keduanya berhasil menyelesaikan kasus itu dengan sangat baik secara bersamaan. Namun, dalam benak masing-masing dari mereka berharap kali ini menyelesaikan kasus lebih dulu agar bisa menyombong.

"Bagaimana kalian bisa menyelesaikan kasus ini dengan waktu yang terbilang cukup cepat?" tanya salah satu jurnalis yang membuat mereka berdua memulai perdebatan mereka dengan kebohongan-kebohongan kecil.

"Andai saya waktu itu tidak sakit, mungkin kasusnya akan selesai lebih cepat," kata Shandy yang sebenarnya tidak pernah sakit.

"Sepertinya anda cukup depresi menangani kasus ini sampai sakit begitu," balas Fajri

"Sejauh ini saya belum bisa merasakan apa yang anda rasakan karena saya tidak pernah sampai sakit dalam menangani sebuah kasus. Jika suatu saat itu terjadi, walau sepertinya tidak mungkin, saya harap kesediaan anda untuk membimbing saya," tambah Fajri, padahal hampir setiap hari ia merasakan pening di kepalanya karena sang pelaku membunuh dalam jangka waktu yang cukup pendek.

"Iya, mungkin itu sebabnya saya mencium bau koyo," kata Shandy lalu pergi meninggalkan Fajri.

Para jurnalis memang sudah menduga hal ini akan terjadi, mengingat persaingan mereka yang juga banyak diketahui publik. Siapa yang tidak akan tahu dengan sikap mereka yang tidak segan bergelut di depan publik, seakan tak mempunyai rasa malu.

Shandy kembali ke kantornya begitu juga dengan Fajri. Mereka pergi ke arah yang berbeda, walaupun kantor mereka sama, bahkan ruangan mereka hanya berselat dua ruangan lainnya.

Dari percakapan tadi, bisa dilihat bahwa yang kalah adalah Fajri, jadi Fajri akan mengambil rute yang lebih jauh. Tidak pernah ada kesepakatan seperti itu di antara mereka, hal itu terjadi begitu saja sehingga menjadi sebuah tradisi lisan untuk mereka selama dua tahun terakhir.

—o—

Selamat pagi untuk Fenly yang baru saja bangun dari tidurnya di jam 14:00. Semalam ia bekerja lembur karena kedatangan banyak pasien di Zakno Hospital. Selesai mandi, Fenly langsung menyantap sarapannya di jam makan siang sambil menonton ulang sinetron kesukaannya dan Shandy "Ikatan Cinta"

Saat sedang menyaksikan adegan ketegangan khas sinetron Indonesia, tiba-tiba ada yang menggedor pintu rumahnya.

"ANJIR KAGET!"

Sambil mengelus dadanya, Fenly berjalan ke arah pintu rumahnya dan membukakan pintu pada tamu yang menurutnya tidak tahu fungsi tombol di sebelah pintu itu. Rupanya itu tante Rani, ibu dari Desy.

"Tante kan ini ada tombol bel, kenapa harus gedor-gedor pintu sih? Untung aku gak jantungan," kata Fenly

"Hehe maaf ya, tante bawain kalian makanan," kata tante Rani sambil berjalan ke arah dapur. "Tante taruh di kulkas ya, nanti kalau mau makan tinggal di masak lagi aja," lanjutnya sambil memasukan apa yang ia bawa ke dalam kulkas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[X] Eks || Shandy UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang