Rain(a)-#1

17 2 0
                                    

Raina's POV

Sudah tengah malam, seharusnya kafe ini tutup 3 jam yang lalu. Tapi, aku masih berada di kafe ini ̶lebih tepatnya terjebak di kafe ini. Hujan turun sangat lebat dan bodohnya, aku lupa membawa payung. Ponselku juga mati daya, aku tidak bisa memesan taksi online. Aku terpaksa membuka kafe lebih lama dari waktu biasanya.

Aku membuat segelas cokelat hangat untuk diriku sambil melihat hujan yang turun. Aku suka memandang buliran air yang jatuh membasahi bumi dan aroma tanah basah yang khas membuatku merasa tenang. Namun, hujan mengingatkanku pada kenangan terburuk yang pernah kualami. Dan aku benci itu.

Aku duduk di pojok kafe sambal menikmati alunan lagu sendu dari ipod-ku. Aku menyesap cokelat hangatku dan berharap hujan ini segera reda. Aku merindukan tempat tidurku.

Waktu sudah menunjukkan pukul 03.00, aku benar-benar lelah. Hujan masih belum reda juga. Aku menyerah dan menutup kafe. Aku melepas sepatuku dan menyimpannya dalam kantong plastik agar tidak basah. Menerobos derasnya hujan sambil mengutuk diriku sendiri karena lupa membawa payung. Aku tidak memedulikan pakaianku yang basah dan terus berlari. Untung saja apartemenku tidak jauh dari kafe milikku.

Setelah 10 menit menerobos hujan, aku pun sampai di depan apartemenku dengan basah kuyup. Semoga saja aku tidak demam setelah ini. Aku segera mengeringkan tubuhku dan mandi. Membalut tubuhku dalam hangatnya pakaian dan selimut. Aku mengambil ponselku dan mengisi dayanya. Aku menyalakannya dan membuka kontak, hendak menelepon Yunna, sahabat sekaligus teman bisnisku.

"Halo?"
"Hei, Yunna. Maaf menganggu tidurmu."
"Raina?"
"Iya, ini aku Raina."
"Ada apa?"
"Besok kafe tutup dulu ya?"
"Kenapa? kamu sakit?"
"No. Aku baru pulang dari kafe. Aku menerobos hujan and I'm exhausted."
"Oh, begitu. Baiklah. Kamu istirahat saja, aku yang akan handle kafe besok."
"Benarkah? Kamu serius?"
"Iya, aku serius."
"Baiklah. Thank you, Yunna."
"Tentu, isitrahatlah."

Aku menutup panggilan. Untung saja ada Yunna, jika tidak, habislah aku. Aku segera mematikan ponselku lalu tidur.

。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。

Alarmku berbunyi tepat pukul 09.00. Dengan segera kumatikan alarm dan kuusap mataku. Aku hendak mengambil ponselku tapi, kepalaku terasa berat sekali. Tubuhku juga terasa menggigil. Kurasa aku demam. Dengan susah payah aku bangun dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi. Aku mengambil kotak P3K, mencari obat demam. Sayangnya persediaan obatku habis. Kuputuskan untuk membasuh wajahku dan menggosok gigi. Aku berganti pakaian dengan hoodie dan celana jeans panjang.

Perlahan aku berjalan menuju dapur, hendak membuat cokelat hangat dan roti panggang. Setelah sarapan, aku memakai sepatuku dan berangkat menuju kafe. Sebenarnya aku tidak ingin pergi, namun aku tidak mau Yunna menjaga kafe seorang diri.

Di tengah perjalanan, ponselku berdering. Telepon dari Yunna.

"Halo?"
"Raina? Kamu sudah bangun?"
"Iya, what's up?"
"Baiklah. Aku butuh bantuanmu disini."
"Oke, I'm on my way."
"Oke. Thanks."

Aku menutup panggilan dan mempercepat langkahku.

Sesampainya di kafe, aku melihat Yunna sedikit kewalahan melayani pelanggan. Aku pun segera masuk ke dalam.

"Hei, Rain," sapa Yunna.
"Hai, Yunna. Sepertinya kau sedikit kewalahan," jawabku.
"Ya, begitulah. Untung kamu datang tepat waktu." Aku mengangguk.
"Kok kamu pucat? Kamu sakit, Rain?" tanya Yunna khawatir.
"Ah, aku nggak apa-apa. Tenang aja," jawabku santai sambil tersenyum lelah.
Yunna mengangguk dan memberiku catatan pesanan untuk pelanggan selanjutnya.

Rain(a)Where stories live. Discover now