Apakah Ini Bisa Dikatakan Suatu Permulaan?

97 4 0
                                    

Semua hal yang ada memiliki permulaan. Tanpa terkecuali…

Bandung, 16 Juli 2005

“Cih! Memangnya apa lagi yang harus kuharapkan? Selain, err… Kematian?”

Hallo. Namaku Luthfi Raihan Bulsara. Begitulah nama yang diberikan orang tuaku.

Yah, beginilah awal dari hidupku yang sangat membosankan.

Awan mendung mulai datang dari arah barat, menandakan akan turun hujan. Namun, hal itu sama sekali tidak berarti bagiku, terserah langit akan mengatakan apapun, aku tidak akan atau lebih tepatnya tidak bisa pergi kemanapun tempat yang ingin kukunjungi. Aku tak punya waktu untuk memikirkan hal semacam itu

Kemana aku harus pergi?

Hirup pikuk ibukota Jawa Barat ini terkesan agak “mengusirku”. Samar-samar suara klakson berbagai kendaraan dari kejauhan. Ya, aku sekarang terdiam seorang diri di tengah-tengah alun- alun kota Bandung. Meskipun begitu Aku masih bisa mendengar suara- suara jangkrik yang menurut mereka (jangkrik) lebih merdu daripada sebuah Symphony.

“Adik kecil, sedang apa kau di sini sendirian? Tidak takut apa ? Meskipun ini sebuah alun-alun kota, tapi di sini tetap saja tempat yang berbahaya untuk seorang anak kecil.” Suara dari perkataan seorang memecah keheninganku yang kulihat tidak hanya iseng menegurku, melainkan seperti memiliki suatu rencana.

“Menulis" jawabku sangat datar untuk orang seusiaku. Aku hanya meliriknya tanpa memiringkan kepalaku, meskipun itu terkesan tidak sopan.

”Menulis apa? Kelihatannya sesuatu yang menarik, seperti apa isinya?” orang itu sepertinya penasaran dengan apa yang kutulis.

“Hanya iseng saja pada awalnya, ini mungkin sejenis novel. Hah, daripada disebut sebagai ‘ novel’ mungkin ini lebih pantas disebut ‘riwayat hidup’. “ Masih dengan nada yang sama. Aku akui, aku mulai terbawa suasana.

“Oh, kalau begitu bolehkah aku melihatnya?” Pinta orang tersebut, dan aku pun menyerahkanya padanya.

Kemudian dia pun mulai membacanya, tak lama dia memasang eskpresi wajah sangat kaget, aku tidak tahu mengapa ia bertingkah demikian. Mungkinkah....

“Err… Anak kecil…” Dia mulai menegurku, kulihat dia memasang ekspresi Horror.

“Iya, ada apa Nona?” Cih! Jangan-jangan dia melihat sesuatu yang ganjil dari tulisanku. Ah, tidak mungkin. Aku kan hanya menulisnya dengan iseng, dengan kata lain aku tidak ada niatan sebelumnya.

“Ju-Judul no-novel ini?!” Oh, ternyata dia baru melihat judulnya saja. Entah apa yang dia pikirkan sehingga terbata-bata. Namun aku tidak peduli dan tidak mau tahu, karena aku masih memegang prinsip leluhur. Jangan terlalu percaya dengan orang asing

“Oh... Judul novel itu kuberi nama Kematian Mengungkap Jati Diri. Kurasa, itu biasa-biasa saja. Kenapa anda terkejut?” Aku berkata dengan santai. Menurutku judul itu biasa-biasa saja dikarena judul itu melintas begitu saja di kepalaku ketika menulisnya.

Nona itu pun semakin dibuat heran oleh perkataanku. “Bagaimanapun, judul ini terlalu ‘ menakutkan’ untuk anak kecil sepertimu. Darimana kau kepikiran menentukan judul seperti ini?” Sepertinya dia sangat asal usul darimana aku mendapatkan pemikiran untuk membuat cerita itu.

Aku menghela nafas sejenak, dan mulai menjelaskan padanya.  Sekali lagi, penjelasan yang tidak sepantasnya keluar dari mulut orang seusiaku

“Ketika aku merenung, aku selalu bertanya pada diriku sendiri.  Siapa aku? Berulang kali. Selalu berusaha untuk mencari jati diri yang sebenarnya. Ketika aku selalu berusaha mengingatnya, pertanyaan yang sama selalu muncul didalam benak ku. Dimana, kapan dan bagaimana aku mencarinya? Entah bagaimana, aku teringat ketika seseorang menyadari kesalahanya di saat ia mendekati kematian. Apakah mendekatkan diri kepada Tuhan akan membuat kita menyadari sebelum ajal menemui kita? Mungkinkah kita hanya orang bajingan yang tersesat dalam kabut yang akhirnya berakhir pada takdir yang dinamakan kematian?  Tidak peduli kita mencarinya meskipun dengan bantuan orang lain. Hal yang dinamakan Jati Diri akan muncul dengan sendirinya ketika seseorang mendekati akhir hidupnya. Itu yang membuatku menentukan judul ini.” Penjelasanku tentang judul novel ini telah berakhir, kemudian kita terdiam dalam keheningan.

Emptiness & NihilismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang