Masa lalu itu tetap milik kita !
ºººººº
Karena setiap orang nggak patut untuk ikut ke dalam masa lalu kita.
ººººº
Leo merebahkan tubuhnya di atas kasur. Nyaman. Matanya terpejam, sedikit menikmati pertemuan kecilnya dengan Spiza. Hari sudah gelap. Tadi, sepulang sekolah, Leo memilih untuk mampir ke warung bakso guna makan malam.
Pintu kamarnya terketuk. Leo bangkit untuk membukakan pintu.
"Gue bawa martabak, Le." Ujar Wila sembari menyodorkan sekantung martabak.
"Tumben, habis dapet arisan?" Tanya Leo.
Wila menonyor kepala Leo. "Gue bukan tante-tante rempong!"
Wila adalah kakak satu-satunya, kalau kalian lupa. Sisa keluarga yang setidaknya masih peduli terhadapnya. Leo menutup pintu kamar. Mendorong tubuh kakaknya menuju ruang makan. "Gue baru aja beli bakso. Tapi sebungkus." Ujar Leo.
"Gue udah makan, kok." Wila membuka bungkusan martabak. Mencomotnya satu untuk ia lahap.
"Makan berdua sama gue, nih. Masih ada nasi sisa pagi tadi." Tawar Leo. Wila menggeleng. "Sumpah, gue udah makan."
"Baiklah, tontonin gue makan aja." Canda Leo. Wila mendengus. "Nonton tv lebih bagus dari pada nontonin lo, Le." Leo terkekeh. Ia menuang bakso ke dalam mangkuk kemudian membawanya ke ruang tengah. Ia duduk di samping Wila.
"Satu suapan, Kak!" Pinta Leo.
"Suapan dari lo? Ogah!" Tolak Wila.
"Ya udah, sih. Lo nggak mau juga untung buat gue." Ujar Leo bersyukur.
"Gimana sekolah lo?" Tanya Wila basa-basi.
"Gue jadi bintang sekolah mendadak. Lo tau nggak." Leo meletakkan mangkuk bakso yang kandas ke atas meja. "Gue masuk kelas 2A1 gara-gara Si guru rese."
"Alah, palingan lo yang rese." Cibur Wila.
"Tunggu dulu, gue habis ngerjain seratus soal dari waka kurikulum. Ngeri nggak? Dan hebatnya nilai gue sempurna. Jadi, itulah penyebabnya gue masuk 2A1." Jelas Leo. Dan dari sini, Wila belum paham kekesalan Leo berasal dari mana.
"Terus?" Tanya Wila pelan.
"Satu fakta, nih, ya kak. Posisi gue. Sekarang makin susah. Spiza ada di kelas IPS yang notabenya pembenci berat anak IPA." Leo menyandarkan tubuhnya.
"Spiza? Cewek yang lo taksir dari SMP?" Tanya Wila. Leo menganggum lesu. Wila mendesah berat. Ini sulit, pikirnya.
"Apa nggak ada celah, biar lo bisa deket sama Spiza?" Tanya Wila lagi.
"Dari SMP, mungkin Tuhan memang nakfirun gue untuk nggak ada celah buat deket dama Spiza." Jawab Leo lesu. "Apalagi, dia berubah banget, kak. Tadi dia hampir bunuh diri."
"Hah?!" Wila syok. Dulu, saat Leo masih SMP, Wila sempat bertemu dengan Spiza. Walau hanya tahu cara berinteraksinya. Tapi, itu lebih dari cukup untuk menyimpulkan bahwa Spiza gadis yang baik.
"Gue ngegagalin aksinya. Dan di waktu itu juga dia nyatain kalau dia benci gue." Leo tertunduk. Hatinya ngilu. Wila mengelus punggung Leo. "Ujian lo makin berat, Le. Maafin gue."
Tubuh Leo menegak. "Nggak, ini bukan salah lo." Leo melirik jam. "Gue anterin pulang."
Tiba-tiba, pintu rumah Leo terbanting keras. Menampilkan sosok bertubuh tegap dengan jubah hitamnya. Auranya mengerikan. "Bagaimana kabar kamu, Le?" Suaranya bahkan hampir membunuh Leo.

KAMU SEDANG MEMBACA
H A B L U R
Fiksi RemajaMemperjuangkan adalah tantangan bagi laki-laki, setidaknya. Ia sadar cintanya lebih besar dibanding masalahnya. Dia adalah, Praleo. Pra yang kuat, Pra yang berbahya, Pra yang romantis, Pra yang rapuh, Pra yang ditakuti, dan Pra yang dirindukan. Tap...