Chapter 19

788 66 0
                                        

"Tadi siang ngambek parah, sekarang malah ceria? Cepet banget sembuhnya."

Azila langsung cengengesan, duduk bersila di atas tempat tidur. Anggie yang ikut datang hanya menggeleng sambil tertawa kecil.

Anggie mengambil bantal dan menjitakkannya pelan ke kepala Azila.
"Drama Queen banget sih, Zil. Kita sampai khawatir, tahu?"

Azila tertawa kecil sambil mengusap kepalanya.
"Ya ampun, bukannya bersyukur aku masih hidup? Harusnya kalian bawa hadiah buat orang sakit, bukan malah mengomel."

Naina mendecak kesal lalu duduk di samping tempat tidur Azila.
"Udah nggak drama lagi, kan? Besok aku mau cerita soal sesuatu, tapi kalau kau masih baperan, mending aku tunda."

Azila langsung memasang wajah penasaran.
"Hah? Cerita apa? Tentang Reigha? Adrian? Atau… sesuatu yang lebih menarik?"

Anggie ikut duduk di lantai, menyandarkan punggungnya ke kasur.
"Ya udah, sekalian kita ngegosip aja malam ini. Aku bawa camilan, kok."

Malam itu, meskipun penuh dengan omelan dan ledekan, mereka akhirnya menghabiskan waktu bersama sambil tertawa dan mengobrol panjang lebar, seakan perjalanan naik gunung yang penuh drama tadi siang hanyalah sebuah kenangan lucu.

Naina dan Anggie langsung menatap Azila dengan ekspresi campuran antara kaget dan gemas.

"Jadi kau sadar kalau kau tuh drama? Tapi malah bangga karena berhasil bikin Anggie dan Adrian naik gunung berdua?"

Azila nyengir, "Ya kan, setidaknya ada yang dapat untung dari aku yang kesengsaraan."

Anggie mendesah panjang, menutup wajahnya dengan bantal. "Ya ampun, Zil. Aku aja nggak kepikiran itu bakal terjadi."

Azila tertawa kecil, lalu menambahkan dengan nada jahil, "Terus, Nataa yang katanya tidak peduli tuh akhirnya nganterin aku ke rumah sakit dan ke rumah. Kau tahu, ibuku sampai heboh banget! Katanya, ‘Akhirnya ada cowok yang nganterin anakku pulang!’ Padahal kalau dia tahu kelakuan asli Nataa, mungkin ibuku bakal shock!"

Naina langsung terkekeh. "Jadi Nataa beneran baik atau sebenarnya dipaksa keadaan, nih?"

Azila mengangkat bahu dengan senyum penuh arti. "Mungkin sedikit dari keduanya? Yang jelas, aku puas melihat dia panik ngurusin aku, walaupun dia nggak mau ngaku."

Anggie dan Naina saling berpandangan sebelum akhirnya tertawa bersama. Malam itu terasa lebih ringan, penuh kehangatan dan cerita seru yang entah kapan akan berhenti.

Azila menghela napas panjang sambil menatap langit-langit kamarnya. "Aku rasa aku mulai paham gimana cara menghadapi Nataa."

Naina menoleh dengan alis terangkat. "Maksudmu?"

Azila berbalik menatap mereka dengan senyum penuh arti. "Dia tuh tipe yang gengsinya setinggi langit, nggak akan pernah ngaku kalau sebenarnya peduli. Jadi, kalau aku cuma nunggu dia berubah atau berharap dia bakal lebih peka, nggak akan kejadian."

Anggie terkekeh, "Jadi kesimpulannya?"

Azila mengangkat bahu dengan percaya diri. "Kesimpulannya, aku harus jadi tipe yang maksa dan peka buat dia! Kalau dia gengsi, aku bakal nge-push sampai dia kelepasan. Kalau dia pura-pura nggak peduli, aku bakal bikin dia nggak punya pilihan selain peduli!"

Naina dan Anggie saling berpandangan sebelum akhirnya tertawa.

"Astaga, aku tidak tahu ini strategi cerdas atau gila, tapi kupikir cuma kau yang bisa bikin Nataa jungkir balik kayak tadi."

"Hati-hati aja, Zil. Kalau kebanyakan nge-push, bisa-bisa dia kabur."

Azila nyengir lebar. "Tenang, aku udah tahu celahnya. Gengsinya setinggi langit, tapi kalau udah kepancing, dia nggak akan bisa berhenti."

Reighaard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang