3. Sahabat

42 3 3
                                    

***

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Kok baru nyampe?"

Alif menyalami tangan lelaki yang baru saja bertanya padanya. Namanya Ghifari, biasa dipanggil Mas Ari oleh Alif. Usianya 21 tahun. Ia membantu menjaga toko roti peninggalan ayah Alif.

"Enggak, tadi abis nganter temen. Mas Ari mau pulang?"

"Iyo, mbak mu ngajak ke kondangan."

"Iya deh yang udah nikah," goda Alif disambung kekehan oleh Ari. Lelaki itu memang menikah muda karena berniat untuk menyempurnakan agamanya.

Ari pun pergi setelah mengucap salam yang sudah dijawab oleh Alif dan dua pegawai laki-laki yang ada disana, panggil saja Dzaki dan Andra.

Alif masuk ke sebuah ruangan untuk berganti pakaian lebih dulu. Setelah selesai, Alif kembali keluar dan mengambil buku laporan penjualan di atas meja kasir lalu duduk di kursi.

Ia memperhatikan laporan penjualan kemarin dan hari ini. Raut seriusnya membuat siapapun suka memandangnya lebih lama sebab Alif terlihat lebih menawan.

"Selamat datang." Dzaki menyambut pelanggan yang baru masuk ke toko dengan santun.

Alif melihat siapa pelanggan yang datang. Dua perempuan nampak sedang memilih kue di etalase yang didampingi oleh Andra. Lalu Alif berdiri dan meletakkan bukunya ke dalam laci meja.

"Mas, udah pada makan?" Alif bertanya pada dua laki-laki yang sekarang menoleh menatapnya.

"Udah, Lif."

"Saya belum, nitip ya," kata Andra yang tadi memang belum sempat makan.

Alif mengangguk lalu keluar dari toko dan membeli makan di warteg seberang jalan.

Setelah membelikan nasi untuk Andra makan, ia kembali masuk kedalam toko. Dua wanita tadi sudah tidak ada, yang ada hanya seorang lelaki yang duduk di salah kursi yang tersedia disana. Alif merasa jika ia mengenalnya meski hanya melihatnya dari arah belakang.

"Makasih, Lif."

"Ndak usah, mas," tolaknya ketika Andra mengulurkan uang kepadanya.

Andra tau, memaksa Alif adalah sesuatu hal yang percuma. Jadi ia lebih memilih berterimakasih dan langsung membawa makanannya ke dapur.

Alif berjalan kearah meja dan duduk tepat di depan orang yang sedang sibuk dengan ponselnya.

Dzaki datang menghampiri, "Eh, Lif, ini ada yang nitip tadi."

Alif mengangkat kedua alisnya saat didepannya tersaji sebuah kue berbentuk hati didalam kotak yang tentu dari tokonya sendiri. Ada kertas diatas kotaknya dan tertulis nomor hp.

"Dua cewek tadi, salah satunya nitip ini. Katanya buat yang tadi keluar, dapet salam." Alif menghela napas.

"Katanya jangan lupa hubungin nomornya," lanjut Dzaki.

Laki-laki yang duduk didepan Alif terkekeh, "Mas nya kayak gak tau Alif aja."

Dzaki tersenyum, "Tau, saya cuman nyampein amanah aja,"ujarnya lalu permisi untuk kembali bekerja.

KhalifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang