1 | Hari Paling Menyebalkan

209 20 3
                                    

halo, selamat datang di bab pertama cerita atmosfer 🙌🏻

ayo kita berinteraksi di kolom komentar!!!

sebelum baca, bintangnya jangan lupa ditekan ya!! ❤️‍🔥

⛅️⛅️⛅️

Di dalam mobil, Ragil tengah berusaha mencari cara untuk mengembalikan mood adik bungsunya. Biasanya ia akan membahas drama korea yang ditoton adiknya dan istrinya, tapi ia tahu jika saat ini Haya tengah libur menonton.

Tiba-tiba ia teringat dengan salah satu permintaan Haya yang belum sempat ia kabulkan. "Photo card yang kamu tunjukin waktu itu, udah kamu check out belum?"

"Yang mana?" balas Haya dengan nada lemah.

"Kakak, gak hapal namanya. Siapa ya...." gantung Ragil sembari mengingat-ngingat nama dari salah satu idola yang digemari adiknya. "Asep? Juju? Duh siapa sih!"

Melihat tak ada respon dari Haya, Ragil mencoba mencari kembali alasan agar adiknya tersenyum kembali.

"Oh, iya. Coba cek di kursi belakang, Mbak Gina bikinin kamu brownies."

"Sama lemon tea nya, nggak?" cicit Haya.

Ragil tersenyum lega saat Haya mulai kembali menampilkan ekspresi wajah cerianya. Ia bahkan langsung mengambil paper bag yang berisikan brownies dan sebotol lemon tea kesukaannya.

"Kalau ada hal yang nggak enak dan bikin kamu tertekan, bilang aja sama kakak. Kalau kamu merasa rumah nggak kayak rumah, lari aja ke rumah kakak. Kalau ada apa-apa, kamu boleh repotin kakak," ucap Ragil dengan lembut.

"Apa deh, Kak!" sinis Haya. Ia tak mau perasaannya menjadi semakin membiru hanya karena mendengar kata-kata manis dan menenangkan dari Ragil.

"Adil gak adil kasih sayang Ayah, sama ibu ke kamu, kakak bakal selalu kasih rasa sayang dan perhatian versi kakak buat kamu. Tenang aja, kamu tetap jadi adik kesayangan kakak."

Ragil mencoba mencuri-curi pandang pada Haya. Rupanya perempuan itu tengah menyeka air matanya. Ragil sampai tertawa gemas melihatnya. Sedewasa apapun Haya, baginya ia masih seperti Haya di umur empat tahun.

"Ada yang mau diomongin?" tanya Ragil.

Haya menarik napasnya dalam-dalam, lalu memperbaiki posisi duduknya. Alih-alih mengungkapkan perasaannya, Haya lebih memilih bertanya. "Kakak pernah ngebantah aturan Ibu?"

"Pernah."

"Ibu marah?" tanya Haya.

"Marah," jawab Ragil dengan nada lembut.

Haya bergeming. "Kakak, masih tetep sayang sama ibu?"

Ragil memain-mainkan jemarinya di atas kemudi mobil sebelum menjawab pertanyaan Haya. "Sayang. Ibu, kan yang ngelahirin kakak. Yang ngerawat, ngebesarin kakak."

"Don't you feel hurt, setelah semua perlakuan ibu yang kakak terima?"

"Nope. She's my mother, Haya. Kakak akan selalu terima apapun itu."

"Even when she was hurting Mbak Gina, istri Kakak?"

Ragil diam. Ia menyadari kesalahannya hari ini. Ia menyadari, membiarkan ibunya dengan leluasa meremehkan Gina, sang istri. Di persimpangan, Ragil memutarkan kemudinya ke arah kanan. Tepat dua ratus meter setelah belokan, ia menghentikan mobilnya.

"Kamu nanti juga ngerti, bagaimana cara kasih sayang Ibu sama Ayah," ucap Ragil.

Iya, Haya masih tak mengerti bagaimana cara ayah dan ibunya membagikan kasih sayang. Haya tak pernah mengerti, jika kenyataannya perbedaan itu nyata adanya.  

Last Night on EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang