Kangen

6 1 0
                                    

Sepulangnya Karra dari rumahnya, Mezza segera menghubungi Resa. Mengabari kalau sahabatnya tersebut sudah pulang dari rumahnya.

Beberapa menit setelah menghubungi cowok tersebut, Mezza segera membersihkan dirinya. Ia akan melakukan sesi pemotretan siang ini dengan Disya sebagai partner-nya. Ia malas sekali jika harus selalu bertemu dengan Disya. Mereka bedua sudah seperti anjing dan kucing yang selalu bertengkar dan adu mulut satu sama lain.

Saat Mezza tengah mengeringkan rambutnya yang basah sambil menatap bayangan dirinya di cermin yang berukuran sama seperti dirinya, suara klakson sepeda motor menghentikan aktifitasnya.

Kepala Mezza menyembul keluar dari bilik jendela, memastikan siapa yang datang ke rumahnya pagi-pagi seperti ini. Setelah memastikan siapa gerangan orang yang masih bertengger di atas kuda besi tersebut, Mezza segera mencari kaos oblongnya dan menemui seseorang tersebut.

Mezza berjalan menuruni anak tangga dan membuka pintu rumahnya lebar-lebar. Ia mendekat ke pintu gerbang yang masih tertutup. Rupanya Pak Kardi sang satpam rumahnya belum membukakan pintu gerbang tersebut.

Saat membuka gerbang tersebut Mezza mengernyit heran kepada seseorang di balik helm full face-nya. "Ngapain?" Tanya Mezza to the point.

"Setelah sehari gak ngabarin gue, sekarang gue kesini malah nanya gue ngapain?" Tutur Resa. "Bukannya disuruh masuk."

"Yaudah cepetan masuk." Ujar Mezza sambil menarik gerbang.

Resa melajukan motornya pelan menuju garasi rumah Mezza yang terbuka. Resa melepas helm full face-nya dan berjalan menghampiri Mezza yang akan masuk ke dalam rumah.

Resa mengucapkan salam saat kakinya melangkah di ambang pintu. Mezza menyuruh Resa untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Ada siapa Za?" Tanya Eyang Ratih saat mengetahui ada orang asing di dalam rumah tersebut.

"Temen Mezza, eyang." Jawab Mezza.

"Saya Resa, eyang. Pacarnya Mezza." Terang Resa dengan percaya dirinya.

"Cucuku ini sudah punya pacar ternyata."Goda Eyang Ratih kepada Mezza.

"Mana ada eyang, boong banget tuh." Elak Mezza.

"Kenapa pipinya merah gitu?" Ledek Eyang Ratih semakin menjadi. "Eyang juga pernah muda."

"Udah lah eyang, Mezza mau ke atas dulu." Tutur Mezza ingin kabur dari pembicaraan. "Lo diem aja di situ." Tunjuk Mezza ke arah Resa.

Sepeninggal Mezza ke kamarnya, Resa banyak berbincang dengan Eyang Ratih. Sesekali Eyang Ratih menceritakan kebiasaan-kebiasaan Mezza.

Resa memandangi setiap sudut rumah bercat putih tersebut. Netranya memandang setiap inchi ruangan tersebut. Alisnya berkerut menjadi satu, Resa merasa heran karena di dalam rumah tersebut tidak ada foto keluarga yang terpampang di sana.

Resa hanya memendamnya, enggan menanyakan privasi seseorang. Takutnya jika ada yang terisnggung. Ia akan menanyakan hal tersebut kepada Mezza jika perempuan tersebut mau menjawabnya. Resa paham dengan keadaan Mezza, maka dari itu ia ingin melindungi gadis berkepala batu tersebut.

"Ngomongin apaan sih?" Tanya Mezza tiba-tiba.

"Kepo." Jawab Resa dan Eyang Ratih bersamaan.

"Dih, pasti abis gosipin Mezza." Tebak Mezza dengan percaya diri.

"Ge er banget." Jawab Resa sarkas.

Ruang SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang