Gadis itu kembali mencebik, tangannya masih terampil dengan ponsel pintar dan sesekali melirik pada orang di sebelahnya. Entahlah, dia jengah setengah mati mendengar rengekan yang tak ada henti. Berharap atensinya teralihkan namun ia akan bersikukuh.
"Ikut ya? Ya? Ya? Ayolah!" Tiffany makin jengah, telinganya sungguh bosan mendengar ucapan dari Gigi, gadis yang sedari tadi merengek padanya. Dimatikan ponselnya, mengalihkan pandangan lalu melipat tangan.
"Enggak! Udah ah, jangan maksa!" Gigi menghela napas, sesekali bibirnya mengerucut tanda ia sedang kecewa. Gadis itu bahkan sudah mengerahkan semua rengekan yang mengganggu agar Tiffany ikut dengannya.
"Ada gue, Irene juga ikut tau! Jivanca dibela-belain pulang loh buat besok, ayo lah Tiff ikut aja, gak seru banget sih lo!" Sedang yang dibujuk saat ini memejamkan matanya. Bukannya ia tak menghargai kerja keras temannya itu, tapi Tiffany sungguh sedang tak ingin mencari ribut.
"Ada Chandra juga, Jaeyden sama Kaisar bakalan ikut kok. Terus ada Mino—" Tiffany dengan segera memberikan glare mematikan kala nama pria itu terucap, sedang Gigi hanya tertawa ringan dengan agak canggung.
"Hehe ya gitu, kalo ada Mino jelas Shaun pasti ikut sih." Ia memutar matanya malas. Inilah alasan sesungguhnya darinya, bertemu dengan Shaun adalah hal yang paling menyebalkan. Jujur saja, dia lebih suka tak ikut dengan segala agenda yang dirancang teman-temannya daripada harus bertemu pria itu. Shaun itu menyebalkan!
"Tuh kan! Ih enggak deh, Gi. Gue males ketemu uka-uka macem dia!" Gigi mendengus, tangannya beralih menyambar lemonade milik Tiffany lalu menghabiskannya dalam sekali teguk.
"Jangan terlalu benci gitu deh, jatuh cinta baru tau rasa lo!"
"Sembarangan banget lambe lo kalo ngomong! Mana doyan gue sama jamet nyebelin macem dia! Mending kawin sama kambing lah!" Gigi menghela napas malas, berdebat dengan Tiffany memang jarang mendatangkan kemenangan baginya. Gadis itu terlalu tangguh dengan kalimat-kalimat pedas yang seringkali terucap.
"Udah ya Tiff, pokoknya lo harus ikut besok malem jam tujuh ke rumah Andreas, gue gak mau denger penolakan. Kalau perlu nih ya, besok lo gue seret sampe rumah Andreas. Gue pergi dulu!" Dan Gigi, meninggalkan dirinya sendiri di meja cafe tanpa menghiraukan lagi panggilan darinya. Gadis itu bahkan menutup telinga kala Tiffany terdengar agak murka karena diabaikan.
"AWAS AJA LO GI, GUE GAK BAKAL DATENG POKOKNYA!"
✿✿
"Oit, lo dateng kan besok malem?" Pria bernama Kaisar itu menepuk pelan kepala teman yang tengah serius pada ponsel, mendudukkan dirinya di sebelah lalu menyalakan cigarette yang ia bawa.
"Apaan?" Kaisar mendengus, matanya memutar dengan kesan agak menyebalkan. Pria di sampingnya itu ia tepuk sekali lagi, guna menyadarkan ingatannya kalau-kalau lupa pada perbincangan mereka pada malam sebelumnya.
"Kan semalem udah gue bilang, acara tahun baru di rumah Andreas. Lo lupa apa gimana sih, Hun?" Shaun, yang kerap mendapat panggilan Hun itu hanya fokus ke ponsel dan mengabaikan Kaisar yang meliriknya sebal.
"Kagak ah, dadakan banget soalnya. Mending tidur lah, paling juga besok malem ujan." Kaisar kemudian melengos, dipikirnya Shaun tak biasanya seperti ini. Laki-laki itu tak akan pernah mau ketinggalan agenda kumpul-kumpul bersama teman dan ini jarang terjadi kala Shaun menolak untuk ikut.
"Weits, lo ngeremehin rumah sultan Andreas apa gimana? Tenang aja, halaman rumah dia pake sliding roof. Udahlah ikut aja napa sih Hun, lumayan kali lo bisa ketemu bini lo di sana." Atensi Shaun mendadak terdistraksi, maniknya yang sedari tadi ada pada ponsel kini melirik ke arah Kaisar yang hanya tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A N I T O
FanfictionThen, who will be responsible for this feeling? © cyroldbee, 2021