Prolog

4 2 0
                                    

Seorang gadis berjalan guntai menerobos udara dingin pada malam hari ini. Matanya menatap kosong ke depan. Tangannya bergerak bebas, membiarkan angin menghempasnya. Kakinya bekerja seolah tidak ingin melangkah. Berjalan seorang diri di malam hari tidak akan membuatnya takut.

Petir menyambar jalanan kota. Gadis itu tidak terkejut sama sekali dengan suara gemuruh petir. Bahkan, dia dengan tenang melanjutkan jalannya. Gadis itu mengidikan bahunya acuh.

Beberapa saat kemudian, hujan deras mengguyur tubuhnya. Dia berhenti, menatap langit malam dengan tatapan sendu. Dua detik kemudian, dia kembali menundukan kepalanya. Menghela nafas kasar.

Saat yang lain sudah berada di kamar atau mungkin kasur ternyamannya, gadis itu justru masih di pinggir jalan. Kehujanan dan kedinginan. Rasanya tidak adil jika seperti ini, tapi apa boleh buat? Lagi-lagi dia menghela nafasnya.

Rasanya cukup lelah untuk hari ini. Ingin pulang, tapi Ia tidak benar-benar memiliki rumah. Lalu, bagaimana? Tidak mungkin jika harus tidur di jalan.

Aku punya rumah, aku punya keluarga. Tapi, aku tidak punya kenyamanan di dalamnya. Dan rumahku hanya untuk singgah, bukan sungguh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AuristelaShamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang