Wajah itu yang begitu hangat, tersenyum kepadaku. Menenangkan diriku yang sedari tadi menangis karena terjatuh. "Jangan menangis lagi, keimutan wajahmu hilang nantinya." Suara yang begitu lembut nan lugas sangat mempesona. Aku menatapnya tanpa berkedip. Bahkan di pesisir pantai yang sepi ini dia sangatlah menawan.
Dia masih tersenyum hangat, malaikat apa ini yang Tuhan datangkan? "Namamu siapa anak manis?" Tanyanya.
"Na-namaku Kashika." Jawabku sedikit gugup didepan orang yang baru saja aku kenal.
"Baiklah, Kashika jangan menangis lagi ya. Di dunia ini masih ada hal yang patut ditangisi selain terjatuh. Namun, setidaknya jangan mudah menangis tetaplah jadi kuat."
"Me-memangnya apa itu kak hal yang patut ditangisi."
"Kehilangan misalnya, kau masih kecil untuk tahu apa arti kehilangan." Raut wajahnya menjadi muram, namun seketika itu tersenyum lagi. Mengacak-acak lembut rambutku, tertawa. "Kau memang sangat lucu sekali, ngomong-ngomong Kashika usiamu berapa?" Dengan jari aku mulai berhitung.
Menunjukan hitunganku dengan jari sembari memasang senyum memperlihatkan gigiku yang ompong 2. "Ahh, 6 tahun ternyata. Kalau kakak 15 tahun. Berarti selisih 9 tahun. Oh, iya nama kakak Ryo salam kenal ya." Dia mengulurkan tangan dan aku menjabatnya, sungguh sama-sama hangat seperti senyumannya.
"Coba lihat, senja mulai memudar indah kan?" Dia menunjuk arah barat, aku mengikuti menatap langit barat. Begitu berkilau diatas pantulan air, ombak berdebur menambah keselarasan. "Ketika aku sedih maka aku melihat senja, atau hanya melihat langit malam saja. Sang kuasa memanglah adil." Kali ini aku beralih menatap wajahnya, matanya berbinar terkena sinar senja. Dia lalu menoleh kearahku, salah tingkah pun terjadi. "Kamu ini benar-benar lucu. Aku akan mengantarkan mu pulang, rumahmu dimana?"
"Rumahku di....."
"Kashika!" Ah, itu suara Ibu memanggil. Aku bergegas beranjak, berlari menghampiri Ibu. Memeluknya dengan erat. "Kenapa kamu belum pulang? Ibu sangat khawatir, dan siapa orang itu?"
"Dia kakak baik, Bu. Dia menolong ku ketika jatuh." Jelasku, Dia juga ikut berdiri menghampiri kami.
"Nah, Kashika aku tidak jadi mengantarkanmu pulang. Ibumu sudah menjemput." Dia lagi-lagi mengacak-acak rambutku. Tersenyum.
"Terimakasih, sudah menolong anakku."
"Ah, itu bukan masalah besar. Kalau begitu saya permisi, dada Kashika." Aku melambaikan tangan kepadanya begitupun sebaliknya, terakhir aku hanya mampu melihat bayangan punggungnya hilang dan jauh begitu jauh.
Semenjak hari itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi, bahkan sampai usiaku menginjak 15 tahun. Aku tetap tidak pernah absen untuk datang kemari, berharap bisa bertemu dengannya lagi kelak.***
Namaku kashika Rin, Anak dari distrik Menara barat. Kalian tahu tentang Ghost? Kalian akan menyebutnya sebagai hantu, tapi bagi kami itu bukanlah hantu sembarangan. Mereka memakan jiwa-jiwa manusia. Hidup berdampingan namun tak terlihat, memiliki dunia tersendiri, hanya sebatas sekat antar portal.
Mereka berwujud manusia, dengan mata hitamnya, jadi jelas jika mereka bisa dibedakan. Mereka juga harus dibasmi, bahkan ada organisasi yang beroperasi hanya untuk membasmi Ghost. KILL THE GHOST (KTG) itulah namanya, mereka juga punya Akademi Kill the Gosht bertepatan di Distrik Pusat, Distrik-distrik ini memiliki kebijakan setiap remaja diatas 13 tahun wajib militer di akademi kill the Ghost. Sialnya, orang tua ku mendaftarkan aku kesana, bukannya aku menolak. Mereka hanya termakan ego pemerintahan yang seenak jidatnya memerintah tanpa mau mencoba dengan diri sendiri.
Sebenarnya, berat hati mereka mengirimkan diriku. Karena kehilangan akan selalu ada, bisa jadi jika aku menjadi pasukan tempur aku kehilangan nyawaku sendiri.
"Kau akan baik-baik saja Kashika, jangan lupa mengirimkan surat kepada kami ya." Ayah melepaskan pelukan kepadaku, Ibu sedari tadi tidak berhenti menangis.
"Iya Ayah, aku akan mengirim surat setiap 1 Minggu sekali dan Ibu jangan menangis. Aku ini bukan anak kecil lagi, kalau begitu aku berangkat." Kunaikan barang-barang ku ke gerbong kereta, berat rasanya jika pergi dari orang tua apalagi hanya untuk mengorbankan nyawa yang nyatanya hanya akan sia-sia.
Aku melambaikan tangan ke arah mereka, kereta segera berangkat. Aku akan meninggalkan distrik indah ini. Tempat dimana aku bertemu dengannya.
Hanya membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai Distrik Pusat. Remaja seusiaku juga berlalu lalang. Berbagai macam raut wajah aku temui disini, ada yang datar, khawatir dan cemas, bahagia, wajah songong, dan lain sebagainya. Aku memasang wajah biasa saja.
Baiklah kehidupan baru akan aku mulai, ngomong-ngomong aku harus kemana ini? Aku tidak tahu tempat disini. Aku harus kemana?
"Buk!!" Seseorang menabrakku. Dari belakang, wajah soknya itu. "Kalau jalan lihat-lihat dong Mbak!" Serunya. What? Aku yang salah?
"Woy! Kamu itu yang seharusnya lihat-lihat!"
"Maaf ya, tapi mataku terlalu penting hanya untuk melihatnya sekitar yang sama sekali tidak penting." Ihh manusia paling menyebalkan!
Tapi sebelum aku marah-marah, seorang wanita seumuranku menghampiri. "A-anu maafkan saudara kembar ku ya, dia memang seperti itu." Ucapnya memasang wajah penuh penyesalan. "Kamu juga siswa baru kan? Kalau begitu kita sama-sama menuju ke aula perkumpulan." Tawarnya.
"Ehm, baik kalau begitu." Aku mengikuti mereka, kamipun berkenalan satu sama lain. Nama si laki-laki sok itu adalah zeren dan si wanita baik hati lemah lembut itu adalah Zerin. Mereka dari Distrik Timur.
Ternyata banyak sekali yang terdaftar di AKTG, bahkan aula tempat kami berkumpul rasanya sesak. "Kashika, apa motivasi kamu ke AKTG ini?" Tanya Zerin membuyarkan lamunan ku. "Yah sebagian orang memang tidak memiliki motivasi datang kesini. Kalau Zeren dia ingin kuat melampaui Ayah, kalau aku hanya ingin pandai bertarung saja. Kalau kamu?"
"Aku, seperti anak lainnya tidak memiliki motivasi. Memiliki rasa takut akan mati, aku bahkan benci ketika terpaksa harus kesini, dan lagipula beberapa siswa juga bersikap sama sepertiku. Takut, cemas, khawatir."
"Tapi rasa itu perlahan-lahan akan memudar. Jangan khawatir Kashika, mati ada ditangan Tuhan, semua adalah rahasia jadi tenanglah." Zerin memasang senyuman menenangkan, ah mereka ini seperti menganggap semua ini hanya permainan.
Setelah menunggu berdesak-desakan yang sangat memuakan ini, upacara pembukaan telah dimulai.
"Para calon siswa-siswi yang saya banggakan, kalian pasti tahu kenapa kalian dikirim kemari. Ghost, telah merajalela. Membuka sekat-sekat portal yang setipis benang hanya untuk memangsa jiwa manusia dan kita tidak akan diam saja. Kalian lihat ini" orang paruh baya itu melempar kartu hologram setipis kartu Remi ke langit-langit dan menjadi layar raksasa, memperlihatkan video Ghost dengan mata merahnya itu.
"Mereka tidak hanya memakan jiwa manusia melainkan membuat kekacauan, merusak keseimbangan, dan kita tidak bisa diam saja. Kami para KTG membuka portal untuk memusnahkan mereka, bukan hanya satu yang gugur dalam pertarungan penuh hormat ini melainkan ratusan anggota. Jadi bersiaplah kalian untuk menjadi generasi penerus pengorbanan mereka! Kalian disini untuk apa?!"
"BERTARUNG!" Para siswa mengepalkan tangan ke atas dan berseru kata-kata aneh itu.
"Bertarung dengan siapa?!"
"GHOST!!"
"Bagus. Cukup sekian dari saya, bisa dilanjutkan pemimpin angkatan baru ini. Dipersilahkan Ketua Zein."
Lelaki paruh baya itu turun dari panggung, digantikan oleh lelaki yang memakai topeng rubah berpakaian serbahitam. "Baiklah, perkenalkan nama saya Zein Ketua angkatan kalian. Saya yang memegang kendali akan kalian serta saya juga guru pembimbing kelas bertarung yang diadakan 5 hari selain hari Sabtu dan Minggu. Kalian disini dilatih disiplin selain bertarung, datang tepat waktu, jangan mengeluh, atau kalian tidak saya terima dikelas bertarung. Saya juga benci orang cengeng, mengeluh, dan orang yang gemar menyerah. Yang saya cari disini orang yang tak peduli mati, pantang menyerah, dan disiplin. Kalian paham?!"
"Paham!"
"KALIAN PAHAM?!"
"PAHAM!"
Apa-apaan ini mereka semangat sekali. Dasar pura-pura! Dalam hati mereka pasti penuh rasa mengeluh, benci, kecewa, hei ayolah mari kita jujur.
"Untuk tempat tinggal kalian akan diasramakan, asrama siswa ada di sebelah Utara gedung ini, asrama siswi ada di gedung sebelah Selatan. Fasilitas makan dan kamar mandi ada di gedung sebelah Timur. Untuk kelas ada di gedung ini yang memiliki fasilitas lebih, menurut nomer pendaftaran. Dibagi 3 kelas yang masing-masing diisi 200 siswa. Untuk kelas bertarung ada di gedung Barat. Tiap-tiap kamar asrama baik siswa maupun siswi diisi minimal 2 orang. Ada yang ingin ditanyakan?!"
"TIDAK!"
"Baiklah, kalian masing-masing diberi kartu penanda dengan identitas kalian. Kamar sudah ditentukan, beradaptasi segera, kenali lingkungan maupun teman-teman kalian. Sekian!"
"Kalian semua baris maju satu-satu sesuai nama yang saya panggil dan isi kartu penanda ini dengan nama kalian." Kali ini Nenek-nenek yang bicara. Haduh, sangat lama sekali pasti memanggil siswa-siswi yang jumlahnya tidak sedikit.
Akhirnya usai panggilan yang begitu lama. Aku mendapatkan kartu penanda, kuisi dengan identitasku, disitu sudah ada nomor kamar serta nama orang yang satu kamar denganku. Zerin aku satu kamar dengannya, baiklah daripada orang yang belum aku kenal.
"Hei, Kashika untunglah kita satu kamar jadi aku mudah beradaptasi." Tukas Zerin, membantuku menata pakaian.
"Heem, aku juga malas untuk beradaptasi lagi. Ngomong-ngomong apakah agenda kita hanya menata baju saja?"
"Entahlah aku kira........."
Sebelum Zerin melanjutkan perkataannya, suara lain muncul seperti suara nenek-nenek tadi.
"Perhatian bagi kalian Siswa-siswi baru di Akademi ini. Persiapan, ganti baju kalian dengan seragam yang telah diberikan. Kami tunggu diaula 10 menit!"
"Dasar!" Umpatku.
Baru satu hari belum genap pelajaran sudah dimulai, aku mendapatkan kelas A bersama dengan si kembar. pelajaran hari ini masih perkenalan untuk adaptasi. Kelas kami diisi oleh si orang tadi, Zein kami tetap memanggilnya seperti itu tanpa kata Kak, Pak, atau Guru.
"Kalian akan saya perkenalkan bagaimana itu cara bertarung dengan baik dan benar, disini kita bertarung menggunakan senjata yang diberi nama roh suci. Roh suci ini bisa berbentuk sabit berantai, kapak, pedang, senapan, dan lain sebagainya sesuai keinginan kalian nanti. Punya saya ini bernama key, berbentuk pedang, kalian juga bisa menamai masing-masing senjata sesuka kalian. Alasan kita bertarung menggunakan 'Roh Suci' dikarenakan dia memiliki keunggulan mengikat jiwa Ghost dan mempermudah dalam membunuh mereka. Apa ada yang ditanyakan?"
Bisik sana bisik sini, mereka yang tidak memperhatikan pelajaran bingung ingin bertanya tentang apa. Aku bukan tidak memperhatikan, melainkan aku malas! Tidak penting sekali jika akhirnya nyawa menjadi taruhannya.
"Hei kamu yang melamun di belakang! Cepat kemari!" Lamunanku buyar seketika, semua siswa menatapku, Zerin dan Zeren menatapku tajam. Aduh kenapa aku pula yang hari ini apes?
"Hei! Kamu yang berambut panjang cepatlah kemari."
"Sa-saya?"
"Siapa lagi?" Dia semakin serius, topeng rubahnya menatapku tajam.
"Ayo, Kashika sebelum dia marah." Desis Zerin, aku menelan ludah dan melangkahkan kaki dengan ragu-ragu kedepan.
Tuhan selamatkan aku. "Siapa namamu?"
"Kashika Rin."
Dia menatapku sejenak, menghela nafas, mengangkat tangannya. "Turuti perintahku. Pasang kuda-kuda"
Aku menurutinya saja. "Pasang yang kokoh, silangkan tanganmu kedepan untuk melindungi kepalamu dan juga dadamu. Bersiaplah!"
Dia melepaskan tendangan keras kearahku, aku sedikit terpelanting ke belakang terjatuh kelantai meski wajahku terlindungi tetap saja kuda-kuda yang aku buat tidak kokoh sehingga terpelanting, adakah orang lain sekasar ini?
"Bangunlah! Ini hanya contoh untuk kalian sebagai pemanasan bertarung tanpa senjata. Mulai lagi! LAKUKAN DENGAN SERIUS KASHIKA DISANA TIDAK AKAN ADA GHOST YANG MENGASIHANI DIRIMU!"
Aku mulai bangkit kembali memasang kuda-kuda kokoh setelah pernafasan normal aku menyerang duluan. Aku meninjunya namun dia dengan mudahnya menghindari. Mencengkeram tanganku, memutarnya kearah belakang, para siswa yang duduk di bangku merasa jerih melihatku. Tidak bisakah bersimpati? Ini sakit sekali.
BUKK!
Aku terpelanting lagi usai ia menendangku, sakit aku mengutuk dirinya. Aku tak bisa berbuat apa-apa masih dengan posisi tengkurapku yang tak berdaya ini.
"Lemah. Kalian yang masih terduduk santai, bisa jadi besok-besok kalian menjadi sasaran berikutnya. Pelajaran untuk perkenalan hari ini selesai. Rawatlah luka temanmu ini sebelum dia mati."
Zein meninggalkan ruangan kelas, Zeren dan Zerin membawaku ke ruang pengobatan. Lukaku tidak parah hanya lebam saja tapi rasa sakitnya luar biasa, apakah nanti setiap harinya selalu diadakan latihan keras seperti ini? Mendapatkan beberapa pukulan saja sudah sakit sekali begiku apalagi di medan tempur nantinya.
"Hebat sekali." Ucap Zeren, aku melotot kearahnya memberikan isyarat 'Apa hebatnya?' menderita begini dibilang hebat. "Maksudku, Zein dia hebat. Dari pola manapun dia itu tangkas, tidak menyia-nyiakan celah musuh, dan satu lagi dia fokus. Bahkan itu hanya untuk melawan muridnya sendiri."
"Sudahlah Zeren, Kashika babak belur begini jangan malah kau bahas lagi si Zein, dibalik topeng rubahnya itu dia memiliki jiwa yang badass dan kenapa dia memilih Kashika? Hanya karena melamun didalam kelas dia jadi sasaran."
"Itu adalah cara dia menerapkan kedisiplinannya yang tinggi. Fungsinya bukan cuma kita mampu menangkap ilmu yang diberikan, setiap anak beda-beda tapi jika mampu mempertahankan nilai belajar makin lama makin naik, dia juga mengajari kita bagaimana menghargai yang ada didepan. Tidak mudah bagi seorang guru menjelaskan apalagi usia Zein juga masih muda."
Zerin mulai bersemangat. "Memangnya kamu tahu Zeren berapa usianya?"
"Menurut perkiraan dia berusia 24 tahun, yah itu hanya perkiraan saja."
"Woyyy, Zeren dan Zerin kenapa kalian membahas sejauh ini? Sungguh aku tak mau lagi membahasnya, rasanya masih sakit dan aku tidak tahu besok pagi aku bisa melewati ujian berikutnya atau tidak." Zerin yang sedari tadi membahas tentang si rubah itu kini hanya cengiran yang dia sunggingkan. Tak berdosa sama sekali melihat temannya menderita, Zeren dia hanya tersenyum di sudut bibir kiri saja.
Usai aku mengobati diri, Zeren membantuku berjalan meninggalkan ruang pengobatan. Tepat saat Zerin membukakan pintu dia datang, entah memang kebetulan atau seperti terencana.
"Zein." Si kembar memberi hormat dan aku hanya mengikuti saja.
"Bagaimana lukamu itu Kashika?" Untuk apa dia bertanya seperti itu? Sok sekali setelah menyakiti.
Sebagai jawaban aku hanya terdiam saja, jujur rasanya masih nyeri. "Tidak usah menjawabnya, saya tahu rasanya pasti sakit sekali lama kelamaan akan terbiasa. Besok kau boleh tidak masuk saat jam pertama karena aku memberikan izin kepada dirimu untuk beristirahat, tapi untuk jam kedua kau harus tetap masuk karena itu jam pelajaran saya dan lagipula sakitmu ini tidak seberapa. Jadwal bisa kamu lihat di kartu penanda, selamat sore." Sudah hanya itu saja yang dia katakan, seharusnya dia membantuku berjalan, memapahku, atau menggendongku. Apalagi posisiku ini dipapah oleh Zeren semua sama-sama menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
kill The Ghost
Teen FictionMungkin kisah ini agak sedikit aneh bagi kalian tapi tidak bagi diriku. Ghost yang merebut segalanya. kehilangan yang sangat melukai. Aku tidak tahu kami dikirim untuk tiada karena melindungi ataukah tiada untuk hancur. Aku masih mencari sosok dirin...