chapter 2 Jingga

7 1 0
                                    

Jumat pagi, sepulang dari makam alm. Sarah Nurfadilah, mendiang ibu Jingga.

Jingga Berdiri didepan rumahnya yang tampak sepi. Rumah yang telah ditinggalkan dua hari yang lalu. Ia menyapukan pandangan ke sekeliling, tak ada yang berubah. Semua dalam keadaan rapi, bersih dan juga terlihat sangat terawat. Bahkan, semak mawar dan pohon melati yang ditanam alm. Ibunya sedang berbunga dan juga amat sangat indah. Mata Jingga berkaca kaca, saat kerinduan kepada ibunya mulai mengahampirinya lagi. Ia ingat ketika menemani ibunya menanam semak mawar dan pohon melati itu. Ia membuang nafas perlahan. Tapi ia bersyukur, ada ayahnya yang membuatnya merasa tak kesepian
Ia masih punya tempat mengadukan hati saat ia terluka, dan beliau selalu ada untuk menghiburnya.

"Non Jingga?"
Jingga menoleh kearah datangnya suara. Terlihat Pak Yana, satpam rumahnya tergopoh gopoh menghampiri pagar. Ia memilih pulang ke rumah mendiang ibunya dari pada ke rumah dinas ayahnya, karna ia sedang merasa rindu pada ibunya.
"Duh maaf ya, Non. Saya lagi dikamar mandi, jadi nggk tau kalo Non Jingga dateng." Kata Pak Yana seraya mengeluarkan serenceng kunci dari saku celananya, dan memilih salah satu kunci, lalu memasukkan ke lubang kunci pagar. Ia memutar kunci dan membuka pintu pagar selebar mungkin.
"Sudah lama menunggu, Non? Kenapa Nggk ngebel aja?" Pak Yana bertanya sebelum Jingga masuk kembali ke mobil untuk memasukkannya ke garasi rumah.
"Nggk apa apa, Pak." Kata Jingga sambil tersenyum. Jingga memberi kode pada ajudan ayahnya untuk Memasukkan mobilnya ke garasi rumahnya di ikuti Pak Yana.
"Ayah ada kesini nggk pak?" Tanya Jingga pada Pak Yana.
"Bapak kemarin ada kesini, tapi nggk lama Non."
"Ohh gitu ya Pak."
"Ohh iya Non, Bapak juga titip pesen katanya, kalau Non Jingga ada pulanh ke sini, Non Jingga jangan lupa, untuk ke rumah dinas."
"Iya Pak, makasih ya Pak, saya ke dalem dulu." Kata Jingga sambil berjalan ke dalam rumah.

Ia menaiki tangga menuju kamarnya, setelah beberapa lama ia diam,ia menyapukan pandangan ke sekeliling kamarnya, kamarnya masih sama seperti sebelum ia tinggalkan, rapih dan bersih.

*******

Jingga keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya. Membalut rambutnya dengan handuk, lalu membuka lemari baju. Baru saja tangannya terulur hendak mengambil pakaian, ketukan di pintu tertangkap oleh telinganya.

"Siapa?"
"Saya Non." Suara Mbok Asih, pengurus rumah tangga terdengar dibalik pintu.
"Ada apa Mbok?"
"Non Jingga, ada Bapak dibawah."
Kening Jingga berkerut, bukankah tadi ayahnya bilang ia harus ke rumah dinas? Ahh sudahlah, mungkin ayahnya juga sedang merindukan mendiang ibunya.
"Bilangin sama Ayah, aku baru selesai mandi."
Tak ada sahutan dari pemilik suara. Jingga berasumsi Mbok Asih sudah pergi untuk memberi tahu ayahnya. Sedikit lebih santai, Jingga mengenakan pakaian.

Jingga keluar kamar dengan pakaian jumpsuit denim berukuran longgar, dipadukkan dengan inner abu abu dan hijab berwarna senada dengan inner. Serta sandal rumahan, ia melihat dirinya di cermin, sebelum bertemu ayahnya. Setelah selesai, ia keluar dari kamar, menuruni anak tangga. Dalam sekejap ia telah berada di ruang keluarga. Ia bisa menduga bahwa ayahnya sedang berada di ruang perpustakaan pribadi dirumahnya. Dan, betul saja, ayahnya berada di sana.

Didapati ayahnya sedang membaca buku dengan santai, sambil membalikkan halaman. Jingga menghampiri ayahnya, dan duduk disampingnya. Karna ruang perpustakaan ini tidak memmiliki sofa, hanya menggunakan karpet tebal untuk duduk. Jingga berbaring dipanggkuan Ayahnya. Ayahnya menutup buku, lalu mengelus kepala berhijab anak semata wayangnya.

"Nak," panggil Ayah.
"Iya ayah?" Kata jingga.
"Besok pagi kita akan kedatangan tamu."
"Tamu? Siapa yah?" Kata jingga seraya duduk menghadap ayahnya.
"Dia sahabat ayah, dia adalah Letjen. Arya Subandi. Ia akan datang bersama istri dan juga anaknya."
"Letjen? Ohh yang pernah kita ke rumah nya dulu? Waktu aku awal masuk kuliah?"
"Iya."

"Mereka mau sekedar main kah?"
"Iya mereka hanya mau berkunjung." Jawab Ayah jingga sedikit berbohong.
Jingga ragu, atas jawaban ayahnya, karena warna yang dikeluarkan ayahnya adalah sedikit abu abu, yang artinya, ayahnya sedang berbohong.

"Ayah, jujur sama Jingga, apa yang akan datang besok adalah orang yang akan ayah jodohkan denganku?" Tanya Jingga ragu ragu.
"Ya, anak Letjen Arya Subandi, namanya Dewangga Adiputra Pratama, dia anak yang baik, patuh pada orang tua, dan ayah yakin dia akan memperjuangkan kamu melindungi kamu, dan ayah juga yakin, dia bisa membahagiakan kamu." Jelas ayahnya. Dan Jingga hanya bisa terdiam.

"Kamu mau tau nak, pria yang pernah kamu kenalkan pada ayah, dia orang yang tak bisa memegang ucapannya, dia juga 'pemain' perempuan!"
"Pemain perempuan?" Tanya Jingga tak mengerti.
"Ya, dia suka bermain perempuan Jingga, setiap malam datang ke klub remang remang, mabuk, menyewa perempuan untuk bermalam, bahkan dia berganti ganti wanita setiap malam, laki laki macam apa dia?!" Ucap ayahnya dengan nada tegas, dan warna yang di keluarkan ayahnya adalah merah, bisa berarti ucapannya nyata.
"Ayah tau dari mana?" Tanya Jingga
"Semenjak kamu mengenalkannya pada ayah, ayah mengikutinya, setiap hari." Hanya ada jawaban diam dari jingga.

Hening beberapa saat, jingga berusaha mencari topik untuk mencairkan suasana dan mengalihkan topik pembicaraan yang sudah mulai kaku itu.

"Jadi? Tadi ayah bilang sama jingga di telepon, katanya Jingga harus ambil cuti,"
"Iya, kamu sudah mengajukan cuti pada rumah sakit?"
"Jingga nggk bisa ngajuin cutinya, ayah."
"Loh kenapa? Apa harus ayah yang datang untuk meminta cuti?"
"Apaan si ayah, Jingga bukan anak SMA lagi ya, yang kalo mau izin harus ayah yang dateng." Kata jingga sambil terkekeh.
Ayahnya tersenyum.
"Lalu kenapa tidak bisa?" Tanya ayah.
"Jingga nggk bisa ambil cuti ayah."
"Kalau begitu siapa yang akan menemani ayah menerima tamu besok?"
"Ayah jangan khawatir. Kalau ayah mau jingga temenin, jingga akan libur besok buat ayah, ya, tapi bentar, tamunya dateng jam berapa?"
"Kan tadi ayah bilang, mereka dateng pagi."
Jingga tersenyum lebar.
"Kalau gitu, Besok Jingga usahakan."
"Bukan hanya diusahakan, tapi harus dilakukan."
"Siap ayahku sayang, kalo gitu, jingga naik dulu ya ayah."
Hanya dibalas senyuman dan anggukan dari sang ayah.

********

Jingga terbaring di tempat tidurnya. Ucapan ayahnya terus mengiang di telinganya.

"Kamu mau tau nak, pria yang pernah kamu kenalkan pada ayah, dia orang yang tak bisa memegang ucapannya, dia juga 'pemain' perempuan!"
"Pemain perempuan?" Tanya Jingga tak mengerti.
"Ya, dia suka bermain perempuan Jingga, setiap malam datang ke klub remang remang, mabuk, menyewa perempuan untuk bermalam, bahkan dia berganti ganti wanita setiap malam, laki laki macam apa dia?!" Ucap ayahnya dengan nada tegas, dan warna yang di keluarkan ayahnya adalah merah, bisa berarti ucapannya nyata.
"Ayah tau dari mana?" Tanya Jingga
"Semenjak kamu mengenalkannya pada ayah, ayah mengikutinya, setiap hari."

Jingga terkejut dengan beberapa fakta saat ini, pertama, ternyata Radit adalah seorang yang suka bermain dengan perempuan, pemabuk, dibalik sikap manja dan manis nya Radit. Kedua, ayahnya sendiri yang mengikuti Radit, tak mungkin ayahnya akan berbohong kan, tak ada aura kebohongan yang di ucapkan ayahnya.

Satu hal yang jingga selalu tau tentang pendapat ayahnya pada hubungan dirinya dan Radit adalah bahwa mereka tak akan pernah bersama karna perbedaan agama diantara mereka. Tapi ternyata banyak fakta tentang Radit yang tidak pernah jingga ketahui.

Jingga menghela nafas panjang, sejujurnya ia merindukan pria itu, tapi fakta tentangnya yang ia dapatkan dari ayahnya membuatnya kecewa, sangat kecewa. Apalagi, semenjak Radit tak mau memperjuangkan hubungan mereka pada ayahnya, yang sudah jelas akan ditolak mentah mentah oleh ayahnya. Namun disisi lain, ia tahu bagaimana keadaanya saat ini, apakah Radit merasa kehilangan dirinya? Adakah Radit teringat padanya? Merindukannya?

Jingga menarik nafas dalam dalam, berusaha menghilangkan pikirannya tentang Radit. Yang harus ia lakukan saat ini adalah tidur, mengingat besok ia harus menemani ayahnya.

______

Hallo
Selamat membaca
Semoga suka ya❤❤❤
Jangan lupa vote untuk beri dukungan ya.😉
Terimakasih.

Salam hangat

G.B.Pertiwi

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kalimat Terakhir Untuk Sang Perwira HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang