When It Hurt

13 0 0
                                    

‼️WARNING‼️
CERITA INI MENGANDUNG KELEBAIAN DAN BAHASA GAUL. SANG PENULIS HANYA INGIN MENULIS APA YANG DIBISIKKAN OTAK DAN HATINYA. ENJOY!

========

Ketika itu menyakitkan, aku memutar lagu milik Majiko seraya menuliskan ini. Ketika itu menyakitkan, aku ingin menangis tapi percuma saja, tak kan membuatnya melirik ke arahku, bahkan orang lain pun hanya bergeming dengan kesedihan terpendamku. Ketika itu menyakitkan, aku ingin membuang semua kenangannya, menghapus apa yang ada diponselku tentangnya, tanpa sisa, namun kusadari aku tak bisa, aku tak kuasa dengan rasa yang masih menggelora. Ketika itu menyakitkan, aku selalu bertanya kepada Tuhan, kenapa harus aku yang menderita sementara ia bahagia. Ketika itu menyakitkan, Senin maupun Minggu, rasanya sama saja. Januari hingga Desember berjalan ala kadarnya. Mungkin, ada yang salah... ya. Memang ada yang tidak benar, sesuatu menghilang dalam hidup seseorang. Bahkan saat cerita ini dibuat, aku masih menyalahkan Si pemilik kisah.

***

Suatu Kamis di Bulan September adalah saat dimana gadis itu harus meninggalkan Surabaya. Kota yang setahun ditinggalinya, kota yang banyak memoleskan warna-warni dalam aksi pelariannya. Wajahnya nampak sumringah ketika senja menjelang, lantaran pria yang memakai kaos dan celana hitam sudah menunggunya di depan gerbang. Lantas mereka berjalan memunggungi sore menuju sebuah halte. Lima detik berikutnya, satu bus merah menjemput mereka, dan kesenangan pun dimulai. Mereka berkeliling dengan bus kota tanpa tujuan pasti, gadis itu hanya ingin menikmati kota pahlawan dengan cara lain. "Eh gue pengen tau deh, siapa yang ngepang rambut lu jadi dua waktu itu?" tanya Chan kepada Si gadia ketika bus berhenti di lampu merah.

"Ngga ada. Gue ngepang sendiri."

"Woww... tapi lucu kok. Beneran!" Sahut Chan, "Satu lagi. Kenapa lu nyuruh gue pakai baju item sementara lu pake baju coklat hari ini?"

Gadis itu tersenyum tanpa berusaha memandang mata lawan bicaranya, "Bukan apa-apa. Gue cuma mau membuktikan pernyataan orang-orang tentang cowok berbaju hitam. Dan ternyata mereka salah. Lu bahkan jauh lebih keren."

Sementara Chan hanya mengangguk sebagai tanggapan. Tak terasa, bus itu berhenti di depan mall dan disitulah destinasi mereka berakhir. Chan dan gadis itu keluar untuk masuk ke dalam mall. Mereka menaiki elevator menuju food corner dan memesan dua mangkuk ramen. Seperempat jam selepasnya, mereka kembali menyusuri mall untuk mencari tempat yang selalu ada dalam list agenda pertemuaan mereka. Apalagi kalau bukan Gramedia. Gadis itu mencari di sebelah rak self improfment dan Chan mencari bukunya di rak fiksi. Mengelilingi puluhan rak dengan barisan ratusan buku sangat menyenangkan. Buku-buku itu seperti memberikan secangkir kopi yang menghilangkan dahaga di kafe. Buku-buku itu seperti menebarkan aroma bunga dari taman. Buku-buku itu seperti memberikan semangat dan tawa gembira dari area bermain. Dan buku-buku itu seperti memberikan ketenangan dari hutam dan lautan.

Baru pada pukul sembilan malam mereka meninggalkan toko buku itu. "Nih buat Lu!" Chan memberikan sebuah surat cantik yang barusaja dibelinya, surat kosong bermotif pria membawa bucket bunga agaphantus, dibungkus dengan amplop hitam. Gadis itu pun menerima dengan raut muka bingung. Namun ia tidak bertanya lantaran setengah jam lagi, mall akan ditutup. Mereka pun pulang dengan berjalan kaki di bawah rembulan. Malam itu terasa panas seperti biasa. Hujan tak ingin singgah belakangan ini. Sehingga gadis itu merasa kegerahan dengan sweater yang dikenakannya. "Btw, lu lebih suka cewek berhijab atau engga?" tanya gadis itu seketika pada Chan.

"Ngga tau sih... kadang suka yang berhijab kadang engga. Emangnya kenapa?"

"Gapapa... terserah sih...."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WHEN IT HURT (True Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang