Bab 4

5 0 0
                                    

POV Violance

Aku masih mengingat betapa sedih perasaanku mengetahui Varell yang aku sayangi telah beralih kepada Cheerin. Semua bermula dari permainan Truth Or Dare hingga mereka pergi dan pulang sekolah bersama.

"Seandainya kamu bukan sahabatku, aku sudah memilikimu dari awal." Gumamku dalam hati.

Aku cukup hancur setelah itu, kehilangan seseorang yang selama belasan tahun menemaniku. Memang ia tidak menghilang selamanya, tetapi perasaanku tidak bisa berbohong. Ia sudah seperti bahu kananku yang ketika hilang, aku tidak dapat bersandar dan berdiri tegak. Pribadinya sudah sangat melekat didalam hatiku. Setiap hari ku lalui dengan penuh kekecewaan. Aku tahu apa yang dilakukan Varell tidak salah. Namun, aku kecewa dengan diriku sendiri karena tidak mampu menyadari batas diantara kita. Aku merasa kurang semangat untuk sekolah.

"Ya, sekolah aku selalu diam dan bengong seperti anak yang sedang kebingungan." Kataku yang tanpa ku sadari itu menjadi pengantar tidur siang ku.

....

Aku bangun, dan mataku melihat sekeliling kamar. Seketika mata ku tertuju pada jam dinding kamar ku. Aku terkejut saat melihat waktu sudah menunjukkan pukul 19.00.

"Waduh, sudah jam 7 malam. Aku lupa kalau jam setengah 8 ada belajar sama Maxime. Kalau gitu aku mandi dulu deh." Kata ku dengan nada sedikit tinggi.

Aku bergegas langsung mandi, dan setelah itu langsung bersiap-siap.

....

*tok tok tok*

"Permisi, Viol." Kata Maxime

"Iya, masuk aja ya. Viol nya lagi mandi. Tunggu sebentar ya." Sahut mama ku yang berjalan menuju pintu untuk membukakan pintu.

"Siap, tante. Aku masuk ya." Kata Maxime yang kemudian langsung duduk di sofa ruang tamu.

Aku sudah selesai mandi, dan aku terkejut saat tahu bahwa pacarku sudah duduk di sofa ruang tamuku.

"Hai, udah lama nyampe nya?" Tanyaku yang kemudian langsung duduk disebelahnya.

"Udah nih, udah dari seabad yang lalu hahaha." Kata Maxime yang mencoba bercanda dengan ku.

"Wah lama ya, udah berjenggot dong kalau begitu hahaha." Jawabku yang langsung tertawa.

"Gapapa tetep ganteng kan? Hahaha bercanda kok." Kata Maxime yang malah bertanya.

"Iya tetep ganteng kok. Oh iya, kita belajar di sini aja. Di ruang tamu ya." Sahutku yang kemudian mengalihkan topik karena pipiku memerah.

Maxime menjawabnya dengan anggukan. Kami pun bersiap-bersiap untuk belajar, menyiapkan buku, alat tulis, dan perlengkapan lainnya. Tidak lupa kami memulainya dengan doa, dan Aku yang memimpin doa.

Pacarku mengajariku dengan sabar, karena aku banyak bertanya-tanya tentang materi yang masih belum aku pahami. Jujur, aku banyak belajar dari dia. Aku jadi bisa memahami materi-materi yang belum aku pahami. Berkatnya, aku bisa mendapatkan nilai yang lebih baik dari sebelumnya.

Saat kami sedang asik belajar berdua, tiba tiba mama datang, dan bertanya pada Maxime.

"Kamu udah makan apa belum calonnya mama? Hehe." Kata mama yang berhasil membuat aku malu.

"Eh, tante. Hmm... belum sih, tante." Jawab Maxime yang mukanya memerah karena pertanyaan mama.

"Wah, pas nih. Tante tadi ada masak nasi goreng udang kesukaan Viol." Jawab mama.

"Wah, Maxime juga suka udang nih ma. Pas banget ya. Ayo makan, nanti lagi lanjut belajarnya ya hehehe." Sahut ku dengan cepat setelah tau masakan mama.

What IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang