Part 1

175 31 51
                                    

Di salah satu sudut semesta, makhluk-makhluk mitologi yang tak disadari keberadaannya, hidup membentuk populasi yang melimpah. Mereka adalah nimfa—salah satu jenis makhluk legendaris yang berwujud wanita. Tetapi yang kali ini, disebut naiad, karena mereka tinggal di perairan tawar.

Telaga biru mengkilap ketika matahari menyentuh bayangan mereka, menampakkan suasana indah nan tenang. Siapa tahu, ada berbagai makhluk dari yang biasa sampai bak dewa pencabut nyawa menunggu di dalam sana. Namun, mereka hidup tenang. Karena mereka dipisahkan dari makhluk yang bertentangan.

Siang ini, para naiad seperti biasa mengunjungi sanak saudara. Tidak semua Naiad tinggal di telaga, karena mereka memiliki rumah terpisah. Ada yang di danau, bahkan air terjun. Salah satu naiad yang paling dikenal di bangsanya adalah Maryn, menteri sekaligus ketua seluruh naiad. Wanita cantik yang sudah berumur 200 tahun lebih itu masih aktif layaknya remaja.

Dia memiliki seorang keponakan yang bernama Mortala Bestari. Gadis cantik yang tidak paham apa itu bentuk keegoisan. Tidak hanya Meryn, naiad lain di sekitarnya pun turut kesal ketika Ortala menjadi karpet cantik untuk makhluk lain. 

Gadis yang kerap dipanggil Ortala itu sudah sering kali diperingatkan. Tidak hanya Meryn, Lyan sahabatnya pun memberi tahukan gadis itu setiap hari bahwa dimanfaatkan makhluk lain bukanlah hal yang benar.

Bukan Ortala namanya jika tidak membantah semua nasihat itu dengan teori tak masuk akal. Hari ini, gadis itu sibuk mempersiapkan kelengkapan untuk menuju rumah Lyan. Hatinya terasa berbunga-bunga ketika membayangkan ekspresi Lyan melihat apa yang dibawanya.

Dengan gerakan lincah, tubuhnya melesat di dalam air, mengindahkan cahaya matahari yang mulai menusuk cela demi cela tubuhnya. Ortala menikmati dengan senyuman tulus apa pun cuaca yang menimpa tempat tinggal mereka. Baginya, mengeluh hanya membuang-buang waktu. Karena setiap detik waktu yang dia miliki, harus terbagi dan menjelma menjadi kebahagiaan makhluk lain.

~•°•~


Di tengah jalan menuju rumah Lyan, Ortala melihat air telaga yang sepertinya diusik oleh makhluk lain di atas sana. Karena merasa penasaran, Ortala pun muncul ke permukaan dengan seperempat wajah. Gadis itu tampak terkejut ketika mendapati seorang nenek tua dengan susah payah mengangkut air menggunakan benda-benda besar yang menyerupai ukuran tubuhnya.

Ortala awalnya tidak berniat muncul di hadapan sang nenek, gadis itu tak ingin mengusik makhluk yang harus mereka hindari. Manusia. Karena Naiad amat berbahaya untuk manusia, mereka tidak bisa tinggal bersama. Layaknya matahari dan bulan, mereka sudah memiliki ketentuan dan tempat masing-masing.

Gadis berparas cantik dengan rambut panjang hitam legam itu tersadar dari lamunan ketika mendengar suara deburan dari ujung sana. Ternyata, sang nenek terjatuh ke dalam air. Ortala masih diam di tempatnya, sampai hatinya merasa teriris ketika sang nenek menelan banyak air dan mulai kehabisan tenaga.

Secepat kilat Ortala membawa nenek ke permukaan air, kemudian gadis itu berniat turun ke dalam telaga lagi sampai telinga indahnya mendengar rintihan sang nenek.

“Cu ... sebenarnya, siapa kau ini? Apakah kau adalah putri?” kata si nenek menepuk-nepuk dadanya. Ortala tersenyum manis, iris abu-abunya yang menyala membuat siapa pun terhanyut dalam khayalan. Gadis itu tidak langsung menjawab, karena dia bingung  bagaimana cara menjelaskan kehidupan mereka pada manusia. Sedikit manusia yang percaya tentang keberadaan makhluk mitologi.

Padahal mereka hidup dalam semesta dan dunia yang sama dengan berbagai makhluk. Namun, mereka dianggap tiada dengan berbagai teori yang belum mampu menuntaskan setiap pertanyaan. Makhluk mitologi itu ada jika kau ingin mengetahuinya.

Sang nenek mengulurkan sebongkah umbi sela rebus di samping bahu Naiad. Ortala bereaksi lambat, dia bingung apa yang harus dia lakukan dengan benda aneh itu? Si nenek tersenyum kecut, ada banyak rasa kecewa dalam satu garis keriput yang ditariknya.

“Aku bukan putri. Aku hanyalah makhluk yang diciptakan untuk tinggal di tempat yang sama dengan makhluk lainnya.” Si nenek tertawa kecil, giginya yang jarang seakan ikut bergoyang mengiringi gerakan tubuh. Ortala diam lagi, setiap gerakan yang diambil manusia di sampingnya menimbulkan sejuta pertanyaan untuk dia cerna dalam waktu terbatas.

Ortala merasa tubuhnya hampir kering, gadis itu beranjak secepat kilat menuju telaga. Si nenek berteriak sambil berusaha menggapai bayangan Ortala dari atas. Gadis itu kembali memunculkan seperempat wajahnya.

“Aku tidak ingin sendirian lagi! Izinkan aku tinggal bersamamu, Nak. Anggap aku ibumu. Na-namaku Nira."
================================
TBC.

Gimana? Seru, kan? Ayo beri semangat dan cobalah berkenalan dengan para penulisnya!

CarapherneliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang