"Damian ...."
Suara Vanessa begitu pelan dan lemah. Ia semakin terisak dan terbenam di dada kekar itu. Seakan meminta perlindungan dan jangan disakiti lagi.
DEG!
Jantung Damian memukul kencang seketika. Ia merasakan wajah Vanessa membasahi dadanya. Hangat. Dari napas, juga air mata. Kedipan mata hazlenya bergetar mendengar namanya dipanggil lirih. Ia makin memeluk Vanessa, mendekap erat, dan mengusap rambut ginger wanitanya.
Ada perasaan kuat yang menarik Damian semakin dalam.
"Maaf, Damian ...," lagi ucap Vanessa sambil terisak.
Wanita itu mengeratkan pelukan seakan meminta pendamaian. Dan Damian pun memberikan dengan suka rela. Bukan sekadar prosedur yang diwajibkan dalam permainan Dominannya selama ini.
Kata maaf menyentuh hati Damian. Jika seperti ini, tentu ia akan lebih mudah melanjutkan permainan. Vanessa telah takluk dalam kendali. Menjadi submisif. Namun, hal itu bagai pedang bermata dua. Balik menyerang dan membuat ada rasa lain yang tak pernah ia rasakan. Hatinya tak pernah tergerak seperti ini, apalagi hanya saat mendengar kata itu. Tapi kini? Rasanya seperti dicengkeram. Mata hazle gelapnya bergoyang. Benarkah ia meragu?
Isakan Vanessa makin mereda. Dan anehnya, hal itu membuat semua kembali terasa ... tenang ....
Setelah dirasanya napas sang mungil mulai teratur. Damian bangun, lalu memakai kembali piyamanya. Ia kemudian merengkuh tubuh itu. Mengambil selimut kemudian menutup tubuh telanjang Vanessa dengan benda lembut tersebut.
Terang putih merengsek masuk ke celah kelopak mata Vanessa yang tak tertutup rapat. Ia membuka mata pelan. Tarikan napas dalam menyusul. Akhirnya ada suasana selain cahaya kuning yang berpendar dari dinding merah.
Damian sudah membawanya keluar. Mata amber itu sayu memandang lelaki yang menggendongnya. Pria itu begitu tenang. Langkahnya begitu stabil dan tangan itu begitu kokoh, bagai Vanessa tak memiliki bobot tubuh sama sekali.
Mereka kembali masuk ke kamar tempat semalam keduanya beristirahat.
Dengan lembut ia membaringkan Vanessa ke sana. Damian mengusap dahi mungil itu. Mata Vanessa sayu. Ia terlalu lelah. Kelopaknya membuka dan menutup.
"Istirahatlah. Aku obati setelah itu," ucap Damian lalu menyelimuti tubuh ramping Vanessa.
Lelaki itu kemudian pergi. Ia mengambil handuk basah.
Dalam sayup-sayup kantuknya. Vanessa merasakan kain hangat menyapu kaki dari pangkal pinggul sampai ke ujung kaki.
Rasanya nyaman. Vanessa menarik napas dalam. Kakinya terasa segar. Begitu enak. Tak ada lagi rasa lengket yang mengganggu.
Selimut yang menutupi tubuhnya, ruangan berpenyejuk, serta tak ada dinding merah sejauh yang terlihat, membuat Vanessa merasa lebih damai. Ia terlelap dan tak sadarkan diri dalam tidur yang dalam.
***
Entah sudah berapa lama Vanessa tertidur. Rasanya tadi masih ada cahaya matahari di celah gorden putih. Kini cahayanya berpindah sumber dari lampu.
Sebuah tangan mengusap kepalanya dengan lembut. Ia terbangun dengan itu. Aroma Ocean dan musk kembali memancar dari nadi berurat yang ia lihat sejak kemarin.
Lama-lama Vanessa semakin mengenali wangi khas itu.
"Damian ...?" panggilnya.
"Bagaimana tidurmu?" Suara itu bertanya dengan nada berat dan dalam.
Ia membuka mata semakin lebar. Terhirup aroma bubur yang menggoda selera.
Damian tengah duduk di samping ranjang dengan memangku sebuah baki berisi makanan. Lelaki itu terlihat segar. Sudah mandi dan rapi. Pakaiannya santai. Dan ia begitu sedap dipandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY DOMINANT HUSBAND
RomanceDemi menyelamatkan sang Ayah dari kebangkrutan. Vanessa Haven terpaksa menerima lamaran seorang investor besar bernama Damian Dalton. Vanessa menerima takdir. Ia putus dengan kekasihnya. Kemudian menikah dengan pria itu. Di awal, semua tampak norma...