Nico dan Alvito saling menatap, berbicara dalam bahasa isyarat yang sering perempuan gunakan. Revan berjalan ke arah keduanya.
"Tumben lo ngalem, mana minta handsoplas segala" kata Nico.
"Bukan buat gua bego" jawab Revan memandang sinis.
"Lah terus itu buat siapa, gaada yang luka selain lo disini" ujar Alvito yang dihiraukan oleh Revan.
Ketiganya sedang berada di rooftop sekolah, beberapa bangku sengaja mereka taruh disana untuk bolos pelajaran. Revan mengambil gitar di sebelahnya. Perlahan ia petik senar satu persatu dan mulai terdengar nada.
"Nada itu lagi? Emang lagunya gimana si Van, demen banget" tanya Nico penasaran.
Memang dari jaman mereka kelas 10, Revan selalu memainkan nada itu, tanpa bernyanyi. "Dih kepo kaya mbak Siti lo" jawab Revan tanpa berhenti memetik gitar di pangkuannya.
"Lagian lo maen gitar gaada lagunya, ya gak Co?" Nico mengangguk mantap menyetujui ucapan Alvito.
Suara ketukan pintu rooftop membuat ketiga pasang mata langsung beralih. "Permisi... Re--van dipanggil ke BK" salah satu siswa pergi memberanikan diri untuk ke rooftop, tempat terseram di sekolah Cempaka.
Tanpa berucap, Revan segera bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan rooftop.
"Kak Radit, ini ngga jadi pertemuan ekstra?" tanya Gea sambil memegang buku catatan dan pensil.
"Ngga dulu Ge, si Galang masih butuh pengobatan, gua takutnya dia butuh apa apa ntar" jawab Radit sambil membereskan kotak p3k yang barusan dipakai.
"Jadi ditunda dulu kak?" Radit mengangguk "Bilangin ama yang lain ya" minta Radit yang langsung Gea angguki.
Gea melihat Revan berjalan menyusuri lorong, luka di dahinya tidak di apa apakan. Lalu handsoplas tadi buat apa?
Tatapan Revan lurus ke depan, aura dingin menyeruak saat Revan melewati Gea. Gea bergidik ngeri hanya melihat sepasang mata milik pria itu.
Sepasang sepatu Jordan putih hitam berdiri di depan pintu BK, Revan segera membuka pintu yang disambut oleh Pak Rendi.
"Revan, sudah berapa kali bapak bilang, jangan membuat onar di sekolah"
"Kamu tau, ayah kamu selalu datang kesini setiap kamu bikin masalah, apa gak kasian kamu" nadanya tenang tanpa amarah sedikitpun.
"Bukannya bapak suka jika saya dipanggil ke BK?" tanya Revan dengan datar. Pak Rendy menaikkan alisnya tidak paham.
"Iya bapak seneng kan, secara setiap saya dipanggil ke BK, bapak selalu dapet duit buat jaminan tutup mulut dari papa saya"
"Kurang didikan kamu ya, pantes ayah kamu selalu ngeluh. Ga kebayang kalo bapak punya anak kaya kamu"
"Saya juga ga berniat jadi anak bapak" jawab Revan yang membuat Pak Rendi menahan amarah. "Udah kan pak? Saya keluar"
"Emang anak kurang ajar" gumam Pak Rendi saat pintu ruangannya sudah tertutup.
Segera diraihnya ponsel dalam saku untuk menghubungi Pak Wisnu, ayah Revan.
"Gea lo ke kantin ga? Bareng yukk" tanya Raya yang masih bersama Rian.
"Jadi nyamuk dong gua ntar" kata Gea pura pura kesal.
"ihhh apaan si Ge, ama sahabat sendiri ko. Toh Rian juga temen lo, jahat banget" Raya memanyunkan bibirnya.
"Iya iya bucin, gua ikut" segera dirangkulnya pundak Gea. Membuat Rian hanya tersenyum kecil.
"Mau gua pesenin apa nih?" tanya Rian yang sudah berdiri dari tempat duduknya.
"Mie ayam ama es jeruk" jawab Gea yang disetujui oleh Raya "Aku juga samain"
"Siap tuan putri ditunggu ya" Rian memang teman Gea juga, dari SMP malah, biasanya mereka trio si kemana mana.
"Tiap hari rasa suka gua makin nambah tau ke Rian, ga kebayang kalo kita pisah" kata Raya tiba tiba.
"Apaan sih, masa raja ama ratu bucin sekolah pisah si" ledek Gea yang langsung mendapat pelukan dari Raya.
"Doain sampe pelaminan ya, ntar gua dukunin biar peletnya makin nempel" kedua wanita itu tertawa hingga membuat penghuni kantin refleks menoleh ke arahnya.
Di sudut pojok terdapat trio biang masalah, siapa lagi kalau bukan Revan dan kedua temannya. Senior cantik yang mengikuti ekskul model berjalan anggun ke arah meja Revan.
"Boleh gabung ga? Meja penuh semua soalnya"
Alvito dengan cepat menarik kursi di sampingnya "sok neng geulis, mangga" tak heran meskipun mereka terkenal biang masalah tetapi tetap saja banyak yang naksir dengan Revan.
Justru karena nakalnya ia diincar oleh banyak senior, tak lupa wajah tampan dan kaya menjadi nilai plus bagi Revan Sanjaya Mahendra. Ayahnya yang memiliki banyak properti membuat namanya cukup terkenal di banyak majalah bahkan saluran televisi.
Gea tersenyum miris saat memikirkan nasibnya tak seberuntung Revan.
Hingga pesanan mereka datang dan ketiganya segera menyantap keburu bel masuk berbunyi.
"Ge lo beneran gamau gua anter?" tanya Raya untuk kesekian kali.
"Nggausa Ray, lo pulang aja sana gua kan udah biasa jalan kaki" Gea sangat tidak suka jika merepotkan sahabatnya itu, toh jarak rumah mereka sangat jauh dan beda arah.
"Yaudah bye Gege gua duluan ya"
Gea segera melangkahkan kakinya pergi, keburu malem dan itu sangat bahaya bukan jika dirinya jalan sendirian?
"Geaa" teriak Rian dari arah parkiran, dan melajukan motornya ke arah Gea.
"Lo demen banget si jalan, ga capek?" tanya Rian membuat Gea tertawa ringan.
"Lo kaya baru kenal gua aja, udah biasa kali jalan kaki ke sekolah, toh duit gua ga banyak mending gua tabung"
"Yaudah sekarang gua anter yuk, keburu malem, toh Raya dijemput papanya tadi" tawar Rian yang membuat wajah Gea berbinar.
"Gapapa nih? Udah ijin Raya belom?" tanya Gea tidak enak.
"Ijin buat apa, kan lo sahabat dia. Kita juga temenan, gapapa kali" jawab Rian yang langsung diangguki Gea.
Rian segera memberikan Gea helm, wanita itu segera meraihnya. Rian menoleh ke arah spion dan turun dari motor.
"Loh kok turun?" tanya Gea bingung.
Dengan cepat tangan Rian terulur untuk memasangkan tali helm milik Gea, "Bahaya kalo naek motor tu tali ga kepasang"
Lalu motor itupun menyusuri jalanan kota yang cukup lenggang di sore hari.
Rumah mewah milik keluarga Mahendra terlihat cukup menakutkan bagi yang sangat kenal bagaimana isi di dalamnya. Revan, pria itu hafal ke ruangan mana dirinya harus menuju setelah membuat masalah di sekolah tadi.
Revan menarik nafas dalam sebelum memasuki pintu hitam di hadapannya.
"Revan" suara berat milik Wisnu (papa Revan) menggema di satu ruangan kedap suara dimana Revan berada sekarang.
"Kamu hanya bisa bikin papa malu" suaranya masih datar dan dingin, sorot matanya sangat tajam seperti milik Revan.
"Papa kurang ngasih apa ke kamu Revan! Papa sudah nurutin semua kemauan kamu tapi apa yang papa dapet"
"Memang kamu anak tidak tau diuntung" Wisnu menekan setiap katanya dengan tangan mengepal menahan amarah.
Revan diam, matanya menatap wajah sosok di depannya dengan diam tanpa membantah sedikit pun.
"Sekarang kamu tau kan konsekuensinya jika membuat papa malu"

KAMU SEDANG MEMBACA
H.A.L.U (How About Love You)
أدب المراهقينGea, cewe broken home yang selalu menyembunyikan sedihnya dibalik lengkungan bibirnya, ia juga sosok yang tak banyak dikenal oleh satu sekolah. Revan biang masalah di sekolahnya, disegani diseluruh angkatan SMA Cempaka. Revan: "Bagaimana aku bisa m...