P R O L O G

23 2 6
                                    

  Hujan deras.

  Artha hanya diam, membatu. Tak peduli dengan orang - orang yang meneriakinya, menyuruh untuh berteduh. Percuma. Teriakan itu hanya ia anggap angin lewat.

  Entahlah. Artha, gadis yang dulunya periang itu sudah tak ada lagi. Sifatnya berubah 180 derajat.

  Artha menyukai sekaligus membenci hujan. Hujan adalah temannya. Mungkin lebih tepatnya, teman bagi air matanya. Teman yang menyakitkan, sungguh.

  Menurutnya, hujan itu keramaian. Keramaian yang dikirim bulan untuk datang ke bumi, untuk menemani bumi yang kesepian. Tentu saja, itu hanya sebatas khayalan Artha.

  Sedetik, dua detik. Jeda dua detik, ada air lain yang jatuh ke tanah. Rasanya asin, tak seperti hujan.

  _ _ _

   Hanyut.
 
   Sedari tadi, Alfian melihat ke jalanan yang basah terkena air hujan.

  Tapi, bukan kesitu pemikirannya. Ia memikirkan hal lain.

   Ia tak sedang memikirkan banjir yang sering terjadi belakangan ini, memikirkan banyaknya gadis yang menyatakan rasa suka padanya, apalagi memikirkan pelajaran matematikanya.

  Sedari tadi, ia memikirkan gadis itu. Gadis yang membuat jantung nya berdetak lebih cepat. Dimana ia sekarang?

----------------------------------------------

Akhirnya jadi juga prolog nya gedd. Sambil meres otak banget, padahal cuma prolog sependek ini, hasilnya pun gaje bgtt aowkaowk.

Janlup tinggalin votement yaa:>
  
 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bumi, Bulan dan KeramaianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang