Menyadari bahwa rasa itu sakit.
ººººº
Tatap mataku, aku tengah merindu. Dan aku masih menikmatinya.
ººººº
Niat awal ia bersekolah di Bigstar High School itu karena seseorang. Tapi, kenapa tak ada pendekatan antara keduanya?
Namanya Praleo, Lenus Praleo Tantigra. Saat kelas sepuluh, bukannya Leo disatu kelaskan dengan Spiza, cewek yang ia suka. Tapi dikumpulkan dengan cowok-cowok kurang belaian. Hanya satu yang waras, setidaknya.
Mulai dari Selatan, si playboy kelas kakap. Julukannya 'king crocodile'. Bahkan baru tiga bulan mereka memasuki awal semester. Selatan berhasil memangsa kaum hawa sebanyak seratus satu. Gila!
Kemudian Lemos, pemilik segalanya yang selalu rata-rata. Iya. Tampang rata-rata. Uang rata-rata. Otak rata-rata. Semua sera rata-rata. Sikapnya juga sebelas-duabelas sama Selatan. Keduanya adalah kubu anak iblis yang selalu membuat kepala panas Arios.
Lanjut ke Septian. Jangan lupakan marganya. PAMUNGKAS! Septian Galang Pamungkas adalah keturunan orang berduit. Ia paling sering jajanin teman-temannya. Tapi, wajahnya beautiful seperti kupu-kupu. Kalem. Tapi tingkahnya memang kalem. Hobi dia itu tidur. Malas-malasan. Berbanding terbalik dengan si aktif Selatan dan Lemos.
Terakhir, Sang Lentera. Namanya Arios. Pemimpin kelompok kami. Memang sulit awalnya kami berproses menjadi sekarang. Kespesialan Arios lah yang menyatukan kami. Mulai dari menyadarkan Si playboy Selatan, Si tengil Lemos, dan Si pemalas Septian. Sedangkan Leo sendiri, perlu pemaksaan karena permintaan dari Lemos. Tengil-tengil firasatnya baik juga.
Arios adalah ketua dari pancagoals. Lima orang kan? Ia adalah sosok yang patut dikagumi. Disiplin. Rajin. Pandai. Tampan. Beruang, walau masih jauh di bawah Septian.
Baiklah, ini cerita Leo. Tentang perjuangannya untuk Spiza.
Cerita dimulai hari ini.
ººººº
"Aku merindu..."
Petikan gitar terdengar mengalun. Pelan tapi merdu. Ditambah suara baritonnya menenangkan hati.
"Ku yakin kau tahu..."
Hancur. Ini bukan lagi suara bariton yang menenangkan. Bahkan hampir sekelas mengumpat saking melengkingnya suara itu. Milik Selatan.
"Tanpa batas waktu..."
Ditambah suara Lemos. Sedikit lebih baik. Setidaknya tidak semelengking Selatan. Leo masih memetik gitarnya.
"Aku terpaku..."
Shena. Salah satu murid kelas A5. Pemilik suara emas mengalun. Ricuh tepuk tangan seisi kelas.
"Aku meminta..."
Leo kembali mengalun. Deretan bangku cewek meleleh. Leo memang handal untuk urusan musik.
"Walau tanpa kata..."
Ah, Selatan kembali merusak. Kali ini, Leo berhenti memetik gitarnya. Merusak suasana saja. Seisi kelas mengeluh.
"Lagi, Le. Lanjutin!" Pinta Shena.
Leo menggeleng, "nggak mood gue!"
"Perusak lo, Tan." Protes Zizi, teman sebangku Shena, pada Selatan.
Septian mendengus. "Gitu aja ribet." Ia merasa terganggu dengan ricuhnya kelas. Sulit tidur. Lemos menimpuk Septian dari samping. "Cadel biutipul no protes!" Septian hanya mendesis.
KAMU SEDANG MEMBACA
H A B L U R
Teen FictionMemperjuangkan adalah tantangan bagi laki-laki, setidaknya. Ia sadar cintanya lebih besar dibanding masalahnya. Dia adalah, Praleo. Pra yang kuat, Pra yang berbahya, Pra yang romantis, Pra yang rapuh, Pra yang ditakuti, dan Pra yang dirindukan. Tap...