"Apa kau siap untuk ke tahap selanjutnya?"
Tatapan mata amber Vanessa bergoyang mendengar bisikan itu. Hatinya terus bertanya-tanya. Hal apa yang ada di tahap selanjutnya? Apakah kenikmatan? Ataukah kesakitan?
Ia bahkan tak berdaya dengan tangan terikat. Pria itu dapat bebas melucuti semua yang Vanessa kenakan jika ia mau.
Sejak awal masuk ke kamar ini. Vanessa hanya diantarkan oleh salah satu pelayan Damian, Albert, setidaknya nama itu yang Vanessa ingat, pria paruh baya berambut putih yang memiliki senyum lembut. Cukup membantu menghangatkan suasana mencekam yang dengan alamiah tercipta di sini.
Begitu pria itu pamit, dengan sengaja Vanessa bergegas menanggalkan pakaian pengantin. Ia menggantinya dengan piyama.
Masih jelas dirasakan Vanessa, bulu roma yang berdiri saat matanya memandang ke sekeliling. Kamar tempatnya terjebak bahkan tak memiliki penerangan yang cukup. Temaram. Sekelilingnya didominasi dengan warna merah dan hitam. Ranjang tempat ia berbaring pun memiliki kelambu, empat tiang, dan jeruji kayu yang berjejer dengan design elegan di sandarannya.
Jeruji itulah yang kini mengikat tangan Vanessa hingga ia tak bisa ke mana-mana.
"Kelihatannya tadi kau sangat menikmati ranjang ini?" ucap Damian lagi sembari meremas berulang-ulang payudаra Vanessa. Tekanannya membuat Vanessa bernapas tak karuan. "Kamu tertidur sangat nyenyak, Sayang." Ia menghentikan gerakan tangannya. "Aku sampai tak tega membangunkanmu seperti ini."
Vanessa masih terdiam. Waspada. Terus ditatapnya pria yang ada di hadapannya itu dengan mata nanar. Mengekspresikan apa pun yang ia bisa untuk membuat lelaki itu luluh.
"Mulai malam ini. Kamu adalah milikku, Vanessa Haven. Saat aku membawamu ke ranjang ini, artinya kamu harus menuruti apa pun perkataanku." Tangan kekar itu kini menarik tali piyama di perut Vanessa. Melepaskan simpulnya dengan gerakan pelan. Namun, membuat lawannya terintimidasi.
Tubuh Vanessa langsung tersingkap. Dengan perlahan, Damian menyingkirkan piyama yang menutupi tubuh mungil istrinya. Ia mengumpulkan bagian piyama itu ke atas kepala berambut ginger.
Vanessa dahsyat menahan malu, ia memalingkan wajah. Kembali menitikkan air mata. Tubuh yang ia jaga, kini dengan mudah ditelanjangi. Meski lelaki itu sekarang adalah suaminya. Namun, tetap saja ia belum mengenal Damian. Lelaki itu begitu asing. Belum ada rasa di hatinya untuk menerima ini.
Napas Vanessa kembali tercekat ketika jemari Damian mulai menjalar dari nadi, sampai ke pangkal lengannya. Mengusap dengan sensual. Menggoda turun hingga menyentuh dua kelembutan berpuncak merah muda.
Suara Damian berubah semakin berat. Matanya berkabut. "Tubuhmu indah sekali. Bahkan masih semulus ini. Aku tak sabar untuk menciptakan beberapa tanda."
Vanessa makin memejam mata erat. Ia tak mau lagi melihat.
Namun, di saat itu pula , tangan Damian tiba-tiba sudah berada di dagu Vanessa. Ia menariknya ke arah depan. "Jangan perpaling! Lihat aku!"
Dengan wajah menahan takut. Ia pun memandang pria rupawan itu. Seandainya ia tidak diikat, ditindih dan dicengkeram seperti tadi. Mungkin ia tidak akan setakut ini.
"Dengar .... aku memang akan menyakitimu, tapi aku juga akan mengajakmu menikmati sensasi terindah dari sebuah rasa sakit."
Alis Vanessa sedikit mengerut. Ia berusaha menerjemahkan maksud itu.
"Sesuatu yang bisa kamu rasakan, dan sulit untuk dijelaskan. Aku akan membuatmu menggapai kepuasan di atas kuasaku. Biar aku beri tahu. Aku seorang Dominan. Aku ingin sekѕ yang keras. Aku tidak bermain lembut. Aku akan membuatmu tunduk dan memekik. Sakit. Menggeram. Namun, kamu akan menginginkannya, lagi ... lagi ... dan lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY DOMINANT HUSBAND
RomanceDemi menyelamatkan sang Ayah dari kebangkrutan. Vanessa Haven terpaksa menerima lamaran seorang investor besar bernama Damian Dalton. Vanessa menerima takdir. Ia putus dengan kekasihnya. Kemudian menikah dengan pria itu. Di awal, semua tampak norma...