1. Akhir yang Menjadi Awal -bag. 1

67 8 0
                                    

Sebenernya ini uda aku revisi, but kalo masi ada typo tandain oke?😉

Heppy reading gais!..


.
.
.
.
.


Tap

Tap

Tap...

Terdengar suara langkah kaki yang menggema disebuah rumah lebih tepatnya mansion mewah.

"Selamat datang nona Arabella, nyonya menyuruh saya untuk mempersilahkan anda menunggu didalam" sapa seorang maid sembari menggiring sang pemilik langkah ke sebuah ruangan.

Kriet...

Arabella masuk ke dalam setelah maid tersebut membukakan pintu. Dilihatnya ruangan yang sepertinya ruang santai itu dengan tatapan tajam khasnya. Ruangan dengan desain modern yang elegan, dengan sofa, meja kecil, rak buku, dan tanaman hias yang tertata rapih.

Dilangkahkan-nya kaki jenjang itu menuju sofa dengan meja kecil didepannya. Duduk dengan kesan yang elegan nan angkuh, yang sudah menjadi khasnya.

.

Beberapa saat kemudian pintu terbuka, menampakkan sesosok wanita bertubuh mungil yang melangkah dengan perut yang sedikit membuncit. Penampilannya yang elegan namun dengan tubuh mungilnya, hal tersebut menjadikan-nya terlihat imut.

"Kakak, maaf membuatmu menunggu" sapanya dengan suara yang berkesan ramah. Sayangnya, ke-ramahan tersebut disambut tatapan sinis Arabella.

"Langsung saja Adline, apa tujuan kamu menyuruhku datang ke sini?" todong Arabella tanpa basa-basi, saat sang adik baru saja mendudukan diri.

"Kakak, apakah seorang adik salah kalau mau bertemu kakaknya?" tanya Adline sendu.

"Aku bukan kakakmu" dengus Arabella dengan senyum meremehkan. "Jadi apa yang mau kamu katakan?" lanjutnya.

Adline menyesap teh yang tersaji di depannya sebelum menjawab " Aku mau mengundang kakak ke acara 4 bulanan anakku dan Ian" ucap Adline mengabaikan dengusan Arabella.

"Kamu pikir aku sudi menghadiri acara anakmu itu?" sindir Arabella dengan satu alis terangkat sinis.

"Kakak bagaimanapun kamu bibinya" balas Adline tak percaya.

Arabella mendengus sinis, kemudian berdiri dari duduknya. "Kalau cuma itu yang mau kamu katakan aku akan pergi" ucap Arabella lalu melangkahkan kakinya menuju pintu. Namun belum sampai ke pintu terdengar teriakan dari Adline.

Arabella berbalik, terlihatlah Adline yang merintih kesakitan memegangi perutnya dengan darah yang mengalir disela pahanya.

"Apa yang-"

Brak!!

Ucapan Arabella terpotong karena dobrakan pintu. Seorang lelaki masuk dengan langkah tergesa menuju Adline. Dia Ardian. Suami Adline. Cinta pertama dan sepertinya terakhir Ara.

"Dline! Hey kamu kenapa sayang?" tanya Ardian pada Adline dengan nada cemas yang sangar kentara.

"Ian, sakit, anak kita" rintih Adline terengah. Keringat dingin mengalir dari dahinya.

"Siapkan mobil! Kita berangkat ke rumah sakit sekarang juga!" teriak Ian kalut sembari membopong Adline. Ian melangkah tergesa tak mengacuhkan Ara yang mematung melihat semuanya.

.
.
.
.

Suasana lorong rumah sakit terasa tegang. Ian terlihat mondar-mandir tak bisa berdiri diam, raut cemas kentara sekali diwajahnya. Yang dipikirkannya hanya satu, keadaan Adline dan anak mereka.

ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang