Kopi mengajarkan kita,
Bahwa pahit juga punya kenikmatan,
Ditemani senja yang syahdu,
Tapi jika tidak ada kamu,
Semua menjadi abu,
Di mataku.
*****
Langit mulai menggelap, latihan band hari ini selesai. Echandra menguap lebih besar daripada seekor kudanil.
Arka yang melihat hal tersebut langsung memasukkan bungkus permen miliknya.
"Sialan!" Umpat Echandra lalu melemparkan kembali bungkus permen pada Arka.
"Hey dude, lo langsung pulang?"
"Mungkin"
"Jaga fisik! Jangan sakit hari H"
"Ayeye capt!"
"Gue duluan" ucap Arka lalu pergi.
Echandra menuju motornya, memikirkan kemana dia pergi selanjutnya.
Tanpa arah yang pasti, Echandra pergi mengendarai motor nya. Berhenti di jalan layang seperti banyak orang di sini.
Dia menatap lurus pada matahari yang mulai terbenam. Mengingatkan nya pada Renja.
Menghembuskan nafas panjang, mengambil ponsel dari sakunya, menatap notifikasi. Nihil.
Mentari telah pergi, dia menerawang jauh. Sejak kapan dia merasa sepi tanpa Renja? Sejak kapan dia merasa bahwa perasaan untuk Renja adalah sebuah rahasia? Tapi dirinya berharap balas rasa.
Echandra tertawa miris, memikirkan apa mau dirinya. Rumit.
12 Desember silam
Echandra pulang bersama Renja menaiki bus. Mereka harus berpisah karena Echandra turun lebih dulu, namun hari ini Echandra ingin sekali mendatangi rumah Renja.
Mereka harus berjalan kaki 15 menit untuk sampai ke kompleks perumahan Renja, rute tercepat melewati 2 sekolah yang konon sering terlibat perselisihan.
Renja dan Echandra yang sedang berjalan kedatangan tamu, beberapa kelompok orang berlarian membuat mereka terjebak di dalam perkelahian antar sekolah ini.
Echandra menarik Renja menjauh, namun seseorang menahan Renja, dan membawanya menjauh dari Echandra.
Melihat hal tersebut Echandra marah, mengejar pelaku, menghantamnya dengan tas di bagian kepala.
Echandra yang lebih pendek dari lawannya berhasil mengenai target, ia pun melepaskan Renja. Perkelahian antara Echandra dengan orang itu tidak dapat dihindarkan.
Meskipun Renja sudah dilepaskan, tapi Echandra yang marah besar menumbangkan musuhnya dengan bela diri yang sempat ia pelajari sampai membawanya ke tingkat Nasional.
"Berani lo nyentuh temen gue?! Makan nih sialan!" Ucap Echandra saat itu.
Renja berusaha melerai, namun malah dirinya sendiri yang menjadi korban pukulan Echandra lalu jatuh pingsan.
Renja terbangun di sebuah klinik, di sampingnya terdapat bibi, Echandra yang tertunduk dan ibunya Echandra yang menatap Renja khawatir.
"Bi, aku dimana?" Ucap Renja lirih.
"Ada di klinik den"
Ibu Echandra langsung tersenyum dan mendekati Renja, meminta maaf dan menyesali perbuatan Echandra yang padahal dirinya membela Renja.
Setelah percakapan yang panjang, ibu Echandra dan bibi pergi menuju bagian administrasi. Meninggalkan Renja dan Echandra.
Renja menatap Echandra yang sedari tadi tertunduk, ada tetesan air mata di sana.
Renja berusaha bangkit, duduk di atas kasurnya menghadap Echandra.
"Chan.." ucapnya lirih.
Echandra menghapus air matanya cepat, lalu menatap Renja, ada luka lebam di sudut bibir, pipi dan tangannya.
"Apa Renja?"
Renja mengkerutkan dahinya.
"Kenapa nangis?"
"Gue takut lo mati"
Renja tersenyum namun merasakan perih pada pipinya. Ingatannya kembali, ini adalah karya seni milik Echandra. Tidak, ini kesalahannya karena berusaha melerai.
Keesokan harinya, Renja kembali ke sekolah. Menarik perhatian banyak tatap mata karena luka di pipinya yang dia biarkan untuk tidak ditutupi.
Bel masuk telah berbunyi, namun Echandra tak kunjung datang. Ternyata tersiar kabar bahwa Echandra harus menerima hukuman cuti sekolah sebelum rapat mengenai D.O. Echandra terbukti mengikuti tawuran dengan menggunakan seragam lengkap dan itu dianggap sebagai pelanggaran berat.
Renja terkejut bukan main, jam istirahat Renja langsung menemui wali kelas ditemani Jendra. Menceritakan kronologi kejadian.
"Baik nak, kamu ikut serta dalam rapat sebagai saksi ya. Semoga Echandra bisa menemukan jalan keluar"
Karena laporan Renja, rapat diadakan sepulang sekolah.
"Menimbang banyak hal, dengan ini Echandra Mahardika kelas 10 IPA 1 dilepaskan dari hukuman D.O"
Renja menghela nafas panjang, sepulang sekolah Renja pergi menuju rumah Echandra.
Setelah lebih dulu membawa kabar baik kepada ibu Echandra, renja kini pergi ke kamar Echandra.
Echandra terududuk memandangi senja di balkon rumahnya yang terhubung dengan kamarnya.
Satu tarikan nafas panjang, Renja menghampiri Echandra. Berdiri di sampingnya, lalu ikut duduk memandangi senja bersama.
"Tau ga? Bedanya Renja sama senja?" Ucap Echandra tiba-tiba.
"Gaada bedanya? Sama-sama indah" renja terkekeh sendiri setelah menjawab pertanyaan Echandra.
Echandra menatap Renja, lalu tersenyum.
"Pede lo, ngapain ke sini?"
Satu cubitan mendarat di lengan Echandra.
"Duh sakit"
"Kenapa lo gak masuk? Kenapa lo gegabah kemarin? Kenapa lo gapernah mikir dulu"
"Gue mikir kok ren, mikirin lo. Anak ingusan yang gak bisa main fisik. Kalo lo digiring mereka gimana?"
Dahi Renja berkerut, dirinya bangkit dan berdiri di hadapan Echandra.
"Apa lo bilang? Coba ulang"
Renja mengepalkan kedua tangannya di depan dada seraya menatap tajam Echandra.
Echandra tersenyum melihat betapa gemasnya tingkah laki-laki mungil yang beranjak dewasa bersamanya.
Echandra berdiri di hadapan Renja, menyisakan selisih tinggi di antara mereka.
"Gue gamau lawan lo, takut menang"
Bug...
Satu pukulan mendarat di perut Echandra,
"Itu buat pelajaran karena lo ngeremehin gue"
Renja kemudian memeluk Echandra tanpa aba-aba.
"Gue tunggu lo besok di sekolah"
Detik itu juga nyeri hasil pukulan Renja berubah rasa. Ribuan kupu-kupu rasanya ingin keluar dari sana.
Renja melepaskan pelukannya dan meninggalkan Echandra yang masih terpaku akan apa yang terjadi.
"Mas kopinya" ucap pedagang kaki lima dengan segelas kopi di tangannya yang disodorkan pada Echandra.
Lamunannya akan masa lalu akhirnya selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whatever, I love you! [HYUCKREN]
FanfictionFiksi penggemar, diadaptasi dari love-hate nya renhyuck. . . . .