Pukul 06.30 pagi, tepat saat terdengar suara ayam berkokok, aku terbangun. Lampu kamarku sudah mati dan gorden jendelaku terbuka. Namun langit diluar sana terlihat masih gelap, sepertinya akan turun hujan.
Hawa dingin terasa menusuk kulit tanganku yang mengenakan kaos lengan pendek. Kelihatannya, cuaca menyuruhku untuk melanjutkan petualangan berburu ubur-uburku bersama sikembar peta--tokoh kartun dora the explorer-- dan plankton--tokoh kartun Spongebob Squarepants--.
Baru saja ingin kutarik selimut bergambar Harry Potter kesayanganku, suara paling horor dibumi terdengar.
"Kak, bangun!"
Sebentar lagi, ceramah singkat mamah dede versi kearifan lokal akan terdengar.
1
2
3
Eh?
Kok tidak ada? Wow, impresif.
Tidak seperti biasanya.
Biasanya, akan ada suara
Ya, ya, ya toiba... Ya toiba...Eh tidak, itu suara nada dering handphone papa.
Ingin rasanya aku tidak peduli dan lanjut bermimpi. Namun, jiwa ke-kepo-an ku tidak bisa dicancel saat ini.
Aku pun bergegas mencari tau, ada apa dibalik keanehan sikap mama hari ini.
Kamarku yang kebetulan berada didekat dapur, memudahkanku untuk mengecek terlebih dahulu kondisi diluar sana. Siapa tahu saja, keanehan mama tadi adalah pengalihan isu agar aku mau keluar kamar. Mungkin saja, setelah selangkah aku keluar pintu kamar, tiba-tiba kepalaku dibungkus karung goni lalu aku dibawa dan dibuang ke hutan nan jauh disana.
Duh, kan bahaya kalau nanti disana aku diajak nikah sama tarzan.
Dari celah pintu yang kubuka sedikit, terlihat mama sedang memotong sayuran dimeja makan, papa dengan handphonenya, dan Reza adikku yang tak punya malu itu baru saja keluar dari kamarnya.
Kelihatannya, kondisi aman terkendali.
"Kak Anis bantu buatin PR-ku dong!" Reza mengangkat buku ditangan kanannya dan berjalan ke arahku yang baru saja selesai menutup pintu kamar.
Aku menaikkan alisku menatapnya sinis. Enak saja pagi-pagi begini dia mau buat aku mual dengan tugas-tugas anak sd yang suka ngajak nostalgia itu.
"Ayo kaaak," rengeknya padaku.
"Ogaaah!" aku mengibaskan ujung rambutku yang terikat acak-acakan.
"Eh, kakak udah bangun. Itu kak ayamnya udah mama taruh diwastafel tinggal kamu cuci aja." Mama melirikku sekali dan menunjuk kearah wastafel menggunakan pisau yang ia gunakan untuk memotong wortel.
Kulihat Reza menghampiri papa dan memintanya untuk membantu membuatkan PR, lalu mereka pergi ke ruang tengah.
Aku dengan raut wajah heranku, melangkah hati-hati tanpa mengubah posisi dari hadapan mama.
Ketika mama melanjutkan kegiatan potong memotongnya, aku menatap potongan ayam diwastafel.
"Ini serius gue nyuci ayam?" aku mengangkat bagian sayap dari ayam itu, memandanginya secara inci juga jijik.
Aku berbalik badan, menatap mama yang masih setia dengan pisaunya. Ku tatap ayam diwastafel, lalu kutatap mama lagi, aku pun terkejut. Mama menatapku sambil mengangkat pisaunya.
"Sudah selesai, kak?"
"B-belum, ma." Lagi-lagi aku terkejut. Mama dan pisaunya benar-benar bisa memicu penyakit jantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beban Keluarga [1/1]
Short StoryBertingkah layaknya sultan, nyatanya hanya beban. || hiduplah seakan esok kau mati. || •10022021•