Part 7 | Garis Lurus

694 607 359
                                    

- Don't be a dark reader! -

Warning!

Cerita ini mengandung beberapa unsur kekerasan, kata-kata kasar, dan juga adegan yang tidak pantas untuk ditiru.

Dan harap sediakan tissue sebelum membaca. Karena saya ada sedikit menaruh bawang di part ini. Oke langsung saja.

- - -

"Jika ilusi itu lebih kuat daripada kenyataan, apakah harus tetap kuat mempertahankan pikiran?

Ataukah harus menyerah dan tenggelam dalam sebuah kehampaan?

Aku lelah.
Bolehkah aku istirahat sejenak?"

- - -

| Happy reading

Saat Vina tengah mengamati wajah pucat Vano yang sedang tertidur dengan begitu tenang, suara mesin pendeteksi detak jantung yang berubah tiba-tiba saja mengejutkannya. Membuat Vina menatap ke arah layar mesin monitor yang sudah menunjukkan garis lurus.

Vina benar-benar terkejut. Untuk beberapa detik, Vina hanya diam mematung sambil memandangi layar monitor tersebut. Pikiran-pikiran buruk yang selama ini menghantuinya, menjadi kenyataan.

Setetes kristal bening tanpa disuruh jatuh dari pelupuk matanya. Sesaat kemudian, Vina berteriak dengan kerasnya memanggil dokter.

"Dokter!"

"Vina." Bima yang baru saja datang, menatap Vina yang tengah menangis sambil memeluk tubuh Vano dan juga mesin monitor secara bergantian.

"Bim, cepat panggil dokter Arya!"

"Tapi ken-"

"LO GAK USAH BANYAK TANYA! CEPAT PANGGIL DOKTER ARYA, SEKARANG!"

Bima segera berlari keluar dari ruangan.

"Van!!" Vina menjerit histeris. Suaranya memenuhi seisi ruangan dimana Vano belakangan ini terbaring tak berdaya.

"Kamu harus kuat, Van. Kamu gak boleh nyerah gitu aja. Aku akan selalu ada disini untuk kamu. Bertahan sebentar lagi, Van. Aku mohon hiks." Vina terus mengguncang tubuh Vano tapi tetap saja laki-laki itu tidak memberi respon apapun. Laki-laki itu masih saja diam seperti sebelumnya.

Tak lama kemudian, dokter Arya datang bersama dengan Bima dan beberapa suster lainnya.

"Silahkan kalian tunggu diluar. Kami akan berusaha semaksimal mungkin."

"Tapi dok-"

"Biarkan dokter melakukan tugasnya, Vin. Kita tunggu diluar." Bima menggenggam tangan Vina dan mengajaknya untuk keluar. Mencari kesempatan dalam kesempitan ya, Bim.

Sesampainya diluar, Vina tak henti-hentinya memanjatkan do'a untuk keselamatan laki-laki itu. Jika sampai hal-hal buruk terjadi padanya, Vina tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Sementara didalam ruangan, Vano yang mengalami cardiac arrest, berusaha dibantu oleh dokter Arya untuk mengembalikan denyut jantungnya menggunakan alat AED atau biasa disebut Defibrillator.

"Sus, siapkan alat Defribrilator." Perintah dokter Arya yang sedang mengecek napas Vano. Laki-laki itu sama sekali tidak bernapas. Dokter Arya pun segera melakukan tindakan CPR dengan kompresi dada.

Setelah memberikan 30 kali kompresi dada pada pertengahan dada Vano, serta membuka jalan napas menggunakan metode head tilt - chin lift, dokter Arya segera memberi Vano dua kali bantuan napas.

GeovanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang