13

4.6K 276 1
                                    

[Selamat Siang, Pak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Selamat Siang, Pak. Ini adalah dokumentasi proses pembelajaran di kelas C. Semoga Bapak tidak terkena serangan jantung ya J :P]

Demi Pak Setan yang kata Aya termasuk golongan setan yang nyamar dari dosen. Ia tertawa cekekikan saat kembali membaca pesan tersebut. Beberapa saat yang lalu, ia sudah menelepon Pak Anta memberitahukan perihal dokumentasi mengajarnya hari ini.

Ia pun merebahkan tubuhnya di atas spring bed seraya tersenyum licik. Hari ini ia sangat bahagia, mengerjai dosennya merupakan salah satu hiburan tersendiri baginya.

Tak lama kemudian, suara ketukan pintu membuyarkan khayalannya perihal kekagetan Pak Anta. Langsung saja ia bangkit dan berjalan membuka pinta kamarnya.

"KAKAK!!" seru Aya begitu pintu kamarnya terbuka dan berhambur memeluknya.

"Kakak kapan balik?" tanya lagi.

"Barusan, ini juga langsung ke kamar kamu buat ngabarin," jawab sang Kakak sembari mengusap surai Aya.

"Kakak gak lupa kan sama titipan Aya?" Kepala Aya menengadah melihat wajah kakaknya dengan memicingkan mata menatap curiga.

Sang Kakak tertawa mendengar perkataan sang Adik, "Ya enggaklah, mana mungkin Kakak lupa sama pesanan Adik kakak sendiri, hmm?"

Di ciumnya puncak kepala Aya, lalu memamerkan paper bag yang dipegangnya sedari tadi. Sontak kedua mata Aya berbinar, "Huwaaahhhh."

Ia meraih paper bag tersebut lalu mendekapnya. "Maacih ya, Kak," ungkap Aya sembari memasang wajah yang imut kepada kakaknya.

"Sama-sama, Sayang." Lagi puncak kepala Aya dielus-elus. "Oh ya, tadi juga Kakak beli martabak kesukaan kamu. Tuh ada di ruang tengah sama Bunda." Usai berkata seperti itu, sang Adik langsung berlari menuju ruang tengah.

Sesampainya di sana, dilihatnya sang Bunda tengah menikmati martabak sembari menyaksikan tayangan televise.

"Ihhh, Bunda. Jangan diabisin martabaknya!" seru Aya berjalan di dekat Bunda.

Mendengar seruan putrid bungsunya, membuat sang Bunda berbalik dan tersenyum melihat tingkah Aya yang selalu gemes jika bertemu kakaknya. "Bunda gak habisin kok, tuh Bunda sisain."

"Pokoknya ini punya Aya semua ya?!" Aya memangku sekotak martabak yang tersisa.

"Iya, itu memang punya Aya kok," sang Kakak menimpali dan duduk di samping Aya. Sementara Bunda hanya geleng-geleng kepala.

"Kakak kenapa balik?" tanya Aya kemudian, sepotong martabak telah masuk ke dalam mulutnya usai bertanya kepada kakaknya.

"Kakak kamu balik kok nanyanya gitu?" protes Bunda.

"Bukan gitu, Bund. Maksud Aya, emang kerjaan Kak Arya udah selesai? Biasanya kan Kak Arya baliknya lama," Aya beralih menatap Arya, dilihatnya sang Kakak tersenyum gemas melihat kelakuan adiknya.

"Udah, kerjaan Kakak udah selesai kok. Jadi bisa balik," jawab Arya.

"Kak Arya lama tinggal di rumah?"

"Paling lama cuma dua minggu, ini pun karena harus ngehadirin acara teman Kakak."

Aya mengangguk mendengar jawaban sang Kakak, masih sambil menikmati martabak kesukaannya.

"Gimana kuliah kamu?"

"Baik."

"Gak ada yang aneh-aneh kan?"

Sesaat Aya terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Karena yang menurutnya aneh ya cuma Pak Setan—dosen Jahanamnya itu, tapi masa iya jawab seperti itu. Gak etis banget kan?

"Yang aneh itu adikmu, Kak, tingkat kehaluannya semakin menjadi-jadi sama artis Korea itu. Kamu juga selalu manjain dia, beliin segala pernak-pernik berbau Korea." Sang Bunda menjawab, membuat Aya yang bergeming memanyungkan bibirnya.

"Ya gak apa-apa kok, Bund. Asal tidak berlebihan. Mungkin itu bisa jadi motivasi Aya buat belajar, lagi pula Aya kan punya impan jalan-jalan ke Korea," bela Arya mengelus puncak kepala Aya. Dia memang sangat memanjakan Aya, secara Aya merupakan adik satu-satunya.

Bunda hanya bisa geleng-geleng kepala, tak dapat dipungkiri Arya memang sangat menyayangi Aya. Begitu pun dengan Aya yang sangat manja kepada kakaknya terlebih saat ia kehilangan sang Aya sepuluh tahun lalu.

"Jadi kapan acara teman kamu itu, Kak?" Bunda mengalihkan topic pembicaraan.

"Hmm, mungkin minggu depan, Bund."

"Acara apa, Kak?" Aya ikut bertanya.

"Syukuran."

Aya mengangguk.

"Aya mau ikut?" tawar sang Kakak.

"Emang boleh?"

"Ya itu kalau Aya mau sih."

Aya menatap Bunda meminta persetujuan.

"Kalau sama Kakak, mana bisa Bunda cegah."

Seketika senyum Aya terbit, "Maacih, Bunda," ucapnya memeluk wanita paruh baya itu.

"Kak Arya beliin baju buat Aya ya buat acara teman Kakak," pinta Aya.

Arya hanya mengangguk mengiyakan. "Maacih juga Kak Arya, sayang deh sama Kakak." Lagi Aya memeluk sang Kakak.

Begitulah Ayara, jika di rumah dan bertemu dengan Aryan, sifat kekanak-kanakan dan manjanya semakin menjadi-jadi.

Ooo

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang