[AWAS NGAKAK!!]
[DISARANKAN TERLEBIH DAHULU MEMFOLLOW AKUN INI SEBELUM MEMBACA!]
Berawal diciduk dosen mengagumi K-POP di kelas, Aya akhirnya mendapat hukuman menjadi asisten dosen selama satu semester.
Siapa sangka yang awalnya cuma asisten dosen m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Demi apapun di dunia ini. Ia tertawa cekikikan saat kembali membaca pesan tersebut. Beberapa saat yang lalu, ia sudah menelepon Pak Anta memberitahu perihal dokumentasi mengajarnya hari ini.
Ia pun merebahkan tubuhnya di atas spring bed tersenyum licik. Hari ini ia sangat bahagia, menjahili dosennya merupakan salah satu hiburan yang menyenangkan. Kena kan lo! Hahaha.
Tak lama kemudian, suara ketukan pintu membuyarkan khayalannya mengenai reaksi Pak Anta melihat hasil mengajar Aya. Langsung saja ia bangkit dan berjalan membuka pintu kamarnya.
"KAKAK!!" seru Aya begitu pintu kamarnya terbuka dan berhambur memeluknya.
"Kakak kapan balik?" tanya lagi.
"Barusan, ini juga langsung ke kamar kamu buat ngabarin," jawab sang Kakak sembari mengusap surai Aya.
"Kakak gak lupa kan sama titipan Aya?" Kepala Aya menengadah melihat wajah kakaknya memicingkan mata menatap curiga.
Sang Kakak tertawa mendengar perkataan sang Adik, "Ya enggaklah, mana mungkin Kakak lupa sama pesanan Adik kakak sendiri, hmm?"
Diciumnya puncak kepala Aya, lalu memamerkan paper bag yang dipegangnya sedari tadi. Sontak kedua mata Aya berbinar, "Huwaaahhhh."
Ia meraih paper bag tersebut lalu mendekapnya. "Maacih ya, Kak," ungkap Aya memasang wajah yang imut kepada kakaknya.
"Sama-sama, Sayang." Lagi puncak kepala Aya dielus-elus. "Oh ya, tadi juga Kakak beli martabak kesukaan kamu. Tuh ada di ruang tengah sama Bunda." Usai berkata seperti itu, sang Adik langsung berlari menuju ruang tengah.
Sesampainya di sana, dilihatnya sang Bunda tengah menikmati martabak ditemani tayangan televisi.
"Ihhh, Bunda. Jangan diabisin martabaknya!" seru Aya berjalan di dekat Bunda.
Mendengar seruan putri bungsunya, membuat sang Bunda berbalik dan tersenyum melihat tingkah Aya yang selalu gemes jika bertemu kakaknya. "Bunda gak habisin kok, tuh Bunda sisain."
"Pokoknya ini punya Aya semua ya?!" Aya memangku sekotak martabak yang tersisa.
"Iya, itu memang punya Aya kok," sang Kakak menimpali dan duduk di samping Aya. Sementara Bunda hanya geleng-geleng kepala.
"Kakak kenapa balik?" tanya Aya kemudian, sepotong martabak telah masuk ke dalam mulutnya usai bertanya kepada kakaknya.
"Kakak kamu baru balik kok nanyanya gitu?" protes Bunda.
"Bukan gitu, Bun. Maksud Aya, emang kerjaan Kak Arya udah selesai? Biasanya kan Kak Arya baliknya lama," Aya beralih menatap Arya, dilihatnya sang Kakak tersenyum gemas melihat kelakuan adiknya.
"Udah, kerjaan Kakak udah selesai kok. Jadi bisa balik," jawab Arya.
"Kak Arya lama tinggal di rumah?"
"Paling lama cuma dua minggu, ini pun karena harus ngehadirin acara kantor."
Aya mengangguk mendengar jawaban sang Kakak, masih sambil menikmati martabak kesukaannya.
"Gimana kuliah kamu?"
"Baik."
"Gak ada yang aneh-aneh kan?"
Sesaat Aya terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Karena yang menurutnya aneh ya cuma Pak Anta—dosen psikopat itu, tapi masa iya jawab seperti itu. Gak etis banget kan?
"Yang aneh itu adikmu, Kak, tingkat kehaluannya semakin menjadi-jadi sama artis Korea itu. Kamu juga selalu manjain dia, beliin segala pernak-pernik berbau Korea." Sang Bunda menjawab, membuat Aya yang bergeming memanyungkan bibirnya.
"Ya gak apa-apa kok, Bun. Mungkin itu bisa jadi motivasi Aya buat belajar, lagi pula Aya kan punya impian S-2 di Korea," bela Arya mengelus puncak kepala Aya. Dia memang sangat memanjakan Aya, secara Aya merupakan adik satu-satunya.
Bunda hanya bisa geleng-geleng kepala, tak dapat dipungkiri Arya memang sangat menyayangi Aya. Begitu pun dengan Aya yang sangat manja kepada kakaknya terlebih saat ia kehilangan sang Ayah sepuluh tahun lalu.
"Jadi kapan acara kantor kamu itu, Kak?" Bunda mengalihkan topik pembicaraan.
"Hmm, minggu depan, Bun."
"Acara apa, Kak?" Aya ikut bertanya.
"Syukuran."
Aya mengangguk.
"Aya mau ikut?" tawar sang Kakak.
"Emang boleh?"
"Ya itu kalau Aya mau sih."
Aya menatap Bunda meminta persetujuan.
"Kalau sama Kakak, mana bisa Bunda larang."
Seketika senyum Aya terbit, "Maacih, Bunda," ucapnya memeluk wanita paruh baya itu.
"Kak Arya beliin baju buat Aya ya buat acara kantor Kakak," pinta Aya.
Arya hanya mengangguk mengiyakan. "Maacih juga Kak Arya, sayang deh sama Kakak." Lagi Aya memeluk sang Kakak.
Begitulah Ayara, jika di rumah dan bertemu dengan Arya, sifat kekanak-kanakan dan manjanya semakin menjadi-jadi.