- Don't be a dark reader! -
Warning!
Cerita ini mengandung beberapa unsur kekerasan, kata-kata kasar, dan juga adegan yang tidak pantas untuk ditiru.
- - -
| Happy reading
"Woi, sini lo!" Suara panggilan Tristan menggema disepanjang koridor sekolah yang nampak sepi.
Vano semakin mempercepat langkahnya. Laki-laki itu sengaja pulang terlambat untuk menghindari Tristan. Tapi sayangnya, Tristan sudah menunggunya sejak tadi.
"Mau lari kemana lo huh?!" Tristan menarik seragamnya ke belakang dengan begitu keras, membuat Vano nyaris terjatuh diatas ubin lantai jika saja Tristan tak segera menahannya.
Vano hanya menunduk takut tak berani menjawab pertanyaan Tristan.
Buk
"Argh." Vano meringis kesakitan begitu Tristan menonjok perutnya.
"Pegang dan bawa dia."
Kedua teman Tristan memegang kedua tangan Vano dan mulai menyeretnya masuk kedalam sebuah gudang yang berada di halaman belakang sekolah.
Tiba didalam gudang, tubuh Vano dihempaskan begitu saja hingga menabrak beberapa kursi yang membuatnya kembali meringis.
Beberapa luka ditubuhnya yang belum sembuh, kembali mengeluarkan darah segar.
"Lo menghindar dari gue kan?!" Mendengar bentakan itu, Vano semakin meringkukkan tubuhnya di sudut ruangan.
"Apa lo gak denger apa yang gue bilang tadi huh?! Gue bilang, tunggu gue sepulang sekolah, bukan malah lari kek pengecut!"
"Ma-maaf."
Buk
"Gue gak butuh maaf dari lo!"
Buk
"Ma-maaf."
Buk
"Gue bilang, gue gak butuh maaf dari lo b*ngsat! Lo tuli atau budeg sih?!"
Buk
Tristan terus saja memukuli Vano tanpa ampun. Tanpa memperdulikan Vano yang sudah tidak berdaya.
"Sudah bos, dia bisa mati." Salah satu teman Tristan menghentikannya. Tapi Tristan sama sekali tidak mau berhenti.
"Biarin dia mati! Dia itu gak guna!"
Samar-samar, Vano melihat Tristan mengambil sebuah balok dengan ukuran yang cukup besar. Vano sudah tau apa yang akan Tristan lakukan pada dirinya.
Sekarang, Vano hanya bisa pasrah. Ia sudah tau, sejak awal menghindar dari Tristan adalah kesalahan besar.
Dengan lirih, Vano memohon untuk terakhir kalinya kepada laki-laki itu.
"Ja-jangan, sa-saya mo-mohon."
Tanpa mendengarkan apa yang Vano katakan, Tristan langsung saja memukulkan balok itu ke kepala Vano dengan begitu kerasnya.
Telinga Vano berdengung. Ia dapat merasakan pening yang luar biasa. Keningnya bahkan sampai mengeluarkan darah segar.
Dan sampai pada akhirnya, Vano tidak sanggup lagi. Ia sudah lelah dengan semuanya.
"Va-vano ca-capek."
- - -
See you next part
©2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Geovano
Teen FictionBlurb: Menutup diri dari orang-orang disekitarnya serta sering menjadi korban bullying di sekolah, membuat seorang Geovano Antariksa Andreas menderita Dissociative Identity Disorder (DID). Atau biasa disebut dengan kepribadian ganda. Akibat munculn...