Part 3

39 17 4
                                    

Gelombang kekhawatiran menyapu kesadaran Nek Nira. Tubuhnya menegang dan lidahnya terasa kelu. Manik Nek Nira terus melirik tanpa henti, meski ciutan pecah terdengar dari para warga yang membuat rahangnya mengeras.

Naiad air terjun meluncurkan syarat yang ia minta sebagai barter. Tak ayal sebutir air mengucur di pelipis para warga, berbeda dari Nek Nira dengan muka terlihat tebal itu. Ia berpikir negosiasi ini cukup menguntungkan. Para lelaki muda senang dibohongi. Cukup memberikan sentuhan kecil maka sesuai permintaan naiad air terjun, lelaki muda harus terjun dengan sukarela dalam keadaan hidup-hidup.

Konversasi berakhir, meski perasaan berat singgah di hati Nek Nira. Air yang didapat dari naiad air terjun terlalu perhitungan sesuai figur yang menjadi tumbal. Meski semakin bagus sosoknya, semakin banyak air yang mampu Nek Nira bawa beserta para warga.

Hingga suatu saat, muncul ide busuk di kepala Nek Nira. Rencana untuk menyebarkan kabar burung mengenai apa yang telah naiad lakukan selama ini telah datang. Tanpa pikir panjang, ia mewujudkan pemikiran liarnya itu menjadi yang sesungguhnya.

Fitnah bahwa naiadlah yang menyebarkan wabah di desa beberapa waktu lalu telah tersampaikan ke telinga setiap warga. Kebencian warga terhadap naiad pun mulai tumbuh. Ditambah dengan fitnah-fitnah pelengkap lainnya sebagai bumbu, kebencian itu terus bertambah, membentuk rasa dendam dan amarah terhadap para naiad yang hidup di sekitar sana. Meskipun, warga sendiri sebagian besar meremehkan keberadaan makhluk mitologi di dunia.

Di balik semua itu, perasaan gembira tak henti-hentinya memenuhi hati kotor Nek Nira. Bagaimana tidak? Rencana yang dia buat telah berjalan dengan baik. Pagi ini sesuai kesepakatan, sebagian warga yang percaya akan kekacauan yang disebabkan oleh naiad, berbondong-bondong mengumpulkan senjata sejak kemarin sore.

Nek Nira sendiri menghabiskan waktunya di dalam kamar mandi sederhana untuk mengaplikasikan air dari naiad ke seluruh tubuh. Dia percaya, bahwa berkat dari makhluk mitologi akan membuat kulitnya kencang dan awet muda.

~•°•~


Pagi yang masih diselimuti embun, tak mengendurkan niat warga untuk menyerang sekolompok makhluk mitologi. Sedangkan Nek Nira, kalang kabut di dalam rumah menyiapkan sarapan. Berapa kali dia membakar umbi, namun makanan kesukaannya itu tak berhasil masuk ke dalam perut. Gosong, busuk, rusak, dan banyak masalah yang terjadi.

Karena merasa lelah, Nek Nira memutuskan untuk berpuasa hari ini. Hitung-hitung, setelah melakukan rencana terakhir hari ini pasti para warga akan memberikannya makanan sebagai apresiasi.

Di sisi lain, Lyan memberanikan diri untuk muncul ke permukaan. Pasalnya, sejak kemarin sahabatnya kembali menghilang. Desas-desus tentang kerjasama naiad air terjun kemarin sudah ditangani oleh sang ketua, Meryn. Lyan memutuskan untuk menunggu Ortala di permukaan karena sosok manusia yang tidak pernah terlambat datang setiap pagi.

Sayangnya, ketika Lyan mulai menyelidiki si manusia malah tak pernah muncul lagi. Jadi, hari ini Lyan mencoba untuk memastikan sekali lagi apakah manusia itu tahu di mana keberadaan Ortala. Lyan harus bersabar.

Setelah menunggu lama, akhirnya Lyan mendengar suara mulai mendekat. Dia yakin suara itu adalah suara manusia. Ketika mereka mulai mendekat, mereka semua terperangah mendapati sosok secantik Lyan berusaha menggapai permukaan. Gadis itu tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Tangannya menggapai ke arah Nek Nira seakan melakukan penyerangan.

Nek Nira yang berencana untuk melakukan puasa tiba-tiba merasa badannya lemah. Sosok itu limbung dan terkapar di tanah. Pak RT menganggap hal itu adalah bentuk serangan dari makhluk mitologi, mereka pun memutuskan untuk menarik Lyan ke daratan.

“Ortala!” pekik Lyan marah. Beberapa warga mundur, melindungi diri mereka masing-masing.

Pak RT memulai aksi sok tahunya lagi, dia menjelaskan pada warga awamnya bahwa hal itu adalah gertakan, bahkan bisa jadi sebuah mantra rahasia untuk membunuh manusia. Pada warga mulai tersulut emosi dan langsung menyerang Lyan.

Seorang pemuda berbadan tegap masuk ke dalam kerumunan. Tangannya mengenal menatap sorotan sendu milik Lyan.

“Lihat makhluk payah ini!”

Tak hanya Lyan, salah satu makhluk lain yang bersembunyi di dalam air merasa hatinya teriris mendengar hal itu.

“Mereka hanya makhluk kejam tak berperasaan yang memiliki satu tujuan. Apa pun yang ingin mereka capai itu—”

Aish! Apa maksudmu? Jangan membuang waktu kami hanya untuk mendengarkan ocehanmu yang tidak bermanfaat itu.” Pak RT memotong penjelasan si pemuda dengan raut tak suka.

Mereka kembali menyiksa Lyan, makhluk yang mereka anggap jahat dan kejam. Padahal, siapa yang terlihat jahat di sini? Kebanyakan, bunga di seberang lebih indah daripada pohon di depan mata. Naiad telaga itu meninggal, para warga terlihat lega sekaligus senang terutama Nek Nira. Meskipun, jantungnya tetap berdebat karena yang dipukuli bukan Ortala.

Sorenya, Meryn mendengar kabar duka itu. Dia memerintahkan Ortala untuk menyerang pemukiman warga dengan meluapkan sebagian air telaga. Manusia yang tinggal di pangkal masih sempat menyelamatkan barang. Tapi mereka yang tinggal di ujung, bahkan tak sempat membuka mata ketika terlelap. Antara ingat dan lupa akan wajah anak-istri sendiri.

Rencana yang Ortala rancang rupanya berhasil. Telaga semakin luas, dan para manusia yang mengganggu kedamaian memutuskan untuk pergi dari kawasan mereka. Pagi itu Ortala sedang menenangkan diri setelah kematian sahabatnya yang direncanakan. Sampai suara berat seorang pemuda menyapa, menyadarkan dari lamunan.
================================
END.

CarapherneliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang