Hange punya segudang pertanyaan yang Levi rasa tidak penting. Seperti corak warna kupu-kupu atau sistem pencernaan ulat bulu. Tentang galaksi dan semesta yang luas. Tentang manusia dan ego, tentang warna langit dan monster kraken. Tentang jumlah rambut di alis mata Erwin Smith. Tentang kelopak bunga dan embun pagi.
Dibalik pertanyaannya yang tidak krusial, diam-diam Hange menyimpan satu pertanyaan yang membuat Levi membisu di bawah hujan salju. Saat mantelnya ia rapatkan, saat dia akhirnya menggenggam tangan Levi sebelum mengukir senyum (yang Levi yakin bahwa senyumnya itu palsu).
"Levi ... kenapa ada kata selamat dalam ucapan selamat tinggal?"
Suaminya mengatupkan rahang.
"Levi," ada tremor dalam suaranya, "There were no good in goodbyes. And there will never be."
Levi mengambil satu langkah lebih cepat untuk memblokir jalannya, tangan melingkar di pinggang istrinya, naik hingga punggungnya, "Aku tahu."
"Aku tidak mau berpisah," satu kata, penuh tremor. Penuh perasaan yang lebih banyak disembunyikan dibanding ditampakkan, "Kamu bilang padaku bahwa ini tidak akan terjadi, Levi. Tidak bisakah kita menunggu sedikit lebih lama lagi?"
Pria itu menegak ludah, Hange mendekatkan wajahnya pada sisi wajah Levi, "Aku tidak mau berpisah, Levi."
Aku juga.
Tapi dalam getar napasnya, Levi memilih untuk menghela napas sebelum bibirnya berucap lirih, "Maafkan aku."
Di atas tempat tidur selepas itu, tidak ada yang berbicara. Tidak ada yang berbicara sama sekali namun tangan Levi bergerak untuk menemukan Hange dalam gelap. Untuk menariknya. Untuk mengecup puncak kepalanya lama-lama. Kalimat yang semula tertahan di lidah sirna, diganti hela napas kasar yang justru terdengar seperti desah putus asa.
"Setelah semuanya usai, ada baiknya kita tidak saling menghubungi."
Levi memejamkan matanya. Kuat-kuat. Dekapnya ia eratkan.
"Levi, seandainya semua sudah berakhir, kuharap kita tidak pernah bertemu lagi."
"Diamlah."
Amarah. Kesal. Cinta. Perasaan anomali yang bercampur menjadi satu, bertransformasi menjadi tindak-tindak ambigu yang Hange tidak bisa nilai lagi soal rasa dan tulus. Soal ungkap marah dan kesal atau afeksi. Soal pelepasan paksa atau nelangsa. Dan Levi punya pikiran berkabut dengan mata tertutup kelabu.
Tapi adiksi dari setiap sentuh yang Levi berikan membuatnya memilih untuk membisu. Menerima. Sebab mungkin setelahnya akan sulit bahkan hanya dengan bayang-bayang surai hitam dalam benaknya. Mungkin, nanti Levi hanya akan menjadi fragmen. Bukan apa-apa. Hange juga akan begitu di pikiran Levi.
Mungkin, ini yang terakhir.
Menghitung waktu. Hingga semuanya usai. Hingga dia kembali menjadi Hange Zoe.
Hange bergumam diantara tumpah kasih, "Aku mencintaimu."
Tbc.
YOU ARE READING
Talking to The Moon
FanfictionHange pernah bertanya pada Levi: "Kenapa ada kata selamat di ucap selamat tinggal?" WARNING: MATURE / SHORTFIC(?) / MULTICHAPTER